Part 4

1515 Words
Sudah satu minggu berlalu setelah perbincangan kami berempat. Sekarang kondisiku lebih baik karena aku bisa menggunakan alat bantu jalan yang aku miliki. "Kau sudah siap?" tanya Elvano padaku.  "Ya, ayo pergi," Hari ini adalah jadwalku untuk kontrol ke rumah sakit. Elvano menawarkan diri untuk mengantar, dan aku menerima tawarannya itu. Seperti biasa, di rumah sakit Daniel berulah seakan akan ia adalah kekasihku. Aku memukul kepalanya saat ia ingin melakukan hal yang tak ku inginkan. "Sayang, jahitanmu sudah kering. Kau masih mau memakai perban atau hanya plester anti air?" "Plester anti air saja, Dan. Berhenti memanggilku sayang, orang-orang akan salah paham dengan ucapanmu itu!" "Kau masih belum mau kembali padaku?" "Tidak, Dan!" "Hmm.. Baiklah, aku akan terus memanggilmu sayang," "Astaga ... terserah!" Aku hanya bisa memutar bola mataku dengan malas menanggapi ucapan Daniel. Elvano menunggu di luar, ia sepertinya tak begitu senang pada Daniel, dan aku bisa merasakannya. Ceklek.. "Tiga bulan lagi kakimu akan kembali normal, Sayang . Berhati-hatilah jika pergi sendiri, " pesan Daniel.  "Ayo kita pergi El ... jangan dengarkan Daniel. Dia sedikit gila!" Elvano tersenyum mendengar ucapanku, ia membantuku berjalan menuju mobilnya. "Kau mau kemana setelah ini?" "Entahlah El, aku bosan di apartemen, " "Bagaimana jika kita pergi ke taman, mungkin kau bisa sedikit rileks disana" "Okey ... kita ke taman, " Elvano melajukan mobilnya menuju taman Bungkul. Salah satu taman di Surabaya, yang selalu ramai pengunjung dari anak-anak hingga orang dewasa. "Bagaimana menurutmu?" "Apa?" tanyaku bingung "Apa kau merasa tenang dan nyaman disini?" "Tentu ... seperti kembali ke masa kecilku," "Benarkah? Mau berbagi cerita?" Aku sedikit malu dengan cerita masa kecilku. Tidak semenarik anak pada umumnya. Hanya aku sering bermain di sebuah taman yang memang letaknya dekat dari rumahku dulu. "Bagaimana dengan masa kecilmu, El?" bukannya menjawab, aku justru bertanya pada Elvano "Hanya kehidupan yang mengharuskanku menjadi anak pintar dan berprestasi. Tidak ada yang menarik," ujarnya sedikit sedih.  "Hmm, baiklah ... hei, lihat! ada penjual ice cream, " seruku seperti anak kecil.  "Kau mau?" tanyanya.  Aku hanya mengangguk dan tersenyum lebar , seperti anak kecil yang dibelikan oleh papanya. Elvano berjalan menuju penjual ice cream itu. Ia membeli dua ice cream untukku dan dirinya.  "Ini untukmu, " El menyodorkan ice cream berbentuk cone dengan rasa coklat dan vanila.  "Terima kasih, El, "ujarku tersipu.  Aku hanya menikmati apa yang aku jalani sekarang. Berharap akan indah di esok hari, namun jika tidak mungkin terjadi, maka hari ini adalah hari terindah di dalam hidupku. "Oke,antar aku pulang, El. Aku sudah selesai dengan kebosanan ku, " "Benarkah? Semudah itu?" "Hmm tentu saja ... apa kau meragukannya? Mood ku memang sangat mudah berubah, " "Hahaha ... baiklah ... akan ku antar kau pulang, " Setelah memakan waktu lima belas menit di jalan. Kini kami telah sampai di apartemenku, Elvano langsung berpamitan karena ada pekerjaan yang harus ia kerjakan. Sedangkan aku merebahkan diri diatas ranjang, karena merasa lelah. Ddrrtt... Ddrrtt.. Tari is Calling.. "Dok, bagaimana keadaanmu?" "Not bad ... udah mendingan kok" "Sebentar lagi aku ke apartemen mu , ada berkas yang harus kau tanda tangani, " "Baiklah"  Tut tut tut *** Tiga puluh menit kemudian, Tari datang bersama Nindy. Mereka membawa setumpuk berkas ke hadapanku. "Bagaimana klinik?" tanyaku pada mereka.  "Not bad, anak bagian editing video bekerja seperti biasa ... untuk lainnya, ya ... gitu deh, " "Something happens?" tanyaku "Beberapa hari lalu kita minus, dan setelah melihat cctv, anak grooming ngambil uang, dan sampai sekarang ga balik" terang Nindy "Hmm.. Ya sudah... Ga perlu di balikin, anggap aja musibah... Kalian tenang aja... Jangan potong gaji anak-anak... Kasihan" "Thanks, Si..." "Anytime guys" Kami melanjutkan perbincangan seperti biasa. Hari ini klinik sedikit sepi, karena itu mereka bisa berkunjung ke apartemenku sore hari. *** Satu bulan kemudian Hari ini aku mulai bekerja, aku sungguh bosan dirumah. Aku menyewa supir harian untuk mengantarku kemanapun aku mau. "Pagi, bi" sapaku pada bibi "Nona mau kerja? Kan kaki nya belum sembuh total!" "Gapapa bi, aku bosan dirumah.. Oke, aku berangkat dulu ya, bi? " "Hati-hati nona.." Ceklek Brak Sampai di lobby apartemen aku melihat supirku sudah standby disana. "Pagi nona, hari ini mau ke kantor?" tanya security apartemen "Iya pak, bosen di kamar" "Mari saya bantu, silahkan masuk" "Terima kasih pak.." Selama di perjalanan aku berkutat dengan laptop ku, melihat laporan bulanan dan juga melihat postingan di youtube. Sampai di klinik, aku lihat karyawanku sudah membuka petshop. Dan di klinik juga sudah ada Tari. "Pagi mbak Sia.. Kok udah masuk? Kan belum sembuh, mbak?", "Gapapa... Aku ke kantor dulu ya", Aku mengerjakan tugasku sebagai pemilik disini. Fokus pada laptop dan ponsel tentunya. Ddrrtt.. Ddrrtt... El is Calling... 'Hai, El.. Ada apa?' 'Aku kerumahmu, tapi kata bibi kau bekerja' 'iya, aku ada di kantor. Ada perlu apa El?' 'Hanya ingin mengunjungimu, Si.. Apa aku boleh kesana?' 'Ke tempat kerjaku?' 'Ya, tapi jika kau sibuk aku akan tunggu hingga kau pulang kerja' 'Aku tidak sesibuk yang kau kira El.. Kemarilah..!' 'Baiklah kalau begitu, aku akan kesana' Author pov Sia kembali berkutat dengan laptopnya, ia mengerjakan laporan bulanan untuk klinik dan petshopnya. Tok tok tok Ceklek "Mbak, ada pasien.. Dok Tari lagi sakit perut katanya" "Iya sebentar.." Sia perlahan berjalan menuju ruang periksa di klinik. Ia melihat seorang lelaki sedang menunggu anjingnya yang sakit. "Selamat pagi.. Anjingnya kenapa mas?" tanya Sia dengan ramah "Saya tidak tau, dari semalam mimisan lalu badannya lemas" "Baik, coba saya periksa" "Dokter sepertinya sedang terluka.. Apa tidak apa-apa?" "Tidak apa, anda bisa tunggu di depan.." "Baik dok.." "Eh, Si... Sini biar aku aja" ujar Tari "Gapapa, aku bisa kok.. Sama-sama kalo gitu.. Kamu pegang anjingnya ya" "Oke .." Saat Sia memeriksa anjing itu, ia tidak sengaja menekan bagian yang sakit. Tiba-tiba anjing itu menyerang, dan Sia terluka di bagian tangannya karena gigitan anjing. "Ya ampun, Si... Tanganmu!" teriak Tari panik "Gapapa Tar, kamu lanjutin ya.. Aku obati dulu luka ini" "Iya iya.." Ceklek "Din.. Bantuin aku dong!" Sia memanggil karyawannya "Astaga mbak Sia.. Kok bisa gitu kenapa?" ujar Dina panik "Dok, apa itu gigitan anjing saya?" pemilik anjingpun ikut panik "Resiko saya, mas.. Gapapa..!" Sia bersama Dina menuju kantor Sia, dengan hati-hati Dina mengobati luka Sia. "Mbak, ini harus di jahit loh!" "Ga usah Din.. Gapapa.. Udah bersihin aja, trus di perban gitu" "Iya mbak.." Ceklek "Si, gimana?" Tari masuk ke dalam kantor Sia "Gapapa kok, nih udah di perban.. Hehe" "Ada Elvano tuh.." "Suruh masuk sini aja.." "Oke.." "Auh.. Din.. Pelan-pelan.." "Eh maaf mbak.. Ga sengaja" Ceklek.. "Hi Si.. Astaga! kenapa itu?" Elvano langsung panik melihat di sekitar Sia banyak kapas dan perban penuh darah "Hi El.. Oh ini.. Gapapa kok, cuma gigitan anjing aja.." "Di gigit anjing kamu bilang cuma?" "Iya gapapa kali.. Udah biasa kayak gini mah" "udah mbak, aku beresin ini trus balik toko" pamit Dini yang tidak enak berada di antara mereka berdua "Iya, makasih ya Din" Sia menyuruh Elvano untuk duduk, mereka akhirnya berbincang mengenai luka Sia, dan kondisinya saat ini. Setelah berbincang cukup lama, Elvano mengajak Sia untuk keluar makan siang bersamanya. Sia mengiyakan ajakan Elvano. "Kita makan direstoku.. Bagaimana?" ajak Elvano "Boleh.." Mereka pergi bersama ke restoran milik Elvano. Selama perjalanan, Sia hanya diam dan memilih bermain ponsel. Sedangkan Elvano hanya fokus di jalanan kota yang padat. Sampai di resto milik Elvano, Sia dibuat terkejut karena itu adalah resto favoritnya. "Kau tau El, resto ini tu aku sering kesini.. Aku suka banget makan disini.. Biasanya sih sama temen-temen" ujar Sia "Baguslah kalau begitu, lega mendengarnya" Mereka masuk kedalam resto, semu karyawan melihat ke arah Elvano dan Sia dengan sikap menghormati atasannya. "Keluarkan menu terbaik kita" ujar Elvano pada waitress nya "Baik tuan" Sia merasa senang dengan ajakan makan kali ini. Suasana hatinya sedang sangat baik, meski kejadian di klinik membutnya mendapatkan bekas luka lagi. Namun moodnya sedang baik saja. "Sia.." "Iya.." "Apakah kau mau menjadi kekasihku?" Elvano menyodorkan kotak berisi kalung dengan liontin berbentuk hati "Astaga, El...." Sia menutup mulutnya dengan kedua tangannya "Bagaimana?" "Iya.. Aku mau.." jawab Sia penuh keyakinan "Terima kasih, Sayang.." Elvano berdiri, ia memakaikan kalungnya ke leher Sia. "Thanks El.." "Baiklah.. Sekarang kita makan.. Lalu.. Kau mau kemana setelah ini..? " Elvano ingin memastikan kegiatan Sia hari ini "Aku harus kembali bekerja, El.. Terlalu lama aku beristirahat.." ujarnya "Baiklah.. Aku akan mengantarkanmu.. Dan menunggumu hingga selesai" "Terserah.. Asal kau tak keberatan saja" "Okay" Makanan sudah di hidangkan di depan mereka. Sia menyantap makanannya dengan lahap, begitupun dengan Elvano. Ia sangat percaya diri dengan kualitas masakan di restorannya. "Sudah?" tanya El "Iya.. Ayo antar aku kembali ke kantor.." "Tentu sayang.. Apapun untukmu" ujar Elvano Sia tersipu malu, wajahnya memerah seperti tomat. Dan ia merasa bahagia saat itu. Sudah lama sejak Sia merasa bahagia karena sanjungan ataupun perhatian seorang lelaki. Setelah mengantar Sia, Elvano setia menunggu Sia disana. "Kau sangat rajin, sayang" ujar Elvano tiba-tiba "Jika tidak seperti ini, bisa dipastikan usahaku akan sia-sia, El" "Ya, kau benar..." "Ceritakan tentangmu El... Aku belum tau tentang keluargamu..." "Hmm benar juga, baiklah.. Kau ingin aku bercerita darimana?" "Entahlah... Siapa orang tuamu, berapa saudaramu, atau hal lain yang kau mau" "Hmm..." Elvano terdiam sejenak, ia seperti sedang memilah cerita yang akan ia katakan pada kekasihnya. Elvano tidak ingin ada kesalahan saat ia bercerita. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD