Bab 2.A

1206 Words
Riana memaki dirinya sendiri ketika sadar jika Geo bukan orang biasa. Ia juga mengumpat kecil karena lupa akan jabatan yang Geo punya. Ya Tuhan! Untung saja Chandra segera menariknya ke dalam salah satu kamar hotel yang memang dipesan khusus untuk dirinya. "What the! Ck! Mata lo burem apa gimana, sih?! Lo tau, kan, ini itu acara besar buat lo? Dan lo ke sini tanpa make up?! Lo bercanda?!" Riana masih terdiam dengan mata yang tertutup menahan malu. Sedari ia turun dari mobil, Chandra sudah memarahinya dengan kata-kata yang sama. Bahkan ketika dirinya dan juga Chandra melewati beberapa tamu untuk ke kamar, bisik-bisik dari orang lain sangat menusuk. Mengatai dirinya dengan berbagai macam hinaan. "Ana lupa." "Apa yang lo lupa?! Astaga!" Chandra mengobrak-abrik tasnya dan segera mengeluarkan alat-alat yang ia butuhkan sekarang. Untung saja Chandra sempat membawa riasan wajah karena merasa ada yang aneh. Terima kasih Tuhan atas kepekaan hatinya ketika Riana kembali jatuh. "Mana muka, lo? Sini, gua dandanin dulu. Tapi gak bisa cantik, ya?" Riana masih memejamkan mata seraya mengangguk. Mengangkat kepalanya menghadap Chandra yang lagi-lagi berdecak. Bukan, bukan karena kesal dengan kebodohan Riana. Melainkan kebingungan. Ia harus memoles wajah Riana bagian mana? Wajah gadis itu tampak sempurna tanpa polesan sedikitpun. Hidung mancung, alis terbentuk dan bulu mata lentik. Mana yang harus Chandra tutupi agar terlihat menarik?! Bahkan bekas jerawat saja Riana tak punya. Sehebat itu memang pekerjaan Riana. Bisa mengubah wajah Riana yang memang cantik sedari dulu menjadi semakin cantik. Perbedaannya, jika sebelum menjadi model, wajah Riana masih terdapat sedikit bekas jerawat. Tapi sekarang? "Cacan kenapa?" "Gua gak tau apa yang harus gua tempelin di muka lo, Na. Udahlah, gak usah pake riasan segala!" Decak Chandra mulai kesal. "Gak bisa gitu, dong! Kan Cacan sendiri yang tarik Ana ke sini. Tadi juga banyak yang ngomongin Ana. Ana malu," ujar Riana seraya menunduk. Chandra menghela napas lalu mulai memberikan sedikit cusion ke wajah Riana. Sepertinya jika ia menaruh foundation, Riana akan semakin cantik. Tidak boleh! Riana harus cantiknya nanti saja. Kalau mau nikah. "Lo beneran cantik banget, Na. Kalau gua jadi cowok, kayanya dari dulu gua lamar lo." Riana terkekeh kecil mendengar ucapan melantur Chandra. Wanita itu masih sibuk memoles berbagai macam riasan sebelum akhirnya memberikan sedikit warna pada bibir tipis menggoda Riana. "Selesai!" Ujar Chandra bahagia. Ia segera mengangkat tubuh Riana agar bangkit dan menghadap kaca besar. Memperlihatkan bagaimana cantik dan anggunnya gadis itu saat ini. Gaun itu sangat pas dan sedikit memperlihatkan lekuk tubuhnya yang terawat. Lalu wajah yang diberi riasan natural semakin membuat Riana terlihat memukau. Chandra saja yang notabenenya teman gadis itu sampai terperangah sebentar.  Walau sering melihat Riana memakai gaun, tetap saja berbeda auranya. Riana terlihat sangat segar. "Lo bener-bener perfect! Bagi dikit dong, cantiknya, Na," goda Chandra seraya mengelus kepala Riana. "Ya kali bisa, Chan." Keduanya tertawa bersamaan. Sebelum akhirnya suara ketukan pintu membuat Riana dan Chandra terlonjak kaget. Segera mereka membereskan semuanya. Riana lalu membuka pintu dan betapa terkejutnya ia menemukan seorang perempuan rapi dengan khimar panjangnya. Berdiri seraya tersenyum padanya. Yang mau tak mau Rianapun membalas senyumannya. "Ada apa, bu?" Tanya Riana lembut. "Masyaallah! Anak itu bener-bener gak pernah bisa diandelin!" Gumam wanita itu kecil yang masih bisa didengar Riana. Riana jelas langsung mengernyit keningnya heran. "Ya?" Tanya Riana. "Eh, bukan kamu. Emm, kamu Riana?" Riana memiringkan kepalanya sedikit dan memastikan bahwa wanita ini benar-benar memanggil namanya tadi sebelum akhirnya mengangguk. Mata Riana yang sejak tadi fokus pada wanita ini teralihkan ketika wanita itu mengangkat tangannya dan memperlihatkan gamis yang tampak seperti gaun menjuntai indah. Sebentar.. warna dan motifnya sama dengan gaun yang ia pakai. Jangan bilang kalau wanita ini adalah CALON MERTUANYA?! "Saya Mama Geo. Sudah siap?" Seakan paham dengan apa yang Riana pikirkan wanita itu mengutarakan siapa dirinya. Dengan kikuk Riana menunduk malu dan segera mengambil tangan kanan wanita itu yang sempat dipakai untuk mengusap bahunya. "Maaf, Tante.. Ana gak tau. Udah, Ana usah siap." Disia tersenyum dan mengusap sekali rambut Riana yang terurai rapi. "Ayo, ke bawah! Yang lain udah nunggu." *** "Saya, Geofan Abrani meminta izin untuk meminang putri anda sebagaimana sudah saya utarakan kemarin malam. Saya tidak memiliki janji maupun penghargaan yang bisa saya banggakan saat ini. Tapi saya memiliki hati untuk mencintai Riana. Meminangnya segera dan melengkapi agama saya maupun Riana. Maka dari itu, bolehkah saya menikahi Riana Anggara, yang tak lain putri anda, Tuan?" Riana menunduk. Kehangatan menyerang dadanya. Baru saja ia turun dan berdiri di sebelah Geo, lelaki ini sudah menyambar mic pambawa acara. Lalu mengutarakan semuanya. Seakan mempercepat acara ini agar tak ada lagi pertanyaan-pertanyaan yang muncul. "Ya. Saya mengizinkan." Riana mengangkat kepalanya dan menatap KenanㅡPapanya yang kini tersenyum menatap Geo. Memberikan kesempatan pada lelaki itu agar membahagiakan putri satu-satunya. Entah memang seharusnya seperti ini atau hanya Riana saja yang merasakan. Senyuman Papanya membuat ia mengeluarkan air mata. Apalagi ketika lelaki itu semakin melebarkan senyuman saat melihatnya. "Kalau begitu, bisa Om datang kemari dan sematkan cincin ini ke jari Riana?" Tanya Geo dengan tangan yang masih memegang mic. Memperbesar suaranya agar terdengar pada orang-orang yang ada di dalam gedung hotel. Semua orang di sana seketika berbisik-bisik. Ada juga yang bertanya kenapa tiba-tiba kumpulan acara yang dibacakan MC berbeda dengan yang diutarakan Geo? "Karena belum sepantasnya saya memegang lengan Riana maupun jemarinya. Kami belum terikat hubungan sakral yang di mana akan menimbulkan satu hal yang jelas tak kami inginkan. Jadi, bisa Om membantu saya menyematkannya?" Riana memejamkan matanya dan terisak kecil. Tak menyangka jika Geo akan berlaku semanis ini. Tangannya bahkan gemetar kecil. Untung saja lagu menyejukkan sedari tadi melantun indah. Membuat tangisannya tak terdengar. Dan ketika Kenan akan bangkit, Erlan lebih dulu berdiri. Berjalan ke arah panggung dengan wajah tegas serta tatapan tajamnya pada Geo di sana. Napasnya terasa berat karena masih marah dengan apa yang baru saja Adiknya terima. Ia sangat yakin ada sesuatu yang terjadi di sini. Bukan tentang cinta pandangan pertama, atau tentang cinta masa kecil. Cih! Erlan tak percaya hal itu. Ia segera berdiri di sebelah Riana dan memegang lengan adiknya yang mendingin. "Saya yang akan menggantikan Papa berdiri di sini. Saya, Erlan Anggara. Kakak kandung Riana." Baru akan membuka mulut, Geo kembali mengatupnya ketika Erlan kembali bicara. "Ini adalah acara yang dinanti Adik saya. Maka dari itu, izinkan saya yang memakaikan cincinnya." Menghela napas berat, Geo mau tak mau mengangguk. Dan tak lama di sebelahnya ada Papanya. Membantunya memasangkan cincin yang baru saja Riana berikan padanya. Begitupun Erlan pada Riana. Memasangkan cincin pada jari manis Riana setelah mengambil benda bulat itu dari tangan Geo. Riana dan Geo saling menatap beberapa saat sebelum akhirnya mata itu saling berpaling. Pipi mereka sama-sama merona. Apalagi Riana. Gadis itu bahkan sampai malu-malu. Tangannya lebih dingin dari sebelumnya ketika Geo menatapnya lagi seraya tersenyum kecil. Senyum yang seharusnya Riana paham bukan senyuman tulus akan acara ini yang berjalan lancar dan Papanya yang menerima. Melainkan senyuman perjanjian di antara mereka. Tapi untuk saat ini, Geo biarkan gadis itu bahagia dengan acara yang ia buat. Di hari kemudian, maaf, ia tak bisa melakukan hal itu lagi. Dan Riana harus ingat bahwa semuanya tak mudah. "Boleh foto dulu untuk dokumentasinya?" Riana mendongkak dan menatap juru kamera yang berada 6 meter dari mereka. Riana mengangguk kecil dan menatap Geo yang ternyata juga tersenyum melihatnya. Lalu mengangguk seraya merapatkan tubuhnya dengan Riana. Hanya tersisa satu jengkal, maka mereka akan benar-benar menempel. "Terima kasih."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD