Prolog

222 Words
"Kita putus!" Dua kata yang diucapkan mas Revan, ketika aku datang menemuinya ke toko. Untuk menanyakan sudah sampai tahap mana persiapan acara pernikahan kami, yang katanya akan dilangsungkan satu bulan lagi. Bukannya jawaban baik yang aku terima, justru jawaban yang mengejutkan sekaligus menyakitkan yang aku dapatkan. "Pu-putus?" tanyaku, tak yakin dengan indra pendengaran yang aku miliki. "Ya, kita putus." Mas Revan menarik napas panjang. "Ibuku tidak bisa menerimamu sebagai menantu karena kamu miskin." Katanya, tanpa ingat siapa aku. Siapa yang telah memberinya modal untuk membuka toko elektronik hingga dia mampu mendirikan sebuah rumah untuk ibunya, yang selalu menghinaku miskin. Selalu memandang rendah, tanpa tau usaha yang dirintis anaknya adalah tabungan yang aku kumpulkan selama bekerja di Malaysia. Tujuh tahun lamanya aku bekerja disana demi mewujudkan cita-cita kekasih, yang telah aku cintai selama sepuluh tahun belakangan ini. Namun semua pengorbanan yang aku lakukan berakhir dengan kata 'putus', hanya karena tak kunjung mendapatkan restu dari ibunya. Wanita yang selama ini aku hargai dan aku biayai makan hingga tas yang wanita paruh baya itu pakai. Marah? Tentu saja! Siapa yang tidak sakit hati dibuang seperti sampah, setelah habis dikuras hingga titik terakhir. Sehingga aku takkan melepaskannya begitu saja. Jika aku kehilangan laki-laki yang telah aku perjuangkan, maka ibunya juga harus merasakan sakit yang sama. Bagaimana caranya? Aku, Vania Larissa, akan menjadikan ibunya Revan sebagai janda.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD