Usaha Yuna

1228 Words
Xander POV "Xander." seorang wanita cantik, elegant dan sexy menghampiriku. Untuk kategori wanita yang umurnya di akhir 30 an dia termasuk wanita yang terlihat awet muda. Rambut panjang bergelombang dengan make up tipis membuatnya terlihat sangat cantik. "Tumben kesini ada apa ?" tanyanya setelah duduk dikursi yang berada di hadapanku. "Gua butuh bantuan kak." "Seorang Albert Xander membutuhkan bantuan ?" tanyanya dengan nada tidak percaya sambil menaikan sebelah alisnya. Aku hanya bisa menghela nafas panjang karena sudah tau setelah ini kakak ku akan mulai meledekku habis-habisan. "Iya. Gua butuh bantuan. Lo mau nolongin gua gak ?" tanya ku ketus. "Uh.... kasian adik gua ? Cup... cup... cup... Sini-sini bilang sama kakak, Kak Sandra akan bantu. Adik kakak butuh apa ?" tanyanya dengan nada suara dibuat-buat sok prihatin. "Hm.... klo uang udah pasti gak mungkin kan ya, masa seorang Xander butuh uang ?" kata Sandra sambil berpura-pura berpikir. "Atau mungkin butuh pelukan ? Atau butuh wanita ? Hahahahaha gak mungkin banget klo lo butuh wanita. Lo kan bucin parah sama bini lo." ledeknya lagi, sambil mengambil gelas kopi aku dan meminumnya. "Ck! G butuh perempuan ka." kata gua dingin. Brupm!!!! "Ih...! Jorok banget sih." marah ku karena menerima semburan americano dari Sandra. Aku berdiri sambil mengibas-ngibaskan kemejaku yang basah terkena semburan. "Aduh... aduh... sorry... sorry." Sandra langsung bangkit dan menghampiriku. Dia mengangkat tangannya memanggil salah seorang staff nya untuk membersihkan kekacauan yang dia buat. "Ke ruangan gua aja yuk. Disana ada kemejanya Ello." Akhirnya aku mengikuti Sandra berjalan ke ruangannya. Sewaktu berjalan aku berpapasan dengan wanita yang tadi membuatkan aku kopi. Dia tersenyum ramah saat sadar aku sedang memperhatikannya. Aku yakin dia adalah wanita yang sama dengan yang di club. Tapi penampilannya benar-benar berbeda, atau mungkin memang dia berpenamilan seperti sekarang karena sedang bekerja. Tapi yang aneh adalah dia seperti tidak mengenalku. Dan sikapnya sangat berbeda dengan sewaktu kami bertemu di club yang seolah berusaha untuk menggodaku. "Ini." Aku merenung memikirkan wanita itu selama berjalan di koridor menuju ruangan kantor Sandra. Lamunan ku terhenti saat Sandra menyodorkan pakaian kehadapan ku. Sebuah kemeja putih yang ukurannya sama dengan ukuran tubuhku. Aku mengambil kemeja tersebut dari tangan Sandra dan menaruhnya di atas sandara sofa. "Lo udah bilang sama Bang Ello belom? Gua pinjem kemejanya ?" tanyaku sambil membuka kancing kemeja ku. "Gak perlu bilang, nanti klo lo udah gak pake kemejanya buang aja. Tar Ello gatel-gatel lagi make kemeja yang bekas lo pake." "Sialan lo." kata ku kesal sambil melempar kemeja kotor ku ke wajah Sandra. "Kampret! Mang muka gua tempat cucian kotor." marah Sandra dan melempar kembali kemeja itu kewajahku yang berhasil aku tangkap. Tok Tok Tok "Masuk." teriak Sandra saat mendengar suara ketukan pintu dari luar. Wanita tadi masuk dan membawakan kami minuman. Aku yang masih penasaran dengan wanita tersebut memperhatikannya dengan seksama. Wajah dan bentuk tubuhnya benar-benar sangat mirip. Hanya penampilannya saja yang berbeda. Dia memakai kacamata bulat yang menutupi mata indahnya, sementara perempuan yang berada di club tidak memakai kacamata. Tetapi warna bola mata mereka sama. Sama-sama berwarna abu-abu kebiruan, karena warna matanya yang unik aku jadi bisa mengingat wanita tersebut. "Woy! Udah kali ngeliatinnya, inget dirumah anak bini lagi nungguin." teriak Sandra membuyarkan pandangan ku ke arah wanita tadi. Wanita tersebut juga terkejut karena teriakan Sandra. Dia tersenyum canggung dan pamit keluar. "Yang nungguin anak gua doank. Bini gua lagi pergi. Gak tau kemana." "Lha. Dia curhat. Udah mending lo jelasin sama gua lo butuh perempuan buat apa ? Bukan buat lo jadiin bini ke dua kan ?" ledek Sandra lagi. "Ck! Bukan. Gua butuh perempuan yang bisa jadi ibu s**u buat Xavier." " Hah! Gimana ?" Sandra bingung dan terkejut. " Gua butuh orang yang mau jadi ibu s**u buat Xavier. Dan gua bakal bayar dia mahal." ulang ku lagi Ternyata saat ada orang lain yang mendengar pembicaraan kami. Aku sempat melihatnya dari pantulan kaca yang ada di dalam ruangan. "Mank bini lo ASI nya gak keluar ? Kasih Xavier s**u formula aja klo Natalie gak bisa nyusuin." "Natalie bukan gak bisa nyusuin. Tapi lebih tepatnya dia gak mau nyusuin Xavier karena takut sakit. Dan Xavier gak bisa di kasih s**u formula. Xavier alergi s**u sapi." terang ku. "Lho terus Xavier selama ini minum apa ?" "Gua beli ASI dari rumah sakit. Tapi gua gak sreg karena gua kan gak tau kondisi kesehatan orang itu seperti apa. Makanya gua butuh orang yang mau kerja sebagai pengasuh sekaligus ibu s**u buat Xavier, mumpung Xavier masih umur 2 bulan." "Memang susah yang klo punya istri model terkenal." sindir Sandra lagi. "Udah lo jadinya bisa bantu gua gak ?" potong ku. "Nanti gua coba cari-cari dulu. Tar gua kabarin klo udah ada." "Oke. Tapi inget gua gak mau orang yang sembarangan ya." kataku sambil menatap Sandra tajam. "Iya bawel. Pulang sono lo, gua mau balik kerja." "Ck! Dasar kakak gak punya rasa simpatik." gumam ku pelan. Tapi sepertinya masih bisa di dengar oleh Sandra, karena dia langsung memberiku tatapan maut. Xander POV end Malam harinya Aku teringat kata-kata yang tadi aku dengar di ruangan Bu Sandra. Tentang pria itu yang akan membayar mahal untuk orang yang mau dan bisa menjadi ibu s**u dari anaknya. "Apa aku harus mencoba nya. Jika memang dia berani membayar mahal berarti aku bisa dengan cepat mengumpulkan uang untuk operasi ayah. Tapi gimana caranya bisa mengeluarkan ASI. Aku kan belum pernah melahirkan." Lalu aku mencoba googling apakah ada cara menghasilkan ASI tanpa harus melahirkan terlebih dahulu. "Ternyata ada obat yang bisa merangsang hormon agar dapat menghasilkan ASI." Lalu setelah membaca beberapa cara untuk dapat menghasilkan ASI, aku mengambil cardigan ku untuk pergi ke apotik. ***** Saat selesai membeli apa yang aku butuhkan untuk menjalankan rencanaku aku berjalan untuk kembali kerumah. Dan tidak disangka aku bertemu dengan Zee yang ternyata mau mampir kerumah ku. "Yuna. Dari mana lo ?" sapa Zee saat aku baru membuka pintu pagar. Aku yang terkejut melihat kedatangannya dengan cepat menyembunyikan obat yang tadi aku beli kebelakang tubuhku. "Zee. A-aku dari be-beli obat." "Obat ? Lo sakit ? Atau bokap lo yang sakit ?" tanya Zee sambil menghampiriku dengan wajah khawatir. "Eng-enggak koq. Gua cu-cuma demam biasa." jawab ku takut dan berharap Zee tidak memeriksa kantong yang aku bawa. Zee langsung menempelkan punggung tangannya untuk memeriksa suhu tubuh ku. Dahinya langsung mengeryit saat merasakan suhu tubuhku yang normal, dan dia langsung menatap ku tajam. "Lo bohong ya sama gua ?" tanyanya dengan nada tidak menyenangkan. "Eng-ngak koq. Ta-tadi badan gua beneran sempet panas. Mungkin sekarang gak panas karena gua abis kena angin malam." Tapi Zee sepertinya tidak percaya dengan penjelasanku. Dia melirik ketangan yang aku sembunyikan di belakang tubuhku. Dan dengan cepat dia merampas kantong tersebut. Aku terkejut saat dia berhasil mengambil kantor itu dan langsung membuka isinya. Aku bisa melihat wajah dan matanya menjadi tegang saat melihat isi di dalam kantong tersebut. "Lo! Ngapain beli obat ini! Buat apa lo minum pil kontrasepsi dan obat pelancar ASI?! Apa yang lo sembunyiin dari gua Na?" Sepertinya Zee jadi salah paham karena obat-obatan itu. "Zee ini gak seperti apa yang lo pikirin. Gua bisa jelasin Zee." "Kalo gitu jelasin sekarang." Zee berkata dengan nada menuntut. "Masuk dulu. Gua bakal jelasin semua ke lo dikamar. Tapi gua mohon jangan ngomong apa-apa dulu ke bokap gua ya." aku menggenggam tangan Zee dan memberikan tatapan memohon. "Oke. Tapi lo gak boleh menyembunyikan apa pun dari gua." minta Zee dan aku mengangguk menyanggupi permintaan Zee. TBC
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD