BAB 4: RAJA VS AYAH

1568 Words
SELAMAT MEMBACA  ***  Nawang berkali - kali melirik jam tangannya. Waktu sudah hampir setengah 5 sore, padahal tadi Ayahnya bilang pulang jam 4 sore. Nawang tau pasti akan ada hadiah yang dia terima nanti sampai di rumah. Sejak tadi dia sudah sangat was-was dengan apa yang akan terjadi nanti. Apalagi dia akan pulang bersama Raja, pasti akan banyak pertanyaan yang harus dia jawab dan penjelasan yang harus dia paparkan kepada ayahnya. Raja yang duduk disampingnya, justru terlihat santai tidak seperti Nawang yang sudah sangat panik. “Kenapa kamu, sejak tadi saya lihat gelisah?” tanya Raja pada Nawang. Sejak tadi dia memperhatikan gadis yang duduk di sebelahnya terus saja melihat arlojinya dan terlihat sedikit sangat cemas. Tadi saat Nawang ingin kabur, Raja berhasil menahan Nawang. Nawang sudah memohon maaf, karena kesalahfahaman yang dia sebabkan. Berharap Raja akan memaafkannya dan melupakan semuanya. Namun nyatanya, Raja tidak melepaskannya dia malah memaksa ingin mengantar Nawang pulang. Dia bilang, kalau dia tau rumah Nawang dia akan mudah meminta pertanggung jawaban karena Nawang sudah berani menciumnya tadi. Dia merasa harga dirinya di lecehkan dan Nawang harus bertanggungjawab. "Aku turun di sini saja, jangan sampai rumah." Nawang melirik takut kearah Raja. Namun, Raja tidak juga menghentikan mobilnya. "Apa rumahmu disini?" "Bukan, tapi disana." Nawang menunjuk sebuah gerbang coklat yang begitu tinggi. Bangunan rumah yang nampak sedikit berbeda dari bangunan rumah yang lain disekitarnya. "Kalau begitu kita berhenti disana." "Jangan!!" ucap Nawang dengan keras. "Kenapa?" "Ayah nggak suka, ada laki-laki datang kerumah. Ayahku galak, lebih baik kamu jangan datang kerumah. Nanti panjang perkaranya, kan aku sudah minta maaf, jangan di perpanjang ya tadi cuma salah faham..." Sebenarnya apa yang Nawang katakan itu tidak salah, namun ada alasan yang lebih penting yang membuat Nawang melarang Raja untuk datang kerumah. Nawang tidak tau siapa Raja itu, dia hanya tau Raja adalah kembaran Rafa mantan pacarnya. Dia tidak tau seperti apa pria itu. Dia takut ayahnya akan melakukan sesuatu, yang aneh kepada Raja. Seperti yang sudah-sudah ayahnya lakukan kepada teman-teman laki-lakinya. "Kamu fikir saya ini anak SMP yang takut sama Ayahmu." Jawab Raja ketus. Baru kali ini ada orang yang meremahkannya. Memangnya Nawang fikir, Raja anak SMP yang akan takut dengan kata-kata yang barusaja dia lontarkan. Tin...  Tin... Raja menekan klakson, saat sampai di depan pintu. Tak lama kemudian seorang laki-laki tinggi berseragam satpam muncul dan membukakan gerbang untuk mobil Raja. "30 menit Non," Pak Jojo satpam yang bekerja di rumah Nawang mengangkat 3 jarinya kearah Nawang. Nawang yang tau maksud ucapan satpamnya itu hanya mengangguk dengan lesu. "Terima kasih Pak," ucap Raja. "Sama-sama Mas," jawab Pak Jojo. Pak Jojo berfikir, siapa lagi laki-laki yang akan menjadi korban keganasan majikannya itu. Dia hanya merasa kasihan dengan setiap laki-laki yang datang bersana nona nya pasti akan mendapatkan perlakuan yang tidak menyenangkan dari majikannya. Bahkan Pak Jojo tidak pernah melihat teman laki-laki nona nya itu yang datang berkunjung untuk ke dua kalinya. Semua akan kapok pada kunjungan pertama. "Lebih baik, kamu pulang sekarang jangan turun dari mobil," ucap Nawang dengan pelan. "Sopan sekali bicaramu, kamu kira saya ini temanmu pakai kamu-kamu. Saya ini lebih tua dari kamu, panggil yang sopan." Raja berkata dengan ketus kepada Nawang dia lalu membuka mobil dan segera keluar. Melihat Raja yang sudah turun dari mobil, Nawang pun segera menyusul Raja. Namun baru selangkah, kakinya menjauh dari mobil suara pluit yang begitu keras menyambutnya. Mampus kamu Nawang... batin Nawang Raja yang tidak tau itu suara apa, ikut menghentikan langkahnya. "Ayah tadi bilang pulang jam berapa?"  Reno muncul dari balik pintu dengan wajah sangarnya sambil membawa tongkat kecil di tangannya yang biasa dia sebut tongkat komando. "Siap, izin menjawab Ayah. Jam 4," Nawang langsung menjawab dengan Bahasa formalnya dan memasang badan tegak menghadapi ayahnya. Sedangkan Raja yang tidak tau apa-apa hanya diam. "Jam berapa sekarang?" "Siap izin menjawab, jam 4 lebih 35 menit," Jawab Nawang dengan tegas. Reno duduk dengan santai di atas kursi yang ada di teras. Sedangkan Nawang masih berdiri di bawah tangga menuju teras seperti tersangka yang tengah mendapatkan penghakiman. "Heii, kamu. Kamu kan laki-laki yang selama ini mengantar anak saya pulang, kamu turun kan di tengah jalan berani juga akhirnya kamu masuk ke gerbang rumah saya." Kali ini Reno menunjuk Raja yang sejak tadi diam menggunakan tongkat komando yang ada di tangannya. Raja yang tidak tau apa-apa merasa bingung. Tapi dia tau, pasti yang di maksud oleh laki-laki dihadapannya itu ada kembarannya, yaitu Rafa. Dasar Rafa pengecut batin Raja. Dalam hati Raja benar-benar mengutuk tingkah pengecut adiknya itu dan sekarang dia yang menerima jeleknya. "Izin, itu salah faham Pak." Raja yang melihat cara Nawang menjawab, dia jadi ikut-ikut memakai kata izin seperti saat dia berbicara dengan komandannya di kesatuan. "Izin bicara Ayah, itu Nawang yang minta turun di jalan. Jadi bukan salah Bang Raja." "Orang bersalah tidak berhak bicara disini Nawang," Nawang langsung diam mendengar teguran ayahnya. "Jadi kamu laki-laki yang dengan tidak sopannya memacari anak saya tanpa meminta izin dulu dari saya?" Reno menatap tajam kearah Raja. Namun sedikitpun Raja tidak merasa takut ataupun terintimidasi oleh sikap Reno. Hal seperti ini sudah biasa didalam hidupnya sebagai pengabdi negara. "Izin bicara Ayah. Ini tidak seperti yang Ayah fikirkan, ini salah faham." Melihat Ayahnya yang salah menuduh, Nawang menjadi semakin tidak enak hati kepada Raja. Dia berusaha membela Raja. "Turun Nawang!!" Reno mengayunkan tongkat yang masih dia pegang kearah bawah.  Nawang tau arti ucapan ayahnya turun, maksudnya adalah ambil sikap push -up. "Tapi Ayah..." "Satu...." Reno mulai menghitung. Nawang tidak memiliki pilihan lain selain memulai gerakan push-up nya. "Ambil tiga set ..." "Satu, dua, tiga..." Nawang terus saja menghitung, gerakannya. Sedangkan Raja tidak percaya dengan apa yang dia lihat sekarang. Apa dia sekarang sedang berada di barak militer. "Apa kamu juga mau ambil sikap seperti dia?" Raja tersadar dari lamunannya, dia langsung menjawab. "Siap, Tidak!!" "Tiga puluh..." Nawang berdiri setelah menyelesaikan olahraga sore dadakannya. Dia sama sekali tidak terlihat lelah, karena dia sudah sering bahkan sangat sering melakukan latihan-latihan fisik dari yang ringan hingga yang berat sehingga fisiknya sudah terlatih. Hanya push-up tiga set tidak berarti apa-apa bagi Nawang. "Izin melapor Ayah, hukuman sudah di laksanakan." "Masuk kedalam!!" Perintah Reno dengan tegas. "Tapi Yah, Bang Raja ..." Ucap Nawang ragu. Dia ragu meninggalkan Raja berdua dengn ayahnya.  "Ayah tidak akan makan dia. Sekarang masuk, ini perintah..." Nawang pun masuk kedalam rumah. Meninggalkan Raja dan Reno berdua di luar. "Saya ulangi pertanyaannya, apa kamu pacar anak saya?" Mendengar pertanyaan yang tiba-tiba dari ayah Nawang, Raja merasa bingung. Dia harus menjawab apa. Kalau dia bilang iya, pasti masalahnya tidak akan selesai disitu saja karena Raja tau jika Ayah Nawang pasti bukan orang sembarangan. Namun jika dia jawab tidak, lalu apa alasannya datang kerumah ini sekarang dan lagi Bundanya terlihat sangat menyukai Nawang. "Iya Pak," Raja menjawab dengan tegas. Akhirnya dia memilih mengiyakan pertanyaan Ayah Nawang. Meskipun dia tidak tau apa yang akan terjadi, namun dia sudah memutuskannya dan dia akan bertanggung jawab dengan ucapanya. "Perkenalan dirimu..." ucap Reno singkat. "Izin memperkenalkan diri, nama kecil saya Rajasa Akhnan Putra Collin. Usia saya 30 tahun..." "Pekerjaan?" "Saya seorang Prajurit," "Satuan?" "Siap, Cakra..." Mendengar jawaban Raja, Reno tersenyum samar. "Harga diri seorang laki-laki ada pada ucapannya. Cerminan seorang abdi negara adalah sikap dan tanggung jawabnya. Saya akan cari kamu, kalau sampai kamu menyakiti putri kesayangan saya, Nawang." Reno berkata dengan tegas kepada Raja, Raja yang menerima petuah dari seorang ayah untuk menjaga anak gadisnya merasa terharu. Ternyata perempuan aneh itu adalah putri kesayangan ayahnya. “Siap Pak…” jawab Raja tegas. “Kamu boleh pulang…” Reno langsung masuk kedalam setelah itu, pengusiran secara terang-terangan yang Raja dapatkan membuat Raja mau tidak mau balik kanan dan Pulang. Sampai didalam mobi, Raja tidak langsung menyalakkan mobilnya namun dia memikirkan sesuatu. Laki-laki yang baru saja berbiacra dengannya, seperti tidak asing wajahnya, namun dia lupa pernah melihat dimana. Namun jika di lihat dari cara dia berbicara dan bersikap kepada anaknya, sepertinya Raja dapat menembah bahwa ayah Nawang adalah orang yang berada di dunia sama seperti dirinya. Sedangkan didalam rumah, Nawang menunggu dengan cemas kedatangan ayahnya. Dia benar-benar cemas, dengan apa yang ayahnya lakukan dengan Raja. Ceklek… “Ayah tidak apa-apa kan Bang Raja kan?” Nawang langsung mendekat kearah Reno yang baru saja membuka pintu. “Tidak biasanya kamu cemas, dengan mereka yang berdiri diluar…” Tidak menjawab, Reno justru kembali bertanya. Hal serupa sering terjadi, jika mendapati Nawang diantar pulang oleh laki-laki, namun baru kali ini Nawang menghawatirkan laki-laki yang berhadapan dengan ayahnya. “Ayah, jangan apa-apakan Bang Raja.” Ucap Nawang dengan memelas. “Jadi sekarang ada yang lebih kamu sukai dari Ayah, sampai sebegitu khawatirnya sama laki-laki bermana Raja itu.” Reno mengangkat sebelah alisnya menggoda putrinya itu. Nawang memang khawatir dengan Raja, tapi bukan karena dia menyukai laki-laki itu. Lebih tepatnya karena dia secara tidak langsung membawa Raja, orang yang tidak tau apa-apa dan orang yang baru saja dia kenal melalui sebuah kesalahfahaman kedalam kehidupannya. Nawang takut, jika ayahnya akan membuat didup Raja merasa tidak tenang. “Ayah …” “Tidak Ayah apa-apakan, sudah Ayah suruh pulang. Sana mandi, kamu bau matahari.” Mendengar perintah Ayahnya, Nawang langsung naik ketangga menuju kekamarnya. “Nawang …” Panggil Reno, Nawang pun menoleh kearah Ayahnya. “Iya …” “Kali ini pilihanmu lumayan.” “Maksud Ayah??” Reno tidak menjawab pertanyaan Nawang, dia justru langsung pergi meninggalkan Nawang yang tengah kebingungan dengan maksud ucapan Ayahnya . ***BERSAMBUNG***  YOGYAKARTA, 2 AGUSTUS 2021 SALAM E_PRASETYO    
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD