2. Rasa Sayang

1705 Words
*** “MOMMY!” Vierra berlari dengan sudut bibir yang mengembang membentuk senyuman cantik yang seperti biasanya ia tunjukkan untuk orang-orang sekitarnya. Gadis cantik itu menghampiri ibunya dengan mata berbinar bahagia. Mega yang terlihat lelah sebelumnya, kini malah merentangkan tangan untuk menyambut hangat putrinya dengan wajah yang kembali berseri-seri. Vierra berhambur memeluk tubuh Mega dengan amat erat. “Rara rindu Mommy,” aku Vierra dengan suara yang teredam pelukan eratnya. Alex yang mendengar seruan Vierra terkekeh mendengarnya. Pria berusia 45 tahun itu mengusap lembut pucuk kepala Vierra dengan sayang. “Sepertinya Daddy tidak dianggap di sini,” ucap Alex setelah berdeham pelan untuk menyadarkan istri dan putrinya itu. Dan benar saja, Vierra dengan cepat segera melepas pelukannya pada sang ibu dan bergegas mendekati sang ayah yang terlihat merajuk. Alex lebih dulu menghempaskan tubuh lelahnya di sofa ruang tamu dan menjalankan aksinya yang pura-pura merajuk kesal. “Apa Daddy marah?” tanya Vierra dengan duduk di sebelah Alex sembari bergelayut manja di lengan ayahnya itu. Wajah Vierra yang menatap Alex dengan memelas membuat aksi jahil Alex menjadi gagal seketika. Pria paruh baya itu tertawa pelan dan mengelus pucuk kepala Vierra dengan penuh sayang. Tak cukup hanya dengan usapan saja, Alex memilih untuk mengecup kening putri kesayangannya ini. “Tidak, Dad hanya cemburu saja.” Mega melotot menatap suaminya itu yang malah disambut tawa oleh Alex. “Bukan cemburu karena putriku merebut perhatianmu dariku, Sayang. Aku cemburu karena Rara mengatakan hanya merindukanmu,” jelas Alex pada istrinya itu. Vierra terkekeh geli, sementara Mega menggelengkan kepalanya tak menyangka atas sikap suaminya itu. “Dad dan Mom mau minum apa? Rara akan siapkan spesial dari tangan Rara sendiri untuk kalian,” ucap Vierra dengan senyum manisnya. Wajah gadis itu berseri-seri seolah menunjukkan jika ia adalah gadis yang paling bahagia di dunia ini. “Apapun asal itu buatanmu, Sayang.” Vierra mengangguk saat mendengar ucapan ayahnya. Gadis itu pamit menuju dapur untuk menyiapkan minumnya. “Dia sudah tumbuh dengan baik, Meg.” Mega menatap Alex dengan tatapan teduhnya. Wanita itu mengangguk pelan sembari menatap punggung Vierra yang terlihat sedang asik dengan kegiatannya. “Ya, gadis itu tumbuh dengan sangat cepat.” Tanpa keduanya sadari, Sean yang baru saja mendekat mendengar pembicaraan kedua orang tuanya. Pria itu ikut menatap Vierra dengan senyum tipisnya. Entah berapa kali rasa syukur yang harus ia ucapkan pada Tuhan karena telah menghadirkan sosok Vierra dalam kehidupan keluarganya. “Dia adalah mutiara yang berhasil kalian bebaskan dari dekapan lumpur kotor. Terima kasih, Dad, Mom.” Mega dan Alex terkejut karena mendengar ucapan Sean yang tiba-tiba ada diantara mereka. “Kemari kau, anak nakal!” kesal Mega. Sean terkekeh pelan dan berjalan mendekat pada sang ibu. Pria itu mendapatkan cubitan kecil di lengannya. Mega menarik tubuh Sean agar duduk diantara dirinya dan Alex. “Bagaimana dengan Vierra?” tanya Mega dengan tiba-tiba. Alex menatap kaget istrinya, sementara Sean menghela napas kasar. Ia menatap ibunya dengan tatapan intens. “Sudah aku katakan sejak lama, Mom. Aku dan Vierra hanya sebatas adik dan kakak. Aku tidak menaruh rasa apapun padanya kecuali rasa sayang kakak pada adiknya. Berhentilah memaksaku demi tujuan kalian, aku tidak suka.” Tiba-tiba suasana ketiganya menjadi canggung karena penjelasan dari Sean. Mega hendak kembali berbicara, namun terhenti saat suara Vierra menginterupsi mereka. “Selesai. Minumlah yang banyak, Dad, Mom. Dan ini cemilannya, selamat menikmati.” Vierra tersenyum amat cerah. Sean yang awalnya sempat takut Vierra mendengar pembahasan mereka menjadi lega seketika saat melihat senyum itu. Bukankah berarti Vierra tak mendengarnya barusan? Syukurlah. “Rara ingin perut Mommy kembung dengan minum air banyak-banyak? Dan membuat Mom terlihat jelek karena perut membesar?” canda Mega sembari tertawa kecil. Berbeda dengan Mega yang tertawa kecil, Vierra malah tertawa keras hingga sudut matanya terlihat berair. Gadis itu mengusap sudut matanya dan menatap ibunya kembali. “Maafkan Rara yang tertawa terlalu keras, Mom. Demi apapun, Mom akan terlihat tetap cantik walau bagaimanapun bentuk tubuhmu. Benarkan, Dad?” tanya Vierra sembari mengedipkan matanya pada sang ayah. “Tentu saja,” ucap Alex sembari terkekeh. Disaat ketiganya sedang asik memakan cemilan serta meminum jus buatan Vierra, gadis itu undur diri untuk menuju kamarnya dengan alasan ingin mandi lebih dulu. Kaki Vierra melangkah gontai menaiki tangga tanpa diketahui mereka. Wajah ceria gadis itu berubah menjadi murung. Saat tiba di lantai atas, tepatnya di depan pintu kamarnya, Vierra menyempatkan diri untuk melihat ke lantai bawah dimana Sean dan kedua orang tuanya tengah bercanda tawa bersama. Vierra mengangkat tangan kanannya dan meletakkannya di area jantung. Melihat tawa Sean membuat denyutan nyeri di jantungnya. Dan tanpa diduga, Sean mendongak menatap pada Vierra yang sejak tadi memperhatikan. Pria itu tersenyum manis dan dibalas tak kalah manis oleh Vierra. Vierra memasuki kamarnya. Gadis itu mengunci pintu kamarnya dan saat itu pula tubuhnya merosot hingga berjongkok di depan pintu. Gadis itu terisak sembari memukul dadanya kuat. “Sudah aku katakan sejak lama, Mom. Aku dan Vierra hanya sebatas adik dan kakak. Aku tidak menaruh rasa apapun padanya kecuali rasa sayang kakak pada adiknya. Berhentilah memaksaku demi tujuan kalian, aku tidak suka.” Kalimat menyakitkan yang Sean ucapkan membuat tubuh Vierra seolah mati rasa. Gadis itu meremas area jantungnya berharap denyutan menyakitkan itu berhenti. Bukannya mereda, Vierra semakin terisak. “Apa tidak ada kesempatan, Kak?” gumam Vierra dengan lelehan air matanya yang membasahi pipi gadis itu. “Aku menyukaimu sejak lama. Lima tahun, aku sudah selama itu menyukaimu tapi kenapa kau tak memiliki rasa yang sama sedikitpun?” lirih Vierra. Gadis itu menghapus kasar air matanya dan berjalan menuju kamar mandi untuk memulihkan kondisi hatinya. Berendam sepertinya adalah hal yang cukup baik dilakukan. Vierra mengisi bathup dengan air hangat, lalu gadis itu melepas seluruh pakaiannya dan digantikan kain tipis yang biasanya ia gunakan jika ingin mandi. Vierra tipe orang yang tidak suka mandi tanpa busana sehelai pun. Saat ujung kakinya menyentuh air hangat itu, tubuhnya sempat rileks sejenak. Perlahan namun pasti, akhirnya seluruh tubuh Vierra telah terendam dan hanya menyisakan kepalanya saja. Gadis itu mulai mencari posisi nyaman dan mengatur emosinya yang bergejolak. Matanya perlahan terpejam guna menikmati harum bunga lavender dan lilin terapi di sekitarnya. “Vierra." “Vierra.” “VIERRA!” Tiba-tiba tubuh Vierra terasa melayang dan dengan refleks gadis itu memeluk leher orang yang menggendongnya. Vierra belum sadar seratus persen dari tidurnya. Gadis itu menatap samar wajah Sean yang terlihat panik. Dan apa ini? Vierra merasakan tubuhnya basah. Saat Vierra menatap ke arah bawah, ternyata dia tertidur di dalam bathup itu. Hingga saat matanya tanpa sengaja menatap kakinya sendiri, ternyata sudah terlihat mengkerut karena terlalu lama dalam air. Vierra beralih menatap di balik punggung Sean yang menampakkan kedua orang tuanya yang juga tengah khawatir. “Apa yang kau lakukan, hah?!” tanya Sean kesal dan membawa gadis itu menuju ranjang. Vierra menolak karena kain yang ia gunakan masih basah dan jika ia duduk di ranjang, tentu saja itu akan membuat ranjangnya basah. “Kak-” “Jangan membantah, Vierra.” Dan akhirnya yang bisa Vierra lakukan hanya diam saja menerima seluruh perlakuan kakaknya itu. “Apa yang kau pikirkan hingga bisa tertidur di dalam bathup, Nak?” tanya Mega khawatir. Wanita paruh baya itu menggenggam jari pucat Vierra yang dingin dan mengkerut. “Entahlah, Mom. Rara tadi mengantuk dan hanya ingin memejamkan mata sejenak, tapi tidak disangka akan tertidur,” jelas Vierra lemah. Tubuhnya mulai kedinginan karena suhu AC di kamar itu. “Kalian keluarlah, biarkan Mom yang membantu Vierra mengganti pakaian.” Di saat Alex dan Sean keluar dari kamar itu, Mega dengan gesit melepaskan kain yang melekat di tubuh Vierra sebelum putrinya itu semakin kedinginan nantinya. Dengan amat telaten Mega membantu Vierra memakai pakaian dalam hingga ke piyama tidurnya. “Tidurlah, sepertinya kau cukup kelelahan, Nak. Jika suhu AC terlalu dingin, kau bisa mematikannya atau mengubah menjadi lebih hangat.” Vierra mengangguk lemah dengan mata yang perlahan sayu kembali hendak tidur. “Istirahat yang cukup, Sayang. Mom dan lainnya mencintaimu.” Mega mengecup kening Vierra sebelum menyelimuti tubuh Vierra sampai bagian d**a dan pergi meninggalkan kamar gadis itu. Saat pintu tertutup rapat, mata Vierra kembali terbuka. Matanya menatap pintu itu dengan tatapan tak bisa diartikan. “Mom bohong. Kak Sean tidak mencintaiku.” *** “Bagaimana, Vierra?” tanya Alex saat istrinya keluar dari kamar putri mereka. “Tidak masalah, semuanya baik-baik saja.” Alex dan Sean menghela napas lega. Keduanya tampak khawatir dengan keadaan Vierra, untung saja mereka tadi merasa janggal dengan waktu yang Vierra habiskan hanya untuk mandi. Dan benar saja, selama 2 jam tak melihat tanda-tanda Vierra keluar kamar, mereka akhirnya mencoba mengetuk kamar gadis itu dan tak mendapat balasan. Setelah mereka membukanya dengan kunci cadangan yang dipegang kepala pelayan di mansion itu, barulah mereka sadar bahwa Vierra tertidur di dalam bathup yang terisi air. “Ayo bicara di bawah, Vierra sedang istirahat jadi kita tidak bisa mengganggunya,” ucap Mega dan berjalan turun menuju lantai dasar, tepatnya menuju ruang keluarga. Setelah ketiganya berkumpul di ruang keluarga, Mega menghela napas kasar dan menatap serius pada Sean. “Apa yang kau lakukan selama ini, Sean? Kenapa bisa adikmu kelelahan, kau malah tidak tau?” ucap Mega dengan tatapan tajamnya. “Aku tidak tahu, Mom. Vierra selalu bersikap biasa saja, bahkan kalian juga tidak sadar bahwa Vierra sedang kelelahan barusan. Gadis itu pintar menyembunyikan rasanya, Mom.” Mega terdiam. Wanita itu menghembuskan napas gusar. “Mom hanya ingin kejadian ini tidak terulang lagi, mengerti?” ucap Mega. “Ya, Mom.” Sean menunduk penuh rasa bersalah karena tidak mengetahui kesulitan adiknya hingga merasa kelelahan seperti itu. “Sekarang ada baiknya kau tidur, besok Dad dan Mom ingin ke perusahaan untuk melihat perkembangannya sejauh mana,” ucap Alex. Sean mengangguk dan permisi untuk menuju lantai atas, kamarnya yang berada di sebelah kamar Vierra. Saat tiba di depan pintu kamarnya, Sean menyempatkan dirinya untuk melihat Vierra terlebih dahulu. Pria itu membuka kamar Vierra dan menjumpai adiknya yang tengah tertidur damai. Sean berjalan mendekat dan menatap lama pada wajah Vierra yang sedikit lebih baik dari sebelumnya. Pria itu merendahkan tubuhnya dan mengecup kening Vierra cukup lama. “Selamat tidur, My Princess.” Setelahnya barulah Sean kembali ke kamarnya. Bertepatan ketika pintu tertutup, mata Vierra kembali terbuka. Ia menatap lamat pada pintu itu. Dan senyuman tipis muncul di bibir tipis itu. “Selamat tidur, My King.” ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD