Bab 4: Acuh

1258 Words
*** Setiap manusia memiliki kebenaran versi mereka masing-masing. Perbedaan pendapat tidak bisa dihindari oleh siapa pun. Begitu juga dengan Harold Arash. Bagaimana pun kerasnya usaha untuk menjauhi pertikaian. Tetap saja, pertikaian itu datang seperti hujan yang tidak pernah ia bayangkan terjadi dalam hidupnya. Harold Arash hanya mengatakan kebenaran versinya. Namun, kebenaran versi pria itu, berbanding terbalik dengan kebenaran versi saudara iparnya, Randy. Niat baik Harold tidak disambut baik. Parahnya, Harold justru mendapatkan pesan ancaman. Saat ini, Harold berusaha mengusir pikiran buruk mengenai ancaman itu. Dia pulang ke rumahnya setelah acara musik yang ia hadiri telah usai. Harold menyandarkan kepalanya di sandaran kursi mobil sembari menunggu mobil kerjanya sampai di rumahnya. "Apakah alprazolam untukku masih ada?" tanya Harold pada manajernya tanpa mengangkat kepala. Alprazolam adalah salah satu jenis obat tidur yang diresepkan dokter untuk Harold. Dua minggu sebelumnya, Harold konsultasi ke dokter soal masalah tidur yang ia alami. Dokter pun melakukan 'sleep study' atau metode yang digunakan dokter untuk mempelajari pola tidur pasiennya. Setelah dokter mengetahui hasil tes itu, dokter memberikan resep salah satu jenis obat tidur. Alprazolam bisa mengakibatkan ketergantungan jika terus dikonsumsi. Oleh karena itu, dokter menyarankan agar Harold tidak tergantung pada obat itu. Penggunaan alprazolam pun hanya untuk jangka pendek sekitar 7-10 hari. Harold tidak selalu mengonsumsi obat tidur itu sebab dokter memberitahu dampak yang akan dialami jika terus mengonsumsinya terlalu sering. Pola tidur Harold sebenarnya sudah membaik beberapa hari terakhir. Hanya saja, Harold merasa malam ini ia akan mengalami kesulitan tidur. Oleh karena itu, ia meminta alprazolam dari Raffi. Ya, Raffi yang menyimpan obat itu agar Harold tidak sembarangan memakainya. "Untuk apa obat itu? Maksudku bukankah sepuluh hari belakangan ini sudah tidak kamu gunakan. Apakah ada masalah berat, Harold?" "Aku rasa aku akan mengalami insomnia lagi. Aku butuh obat itu untuk istirahat. Hanya malam ini, Raffi." Harold berujar datar, tanpa melihat ke arah Raffi. Raffi menghela napas. Sebenarnya tidak mau memberikan obat tidur itu. Meskipun Harold sudah berada di bawah pengawasan dokter, Raffi tahu betul bahwa efek samping obat tidur lebih banyak dari manfaatnya. Dia ragu memberikan obat itu. Akan tetapi, di sisi lain Harold membutuhkannya. Raffi membuka tas miliknya. Lalu memberikan obat yang diinginkan Harold. "Ini," ujarnya. Harold mengambil obat itu kemudian memasukkan ke dalam saku jaketnya. Mobil mereka masih melaju, sampai tidak terasa mereka tiba di rumah mewah milik Harold. Akhirnya Harold sampai di rumah itu. Setelah keluar dari mobil, Harold tertegun sebentar. Dia menyadari bahwa seseorang baru saja sampai di rumahnya. Harold melihat mobil Randy terparkir di halaman depan rumahnya. Hubungan Harold dan Randy kurang baik sehingga Harold harus mengambil napas dalam-dalam ketika mendapati saudara iparnya ada di dalam rumah. Dia harus bersiap-siap menerima cacian dari kakak iparnya. "Harold, kami pergi dulu," pamit Raffi. Harold tidak berkata-kata apa-apa, tetapi ia melambaikan tangan sebagai tanda persetujuan. Mobil Raffi sudah menghilang saat Harold memasuki rumahnya. Lelaki itu melepas sepatu yang ia kenakan, lalu menaruhnya di rak sepatu. Sendal jepit warna merah ia kenakan, kemudian masuk ke dalam rumah. Di atas meja ruang tengah terdapat ponsel Randy tergeletak. Harold menoleh ke arah kamar yang pintunya terbuka di lantai atas, tempat Randy biasanya menginap di sana. Samar-samar Harold bisa melihat ada koper yang sedang dipegang Randy di atas sana. Tampaknya Randy sedang mengemas pakaian yang tersisa. Harold mencoba tidak peduli dengan melangkah masuk ke arah kamar anak-anaknya. Zul dan Zander ternyata sudah terlelap. Santi, ART di rumah itu sedang merapikan mainan Zul dan Zander. "Bapak sudah pulang? Sayang sekali, anak-anak sudah tidur," kata Santi menyesal. Wanita itu sedang memasukkan mainan robot transformer ke dalam keranjang mainan. "Iya. Habis beresin itu. Tolong bawakan saya air mineral ke kamar ya," perintah Harold. "Iya, Pak." Harold keluar dari kamar anak-anaknya. Bergegas menuju kamarnya, dan sialnya ia berpapasan dengan Randy. Kakak ipar Harold itu seperti biasa, melempar tatapan tidak senang padanya. Tatapan itu lebih mirip tatapan seseorang kepada musuhnya. "Aku menyia-nyiakan menit terakhirku di sini dengan bertemu penyanyi sombong sepertimu." Randy sampai menghentikan langkah-nya hanya untuk mengatakan kalimat tajam itu kepada Harold. Khadija yang ada di samping kakaknya langsung mengelus lengan kakaknya dan menenangkan sang kakak. "Sudah, Bang. Jangan memulai pertengkaran," bisik Khadija. Selain kepada kakaknya, Khadija juga menenangkan suaminya. "Mas Harold tidak usah membalas perkataan bang Randy ya. Mas Harold langsung masuk kamar saja ya," bisik Khadija. Harold memang lelah. Dia tidak boleh tersulut emosi. Jadi, ia memilih mengalah. "Baiklah... Aku tidak akan meladeni abangmu." "Kau lolos dariku karena adikmu," kata Harold yang mencoba menahan keinginan untuk berdebat panjang lebar. Dia ingin mengatakan banyak hal atas perbuatan buruk Randy. Akan tetapi ditahan olehnya. Harold meninggalkan Randy untuk menghindari pertengkaran dengan Randy. Sayangnya, walaupun sudah menjauh, Randy menyerukan sesuatu yang membuat Harold tidak senang. "Ingatlah, Harold. Semua harta yang kau miliki ini hanya titipan. Kau akan kehilangan semuanya cepat atau lambat!" Kalimat itu menempel di kepala Harold. Kata-kata itu terus terngiang di kepalanya sampai Randy benar-benar menghilang dari pandangan matanya. Memang benar bahwa setiap harta dan tahta yang kita miliki hanyalah sebuah titipan suatu saat akan diambil oleh sang Maha Pencipta. Perkataan Randy masih terngiang-ngiang meskipun Harold sudah berada di kamar. Pria itu merenung saat Santi datang membawakan air mineral pesanannya. Harold tidak menyadari kehadiran Santi, sampai pelayan itu mendekat padanya. "Minumannya sudah datang, Pak!" kata Santi sopan. "Taruh di atas meja saja ya." Santi menaruh minuman tersebut di atas meja, kemudian pamit keluar dari kamar itu. Harold mengambil napas. Dia merogoh saku jaketnya, sampai obat tidur pemberian Raffi ada di tangannya. Kedatangan Randy malam ini akan membuat tidurnya tidak nyenyak. Harold membutuhkan alprazolam saat ini. Obat tidur itu akan menenangkan otaknya yang tegang. Harold tidak langsung meminum obatnya. Dia masih menyempatkan diri membuka akun media sosialnya. Melihat-lihat video lucu sekenanya. Dia menginginkan satu alasan untuk tertawa. Menonton video lucu adalah salah satu alasannya. Harold terlalu sibuk menonton video dan tidak menyadari Khadija sudah masuk ke dalam kamar. "Aku tidak tahan melihat Mas Harold dan bang Randy bertengkar," ungkap Khadija. Harold menghentikan kegiatan menontonnya, lalu mendongak ke arah istrinya. Wajah Khadija muram. Tampak jelas ada emosi lelah tercetak di wajah wanita itu. "Bukan aku yang memulainya, Sayang. Aku selalu menginginkan perdamaian." Khadija tidak membalas karena ia tahu suaminya memang tidak bersalah dalam permasalahan ini. Wanita itu mengambil duduk di samping suaminya. Sempat menengok video yang terakhir ditonton suaminya. Khadija langsung menyunggingkan senyuman saat menonton video lucu di ponsel suaminya. "Suka videonya?" "Videonya lucu. Aku tidak tahu Mas Harold suka menonton video konyol seperti ini." Video yang Khadija tonton sekarang hanyalah video lipsing. Namun, ekspresi kreator video itu sangat menghibur. Memang cocok mencairkan suasana tegang yang terjadi di antara mereka. "Ya. Kadang-kadang aku suka menontonnya saat sedang merasa stres atau sedang tegang." Harold merangkul tubuh istrinya. Pria itu mencium harum parfum istrinya. Dia senang akhirnya bertemu lagi dengan istrinya. Satu jam tidak bertemu Khadija seperti satu hari. "Tunggu... Apa itu, Mas? Mas Harold konsumsi narkotika?" Khadija terperanjat saat tiba-tiba melihat obat yang ada di tangan suaminya. "Ini alprazolam. Rekomendasi dokter. Aku membutuhkan obat ini malam ini. Hanya malam ini. Kau tahu bahwa aku tidak selalu mengonsumsinya." Harold mengusap rambut istrinya. Dia berusaha mendapatkan pengertian dari istrinya. "Obat itu akan membuat kamu ketergantungan, Mas. Aku tidak mau kamu bergantung sama obat itu." Sebagai istri Khadija hanya ingin suaminya tetap sehat. Ada banyak efek samping dari obat tidur itu. Jadi, sebisa mungkin ia inginkan Harold menghindari obat tersebut. "Hanya malam ini," ulang Harold. Perhatian Khadija membuatnya tersentuh. Perasaan cinta dalam hatinya semakin tumbuh lebih banyak. Dia berharap takdir tidak memisahkan mereka. Harold memberikan hadiah kecupan di kening istrinya sebelum meminum. Obat tidur yang ada di tangannya. Semua akan baik-baik saja. . Instagram: Sastrabisu
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD