BAB 5: PERTENGKARAN SI KEMBAR

1687 Words
SELAMAT MEMBACA  ***  BRAK … Raja membuka kamar Rafa dengan keras, membuat Rafa yang tengah tertidur di kamar merasa terkejut. Raja berjalan cepat kearah Rafa yang tengah tidur diatas ranjang. Bugh …. Dengan keras Raja memukul wajah adik kembarnya itu. Kali ini kelakuan Rafa benar-benar keterlaluan. Jika kenakalannya selama ini masih bisa di toleransi, tapi kali ini tidak bisa. Bagaimana bisa Raja membiarkan kembarannya itu mempermainkan harga diri seorang perempuan untuk sebuah taruhan. Raja merasa marah bukan lagi kesal kepada Rafa, saat mendengar cerita dari Nawang ketika mereka didalam mobil menuju rumah Nawang tadi. Raja mengetahui alasan dan tujuan Nawang yang tiba-tiba mengaku sebagai pacarnya. Rafa menjadikan Nawang ajang taruhan dengan temannya dan itu melukai harga diri dan perasaan Nawang membuat Nawang berniat membalas kelakuan Rafa dan sekarang Raja pun terkena imbasnya dan ini semua bermula dari kelakuan Rafa. Rafa yang bangun tidur dengan tiba- tiba masih merasa linglung ditambah pukulan yang begitu keras dari Abang kembarnya samakin mmembuat linglung. “Kenapa Abang mukul aku, aku salah apa?” Rafa bangun dengan terhujung-huyung sambil mengusap sudut bibirnya yang berdarah. “Salah apa kamu bilang? Dimana otakmu Rafa. Kamu jadikan anak orang ajang taruhan. Kemana pikiranmu itu?” Raja berusaha kuat tidak memukul adiknya itu, meski sebenarnya Rafa masih membutuhkan sebuah pukulan agar otaknya kembali ketempat semula. “Siapa yang bilang?” “Nawang, dia pacarmu kan. Kamu jadikan bahan taruhan kan dia…” Raja berbicara dengan tajam pada Rafa, berusaha mengontrol emosinya. “Jadi dia sudah tau kalau aku ku jadihan bahan taruhan, pantas saja pagi tadi tiba-tiba ngajakin putus…” guman Rafa pelan namun jelas di dengar oleh Raja. “Jadi benar seperti itu!!??” “Cuma iseng-iseng Abang. Jangan berlebihan…” ucap Rafa pelan. Namun jawaban Rafa kembali menyulut emosi Raja. Bugh … Raja memukul wajah Rafa sekali lagi, membuat Rafa tersungkur dilantai. Lalu Raja menarik kerah baju yang dikenakan Rafa dengan keras. “Iseng-iseng kamu bilang. Dimana otakmu itu, apa kamu sadar apa yang kamu lakukan kepada Nawang itu melukai hatinya Rafa. Apa kamu tau kalau Giwa dan Bunda itu juga perempuan. Bagaimana kalau suatu saat ada laki-laki yang memperlakukan Bunda dan Giwa seperti kamu memperlakukan Nawang. Ingat Rafa, karma itu masih ada jangan macam-macam kamu!!” Raja benar-benar marah kali ini, apalagi melihat Rafa yang seolah-olah tidak merasa bersalah dengan apa yang dia lakukan. Iseng-iseng katanya, jelas-jelas kelakuannya itu telah merendahkan martabat seorang wanita. “Jadi Abang mukul aku cuma karena belain Nawang, di bayar apa Abang sama Nawang sampai Abang tega mukul aku demi dia.” Rafa menyentakkan tangan Raja hingga terlepas dari kerah bajunya. Raja yang mendapatkan sikap Rafa yang tidak menyadari kesalahannya justru semakin menjadi-jadi, membuat emosinya semakin tersulut. Bughh… Bughh … Bughh “Jadi sepertinya cara halus tidak bisa menyadarkan kamu Rafa, kamu harus di beri pelajaran agar otak mu jera.” Raja terus saja memukul adik kembarnya itu dengan brutal. Rafa jelas saja kalah telak dengan Abangnya. Abangnya seorang pasukan Khusus milik negara, tidak diragukan lagi kemampuan dan kekuatannya sedangkan Rafa hanya seorang pengusaha yang setiap harinya bergelut dengan kertas. Jika di duel kan tenaga, jelas Rafa kalah sekalah-kalahnya. Bugh… Bugh… Tiba -tiba cengkraman Raja terlepas. Raja terlempar kearah kanan sedangkan Rafa kearah kiri. Dita tiba-tiba saja sudah berdiri ditengah-tengah kedua putranya yang tengah bertengkar. “Apa yang kalian lakukan? Kalian mau sok jadi jagoan di rumah Bunda?” Dita menatap wajah kedua putranya itu dengan tajam. Raja hanya merasa sedikit nyeri di bawahnya akrena pukulan bundanya, namun Rafa menerima banyak luka di wajahnya akibat pukulan abangnya.  Dita tidak tau masalah apa yang terjadi diantara kedua putranya sampai-sampai mereka berkelahi seperti ini padahal pagi tadi semua masih baik-baik saja. Raja yang biasanya terlihat tenang dan penuh pertimbangan bisa memukul adiknya dengan brutal tanpa ampun. Raja dan Rafa tidak ada yang berani bersuara. Sehebat dan senakal apapun mereka, mereka tetaplah seorang anak kecil yang tidak berani berkutik jika bundanya marah. “Nggak ada yang berani bicara?” Dita kembali bertanya. Namun tak satupun yang membuka suara. Mereka hanya diam. “Ya ampun, ada apa ini?” Ana dan Arta masuk kedalam kamar Rafa di ikuti oleh Rehan dan Giwa yang penasaran karena mendengar rebut-ribut dan Dita yang berniat melihat apa yang terjadi tidak juga kembali. Tadi mereka sedang berkumpul di ruang tengah, saat terdengar suara ribut-ribut dari kamar Rafa. “Kenapa kalian berkelahi?” Rehan duduk di atas ranjang dengan santainya, sedangkan Rafa dan Raja yang menjadi terdakwaa hanya duduk menunduk patuh di lantai. Tidak ada yang bersuara. Dita yang merasa geram dengan sikap kedua putranya akhirnya mengambil sikap. Plak… Plak … “Kalau Ayah tanya itu di jawab. Kalian yang tadi sok jagoan, mana sekarang suaranya. Jangan kaya orang bodoh yang hanya menggunakan otot tanpa otak.” Dita kembali ingin menampar Raja dan Rafa, namun Rehan berhasil menahannya. “Tahan Be!” Mendengar teguran Rehan, Dita mengurungkan niatnya untuk memukul anak-anaknya lagi. “Siapa yang duluan memukul?” Rehan kembali menatap Raja dan Rafa bergantian. “Abang Yah,” jawab Raja dengan tegas tanpa ragu sedikitpun. Semua orang yang ada disana merasa terkejut. Masalah seperti apa yang membuat Raja yang tenang menjadi berutal. Rehan tau, pasti ini bukan masalah sepele. Jika sampai Raja memukul Rafa, pasti ada yang tidak beres disini. “Kalian mau cerita sama Ayah atau Bunda?” kali ini giliran Dita yang bertanya. Sudah sering kedua anaknya berselisih dan mereka pasti akan bercerita dengan salah satu orang tuanya. Rehan dan Dita bergantian menjadi penengah permasalahan keduanya. Namun kali ini sepertinya lebih serius dari sebelumnya karena Raja sampai menggunakan ototnya. “Ayah,” jawab Rafa pelan. Rafa sudah menerima amukan dari abangnya dan bisa dipastikan dia akan menerima kemarahan lagi dari Bundanya jika tau apa yang dia lakukan. Namun jika yang menengari masalah mereka adalah Ayahnya, akan beda ceritanya. Semarah apapun Ayahnya kepada mereka, Ayahnya tidak pernah memukul sekeras bundanya setidaknya itu akan lebih baik untuk sekarang pikir Rafa saat ini. “Kalian semua bisa keluar,” ucap Rehan dengan pelan. Mendengar ucapan Rehan, semua orang memilih keluar. Meninggalkan tiga orang laki-laki dengan permasalan yang belum mereka ketahui itu. “Jadi Bang kenapa kamu memukul adikmu?” Rehan lebih dulu bertanya, karena sejujurnya dia sudah sangat penasaran dengan permasalahn kedua putranya. “Rafa telah melecehkan harga diri seorang gadis, menjadikan Nawang taruhan Yah. Dia menjadikan anak gadis orang sebagai barang taruhan dengan temannya. Setelah dia menang dia berencana mencampakkan Nawang begitu saja,” jawab Raja dengan tegas. “Benar itu A’?” Rehan bergantian bertanya kepada Rafa. “Iya Yah,” jawab Rafa pelan. “Apa yang kamu dapatkan dari taruhan itu?” “Mobil merah itu Yah.” Rafa menjawab dengan pelan, kepalanya menunduk dalam-dalam. Dia sadar kali ini dia benar-benar salah. “Jadi mobil itu hasil taruhan, bukan kamu yang beli A’?” “Iya Yah.” “Apa kamu sudah tidak punya uang untuk membeli mobil sampai taruhan A’, apa kamu semiskin itu?” “Ini bukan masalah uang Yah, ini masalah kredibilitas A’a.” “Kredibilitas Apa? Kredibilitasmu sebagai playboy, iya?” Rafa hanya diam, dia tidak menjawab pertanyaan ayahnya. Namun Rehan sudah tau jawabannya dari sikap diamnya Rafa. “Lalu kenapa kamu yang marah Bang?” Rehan kembali menoleh ke arah Raja yang sejak tadi diam. Kemudian Raja menjelaskan semuanya yang terjadi. Sejak pertemuan salah fahamnya dengan Nawang di Mall, lalu sikap Bundanya yang terlihat penuh harap dan kejadian di rumah Nawang tentang pembicaraan Raja dengan Ayah Nawang. Rehan yang mendengan penjelasan Raja, hanya bisa menggeleng pelan menatap Rafa. “Kamu ini salah A’. Tidak ada yang meragukan kamu. Kamu dan Abang, kalian itu putra Ayah yang tampan, kalian juga memiliki tahta yang tinggi. Kalian garis keturunan keluarga Collin, Ayah yakin banyak perempuan yang menyukai kalian, Ayah yakin tidak akan ada perempuan yang berpaling jika dihadapkan dengan kalian. Untuk apa lagi kamu melakukan taruhan hanya untuk sebuah pembuktian. Itu salah, kamu melukai perasaan anak gadis orang. Apa kamu tau perasaan ayahnya jika tau anak gadisnya kamu permainkan. Kalau Giwa yang menjadi perempuan itu, Ayah pasti akan habisi kamu. Karena tidak akan ada seorang Ayah yang mau putrinya di lecehkan dan disakiti. Apa kamu juga berfikir kalau Bunda dan Giwa itu perempuan, apa kamu tidak pernah takut karma akan berbalik ke mereka.” Rehan menasehati Rafa dengan pelan. “Iya A’a salah Yah. A’a cuma penasaran sama dia Yah, itu itu beda. Dia sama sekali tidak menoleh ke A’a, sikapnya cuek dan lagi ayahnya keras. A’a merasa tertantang Yah.” “Apa kamu tau, kalau akibat dari kelakuanmu itu menyeret Abang kesebuah masalah?” “Maaf…” ucap Rafa lirih. “Ayah akan bicara baik-baik sama Bunda, kalau ini cuma salah faham Bang. Ayah akan bicara dengan Bunda tentang kamu dan Nawang.” “Jangan Yah! Abang sudah berjanji pada ayah Nawang, ini sudah tidak sesederhana itu Yah.” Rehan hanya memebuang nafasnya dengan pelan. “Ayah pernah marah sama Bunda, karena dia pergi balapan diam-diam. Sampai akhirnya kecelakaan dan kalian lahir dengan premature. Ayah marah, tapi ayah berusaha bertahan tidak menghakimi Bunda, Ayah yakin itu adalah takdir tuhan dan cara tuhan mempertemukan Ayah dengan kalian. Pada akhirnya Ayah bisa menerima semuanya, Ayah memaafkan Bunda. Ayah mensyukuri setelah semuanya berlalu. Ayah percaya itu takdir dari tuhan yang harus Ayah jalani. Jadi kalau Ayah boleh memberi saran, laksanakan janjimu pada ayahnya Nawang Bang. Kalian bisa berteman dulu mulai sekarang, mungkin saja di jodohmu. Tuhan membuatkan jalan melalui Rafa dan kejadian ini. Tidak ada salahnya kan Bang coba mengenal Nawang?” “Iya Ayah.” Jawab Raja mantap. “Dan kamu A’ jangan lakukan kesalahan yang sama. Minta maaf nanti sama Nawang, meskipun kalian mengawali sebuah hubungan dengan niat tidak baik. Tapi, tolong akhiri sebuah hubungan dengan cara baik-baik. Jika tuhan menghendaki mungkin dia akan menjadi iparmu.” “Iya Yah.” “Sudah cukupkan, jadi tidak ada yang dipermasalahkan lagi. Lain kali selesaikan masalah dengan baik-baik jangan dengan kekerasan. Setelah ini Ayah tidak mau melihat kalian masih berselisih, segera berbaikan!” Setelah itu Rehan keluar dari kamar kamar Rafa,  dan di ikuti oleh Raja. *** BERSAMBUNG ****  YOGYAKARTA, 8 AGS 2021 SALAM E_PRASETYO
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD