BAB 2

1499 Words
Dara berjalan lunglai mengekori Steff masuk ke dalam rumah. Lebih tepatnya adalah rumah keluarga Mama Risa. Sebenarnya rumah ini sudah tidak asing bagi Dara, karena setiap hari nya Dara juga akan pulang ke rumah ini. Dara hanya melihat Steff yang kini menaiki anak tangga untuk menuju kamar lelaki itu berada dan Dara tak peduli dengan itu.  Dengan terus saja berjalan menuju ke arah pintu belakang dimana disana terdapat pintu penghubung antara rumah utama dengan paviliun dimana tempat Dara tinggal selama ini. Sedikit cerita, selama ini Dara memang tinggal di rumah Mama Risa. Lebih tepatnya dia mendiami paviliun rumah ini yang letaknya ada di belakang rumah utama. Karena paviliun itu kosong, Mama Risa memaksa Dara untuk menempatinya . Selama ini Mama Risa yang merasa kesepian karena lebih sering tinggal seorang diri di rumah sebesar ini. Dan ketika mendapati Dara, yang tak lain adalah Asisten Pribadinya, tinggal di sebuah rumah kos tak jauh dari kantor , lalu Mama Risa berinisiatif menawari gadis itu agar mau mendiami paviliun yang memang telah lama kosong. Pada awalnya Dara sempat menolak karena merasa tidak enak hati hidup menumpang pada sang atasan , tetapi karena Mama Risaa memaksa pada akhirnya Dara menyetujuinya. Dalam pikiran Dara , dia bisa berhemat pengeluaran untuk tempat tinggal, dan mungkin memang sudah menjadi rejekinya karena diminta Mama Risa untuk tinggal di rumah atasan nya. " Mau kemana kamu ! " Suara berat Steffanus membuat langkah Dara terhenti dan gadis itu berbalik, padahal tinggal beberapa langkah lagi Dara berhasil menggapai handel pintu. " Ya mau tidur lah... memang mau kemana lagi. Aku sudah capek ngantuk dan ingin segera istirahat. " jawab Dara sekenanya. " Lalu ... ngapain kamu kesana ? " Steff menunjuk dengan dagunya , seolah mengatakan buat apa Dara menuju pintu belakang. " Maksud Pak Steff apa  bertanya seperti itu. Kan memang ini jalan menuju ke kamarku. Kenapa masih bertanya, " jawab Dara sinis. Lelaki itu menuruni tangga dan berjalan menghampiri Dara. Tiba-tiba saja tangan Dara ditarik olehnya dan dibawanya menaiki tangga. Tentu saja Dara panik dan berusaha melepaskan diri karena diperlakukan seperti itu. " Pak Steff kenapa menarik ku seperti ini. Tolong lepaskan, " ucap Dara dengan nada panik. Dengan masih berusaha meronta hingga sampai di tengah tangga Steff berhenti dan menatap Dara tajam. " Kamu lupa jika kita sudah menikah ? Dan tentunya kamu tau juga kan konsekuensi orang yang sudah menikah itu seperti apa ?" Steff sedikit mencodongkan tubuhnya, membuat Dara semakin panik.  " Sepasang suami istri itu harus tidur sekamar dan …  seranjang . " Steff berbisik di telinga Dara, membuat bulu kuduk gadis itu meremang. Belum sempat Dara mencerna kata-kata Steff, lelaki itu sudah kembali menarik lengan Dara sampai ke kamarnya. Saat pintu kamar terbuka barulah dilepaskan pergelangan tangan Dara yang tadi dicekal oleh Steff. Dia sudah masuk kedalam dan meninggalkan Dara yang masih berdiri mematung di depan pintu kamarnya. " Masuk dan tutup pintunya ! " teriak Steffanus. Dara segera melangkahkan kakinya masuk ke dalam kamar, kemudian menutup pintunya seperti yang diperintahkan oleh Steff. Steffanus mulai melepaskan jas dan juga sepatunya, sementara Dara masih berdiri sambil mengamati seluruh penjuru kamar . Ruangan yang tidak terlalu besar tapi terlihat bersih dan rapi. Dara sempat melihat lelaki itu masuk ke dalam kamar mandi , tak lama berselang terdengar gemericik air dari dalam nya. Dara memutuskan untuk duduk dan mulai melepas satu persatu aksesoris yang masih menempel di tubuhnya, karena dia sudah begitu lelah dan mengantuk. Saat selesai dengan keribetan nya , Steffanus juga sudah selesai dari ritual mandinya. Bergegas Dara masuk ke dalam kamar mandi milik Steff tanpa permisi, karena tubuhnya sudah sangat lengket . Hanya butuh waktu duapuluh menit bagi Dara untuk menyegarkan kembali tubuhnya. Rasa lelah dan penat yang sempat gadis itu rasakan sirna karena guyuran air hangat yang meresapi tubuhnya. Beberapa saat berlalu, Dara merasa ada sesuatu yang janggal. Iya benar, Dara lupa tidak membawa baju ganti. Sedikit mengumpat di tengah kesialan nya kali ini, Dara mencoba berpikir apa yang sebaiknya dia lakukan. Tidak mungkin juga Dara keluar dari dalam kamar mandi hanya dengan berbalut handuk saja. Pasti sungguh memalukan. Dengan berjalan mondar mandir, sesekali memijit pelipisnya yang mulai berdenyut, pada akhirnya Dara menemukan solusi. Gadis itu berjongkok di bawah wastafel yang berada di dalam kamar mandi. Dan senyumnya mengembang, benda yang ia cari ternyata ada di dalam nya. Sebuah bathrobe yang bisa ia pakai dalam kondisi darurat seperti ini.  Saat Dara keluar dari dalam kamar mandi, Steffanus sedang duduk bersandar di tepi ranjang dengan ponsel di tangan. Sejujurnya Dara sedikit bingung harus berbuat apa sekarang. Apakah dia akan langsung tidur begitu saja di ranjang yang sama dengan yang ditiduri lelaki itu ? Mungkin Steff menyadari kehadiran Dara, hingga pada akhirnya dia letak kan ponselnya diatas nakas sebelah ranjang. Steff menatap Dara sekilas sebelum memposisikan diri untuk berbaring . " Saya harus tidur dimana Pak. " tanya Dara kepadanya. Steff yang baru saja berbaring mengernyitkan kening. " Saya lihat disini juga tidak ada sofa, " Ucap Dara lagi. Gadis itu  mulai  memperhatikan seluruh ruangan ini, dan memang di dalam kamar Steffanus yang tidak terlalu besar ini, sengaja tidak diberikan sofa panjang. Hanya ada satu bua sofa bundar yang ada di pojok ruangan. Bukan tanpa sebab Dara bertanya hal itu pada Steff. Karena biasanya seperti cerita yang sering  gadis itu baca di novel , sepasang suami istri yang menikah karena paksaan atau perjodohan , mereka akan memutuskan untuk tidur terpisah. Satu tidur di ranjang dan satunya lagi tidur di sofa. Tapi ternyata realita yang  Dara hadapi saat ini sungguh berbeda. Kamar Steff ini cukup kecil dengan ukuran rumah mewah yang begitu besar. Di dalam kamar ini hanya terdapat satu ranjang yang berukuran 160x200 , bukan ranjang king size yang biasa dimiliki oleh orang-orang kaya. Sebuah almari yang juga tidak terlalu besar, dan satu buah sofa bulat yang ukuran nya sangat kecil. Steff yang tadi sudah berbaring, kembali duduk dan menepuk tempat kosong di sebelah nya. " Ini jatah kamu. Kenapa masih dipertanyakan. Atau mungkin kamu mau tidur di lantai. " katanya, yang tentu saja membuat Dara ternganga dengan ucapan yang tak terduga keluar dari mulut seorang Steffanus choi. Yang benar saja  harus tidur seranjang dengan Steff. Dara membatin,  bukan nya dia takut , melainkan ukuran ranjang yang menurut Dara cukup kecil mana bisa menampung dua orang. Tubuh Steffanus saja yang sebesar itu sudah menghabiskan hampir sepertiga nya. Kalau dia ikut tidur disana bisa jadi di tengah malam akan terjatuh karena kesempitan. Seolah mengerti akan keraguan Dara, bukan nya menyingkir tapi malah seenaknya saja Steff berbaring dan kemudian melirik Dara sekilas. " Itu masih ada yang kosong. Sampai kapan kamu mau berdiri disitu. Memang bisa apa tidur sambil berdiri." Semua kata yang meluncur dari mulut Steffanus , selalu sukses membuat Dara mengerucutkan bibirnya. Sungguh lelaki itu selalu bicara sesuka hatinya tanpa difilter. Tidak peduli apakah Dara akan sakit hati atau tidak dengan mendengar ocehan yang keluar dari mulut itu. Oke fine, sepertinya tidak masalah jika Dara ikutan tidur disatu ranjang yang sama dengan Steff. Masih ada tempat kosong juga, meskipun terlihat sempit. Masa bodoh jika nantinya harus berhimpitan dengan tubuh besar Steffanus. Dara yang sudah merasa sangat lelah ingin segera istirahat. Dia tak ingin lagi berdebat dengan Steffanus karena bisa dipastikan tak akan ada habisnya. Lelaki itu tidak akan pernah mau mengalah kepadanya. Perlahan Dara mulai merangkak naik ke atas ranjang dan membaringkan tubuhnya di sebelah laki-laki itu. Ikut menarik selimut yang sama dengan yang dipakai oleh Steffanus. Mulai mencari posisi ternyaman untuk nya agar bisa tidur dengan nyenyak. Dengan memposisikan diri tidur miring membelakangi Steff, tak butuh waktu lama untuk Dara bisa segera terlelap. Mungkin karena efek lelah dan mengantuk hingga Dara tak perlu bersusah payah untuknya segera terbang ke alam mimpi. Steff menatap punggung Dara, sial , dia berkali kali harus mengumpat. Seharusnya Dara lah yang susah tidur di kamarnya, tapi justru dia sendiri yang hingga lewat tengah malam masih saja terjaga. Matanya terpejam tapi hatinya tetap tak bisa tidur. Hingga membuat Steff kembali membuka mata. Menatap punggung Dara yang hanya terbalut Bathrobe. Tentu saja pikiran liar Steff sudah terbang kemana mana. Membayangkan hal hal yang tidak dia inginkan. Berada sedekat ini dengan seorang perempuan membuat kinerja jantungnya tak beraturan. Steff kembali bangkit dari berbaringnya. Diusap wajahnya berkali kali. Memilih turun dari atas ranjang, lalu keluar dari dalam kamarnya. Lelaki itu menuruni anak tangga. Mengamati suasana rumah Mama nya yang terasa lengang. Tak terlihat juga kehadiran Mama Risaa, atau mungkin saja mamanya itu sudah berada di dalam kamar. Ah sudahlah, Steff memilih menuju dapur. Membuka lemari pendingin dan mengambil botol air putih. Ditegaknya langsung dari botolnya hingga tersisa separuh isinya. Sisa air yang masih ada, dibawa kembali oleh Steff dan lelaki itu sudah menaiki anak tangga menuju ke dalam kamarnya. Melihat Dara sekilas, wanita itu justru terlihat sekali sedang tidur pulas. Setelah meletak kan botol air mineral, Steff merangkak naik ke atas ranjang. Berusaha meredam detak jantungnya , mengambil nafas sebanyak banyak nya lalu membaringkan tubuhnya. Tidur miring membelakangi Dara, berharap dia bisa tidur nyenyak tanpa terganggu akan kehadiran wanita itu di sisinya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD