Bab 3

1004 Words
Ia mengendurkan pelukannya, menatap wajah Audrey. Keberaniannya muncul, ia melumat bibir Audrey tanpa sungkan. Tapi, Audrey hanya terdiam. Bibirnya seolah terkunci tak bisa bicara. Ia mengikuti setiap pergerakan Adam yang mulai menjamah setiap inchi tubuhnya. Adam membaringkan tubuh Audrey ke atas meja panjang, menyingkap roknya sampai ke pinggang. Lalu,menurunkan celana dalam bewarna hitam itu. Adam menurunkan wajahnya pada milik Audrey, memberikan sesuatu yang tidak pernah Adrey rasakan sebelumnya.Audrey hanya bisa meremas pinggiran meja, tak berani mengeluarkan suara desahan. Ia sangat menikmati tapi sayangnya sulit untuk mengakui. Adam membuka celananya, hingga ia polos pada bagian bawah, lantas ia ikut naik ke atas meja, menindih tubuh Audrey, menyatukan milik mereka. Sekali hentakan, milik Adam masuk. Audrey mengigit bibirnya kesakitan. Ia memang sudah tidak virgin karena selaput daranya sudah robek akibat kecelakaan kecil yang ia alaminya dulu. Tapi, miliknya ini belum pernah dimasuki oleh kejantanan pria manapun. "Ah, ss...sakit," kata Audrey. Adam menghujamkan miliknya hingga ke dasar rahim Audrey. Kelamaan desahan sakit itu berubah menjadi desahan nikmat. Hujan deras serta suara petir yang menyambar dan juga ruangan kosong itu menjadi saksi percintaan panas mereka malam ini. ** Audrey tampak merenung di kamarnya. Jendelanya sengaja ia buka lebar-lebar. Udara dingin yang masuk diabaikannya begitu saja.Air matanya menetes. Rasa sakit, penyesalan, dan kerinduan pada Zac bercampur menjadi satu. Sekitar satu jam yang lalu, Adam mengantarkannya pulang usai percintaan panas mereka. Audrey tak habis pikir, bagaimana pesona seorang pria muda seperti Adam Evans mampu meruntuhkan pertahanan hatinya. Audrey memukul bantalnya berkali-kali dengan kesal. Tangisannya terhenti saat ada yang memasuki kamarnya. "Zac?" Audrey merubah posisinya secara spontan. Mau apa pria itu menghampirinya malam-malam seperti ini. "Audy," panggilnya lembut. Audy adalah panggilan kecil Zac untuk Audrey. Pria itu duduk di sisi tempat tidur, masih dengan stelah kerja lengkap."Mau apa kau kemari?" Tanya Audrey. "Kenapa kau menangis?" Zac menghapus air mata di wajah Audrey. Audrey menggeleng dan menjauhkan wajahnya."Tak apa. Aku hanya rindu pada kedua orangtuaku." "Kau kenapa, Audy? Apa aku salah padamu?" Tatapnya sedih. "Maksudmu?" "Kau tidak datang ke acara makan malam kami, padahal...Aku dan Ashley sedang membicarakan masalah pernikahan. Kau juga tidak mengangkat telponku." Zac menggenggam kedua tangan Audrey. Audrey hanya bisa memutar bola matanya dengan kesal. Kapan pria ini sadar bahwa ia tengah menghindarinya."Zac, aku tidak ingin membahas apapun. Maafkan aku tidak bisa hadir. Aku pulang larut malam waktu itu karena anak-anak meminta kelas tambahan." Zac memerhatikan wajah Audrey. Rambut wanita itu terlihat berantakan."Kau terlihat pucat. Kata Bibi Kau pulang terlambat. Kenapa tidak menghubungiku, Audy." Audrey hanya bisa tersenyum kecut. Andaikan ia tidak berama Ashley, itu pasti sudah ia lakukan. Kepalanya mulai terasa pusing."Zac, kepalaku pusing. Aku ingin istirahat." Zac mengangguk, ia naik ke atas tempat tidur, duduk bersandar. Audrey memandang Zac dengan heran."Kamu mau apa?" "Sini. Tidur di pangkuan aku," panggilnya sambil menepuk pahanya. "Zac...." "Audy, Kemarilah," katanya dengan memaksa. Audrey menurut saja. Ia tak pernah bisa menolak perintah Zac selagi pria itu ada di depan matanya. Ia meletakkan kepalanya di paha Zac, lalu ia merasakan sentuhan tangan Zac di rambutnya. "Zac...apa kau mencintai Ashley?" Tanya Audrey. Hatinya terasa berdenyut saat melontarkan pertanyaan itu. "Ya. Tentu saja. Dia wanita yang sempurna untukku," jawab Zac dengan yakin. Audrey tersenyum kecut. Ia pun kembali sadar, bahwa ia dan Ashley tak pantas dibandingkan. Tentu Ashley jauh lebih baik daripada dirinya."Semoga pernikahan kalian berjalan dengan lancar." "Tentu saja semuanya akan lancar kalau kau ada di sana, Audy." "Aku akan datang, Zac," balas Audy. "Ya. Jika kau tak datang, maka aku tak akan menikah," ucapnya sambil terus mengusap puncak kepala Audrey. Dua insan manusia itu bercerita sepanjang malam. Mengenang masa kecil mereka. Audrey terlihat bahagia, karena Zac ada di sampingnya.  Tapi, ia harus tau diri bahwa Zac hanyalah sekedar teman. Ia harus menerima kenyataan, bahwa Pria itu akan menikah dengan orang lain. ** Suasana hati Audrey membaik karena kehadiran Zac semalam. Pagi ini ia sudah sangat bersemangat untuk pergi mengajar. "Kau terlihat sangat senang, Audrey," sapa Bibi Eve saat Audrey menarik kursi untuk makan. "Ya...Aku memang harus terlihat sangat senang,Bi. Lagipula kenapa aku harus bersedih," balas Audrey sambil mengolesi rotinya. "Aku tau yang membuatmu tersenyum lagi adalah Zac, oleh karena itu aku memanggilnya semalam. Benar,kan...sekarang kau begitu bahagia." Bibi Eve tersenyum. Audrey terdiam sejenak."Terima kasih, Bi." Bibi Eve tersenyum."Baiklah. Habiskan sarapanmu segera dan pergi bekerja." Audrey mengangguk. Ia menghabiskan sarapannya dengan cepat. Lalu pergi ke tempat ia mengajar seperti biasa. Entah perasaan apa yang kini membuat moodnya tiba-tiba berubah ketika sampai di koridor. Tiba-tiba ia ingin menoleh ke belakang. Tubuhnya membatu menatap pria di sana. "Good Morning, Miss Brown. Kau sangat cantik pagi ini," puji Adam sambil memamerkan senyum memikatnya. Audrey melipat kedua tangannya di d**a. Kini pikirannya melayang pada kejadian semalam."Pergilah ke kelasmu, Adam." Pria itu malah tersenyum saja, membuat Audrey salah tingkah. Ia mengabaikan pria gila itu begitu saja dan berjalan menuju kelas. Tapi, sepertinya Adam tengah mengikutinya. "Adam Evans! Kenapa kau mengikuti ku?" Protes Audrey. Adam memasang wajah dinginnya. Dalam sekejap mata, pria itu mampu berubah seperti super Hero."Miss Brown, kau mengajar di kelasku pagi ini. Tentu...kita akan berjalan dalam arah yang sama. Aku sama sekali tidak mengikutinmu." Kemudian Adam berjalan mendahului Audrey karena kelasnya susah berada di depan mata. Audrey menarik napas perlahan, lalu membuangnya perlahan. Ia mengelus d**a sebentar kemudian masuk ke kelas. Sepanjang jam belajar berlangsung, Audrey tak fokus karena terus mendapat tatapan tajam dari Adam. Audrey takut karena tatapan itu seolah-olah ingin membunuhnya. Jam mata kuliah berakhir. Audrey bernapas lega karena ia sudah melewati masa-masa tak menyenangkan ini. "Miss, ada kelas tambahan kan?" Nicole mengingatkan. Gerakan Audrey terhenti. Ia batu teringat bahwa ia berjanji akan memberikan kelas tambahan setelah mata kuliahnya berakhir."Apa setelah ini kalian ada kelas?" "Tidak, Miss," jawab mereka serentak. "Ba...baiklah, untuk yang mengikuti kelas tambahan silahkan tinggal di tempat. Yang lain silahkan keluar." Audrey meneguk salivanya. Ia baru teringat kalau Adam juga mengikuti kelas tambahan. Terdengar suara gesekan kaki mahasiswa di lantai, mereka berpindah ke bangku paling depan agar lebih jelas mendengarkan penjelasan dari sang Dosen. "Hei, Honey...kenapa kau masih di sana. Kemarilah!" Panggil Michele pada Adam. Audrey mematung, melayangkan pandangannya pada Adam."Kalian pacaran?"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD