Part 3

1518 Words
"Ehm.." "Sia.." Sayup aku mendengar suara Daniel memanggil. "Sudah selesai?" tanyaku "Sudah" "Thanks" "Kondisimu memburuk untuk sesaat, tapi aku lega sekarang kau sudah sadar kembali" "Ya.. Sudah berapa lama aku tak sadarkan diri, Dan?" "Istirahatlah dulu, aku mau menangani pasien lain.. Kau sudah tiga hari tak sadarkan diri, Si" Mataku membulat mendengar ucapan Daniel. Selama tiga hari aku tak sadarkan diri, pasti banyak hal yang aku lewatkan. *** Sudah seminggu berlalu, hari ini aku bisa kembali ke apartemen. Tentu Daniel yang mengantarku, ya itu karena Raisa belum juga pulang dari perjalanannya. "Aku bisa sendiri, Dan. Jangan memanjakanku" ujarku saat Daniel mencoba membantu "Baiklah... Aku bawakan barangmu" Aku berjalan menggunakan alat bantu, itu karena kakiku masih di bungkus rapi. Ceklek.. "hmm, masuklah, Dan... Kau pernah kesini sebelumnya.. Jangan membuatku tak enak.." ujarku yang melihat Daniel hanya berdiri di depan pintu "Kau yakin aku boleh masuk lagi kesini?" "Baiklah jika kau tak mau, pulanglah.. Terima kasih..." "Eh eh eh... Aku masuk... Okay... Sorry" "jika kau perlu minum atau mencari kudapan, carilah sendiri di dapur.. Sepertinya bibi sedang keluar belanja" "Hmm.." Setelah perkataanku tadi, aku berjalan masuk ke dalam kamar dan mencoba untuk berbaring di atas ranjangku, namun sialnya alat bantu jalanku terpeleset hingga membuatku jatuh. "Ahhhhh..." "Sia!! Kau tak apa?" tanya Daniel panik "Tak apa.. Aku hanya ingin berbaring" "Ayo aku bantu... Sifat cerobohmu ternyata masih saja melekat..." "Apa kau bilang?" "Sudahlah.. Istirahatlah, aku akan menunggu di luar.." "Ternyata otakmu sudah sedikit waras ya.. Tak ku sangka" gumamku "Oh atau kau mau aku menemanimu di atas ranjang?" ujar Daniel yang akhirnya melompat tidur di sampingku "Hei.. Cepat keluar... Aku mau tidur!" usirku Bukan Daniel namanya jika langsung menuruti perkataannku. Daniel mendekatkan diri dan tangannya membelai rambutku. Awalnya aku tak peduli, atau mungkin bisa di bilang itu adalah hal yang sudah biasa saat kami masih pacaran dulu. "Dan, cepat turun dari ranjangku!" ujarku dengan tegas Bukannya turun, justru Daniel melumat bibirku. Aku hanya bisa menerima lumatan bibirnya yang aku rindukan  tanpa membalas. Aku takut jika membalas ciumannya, aku akan jatuh cinta lagi untuk kedua kalinya. Dan aku sungguh tak menginginka hal itu terjadi. "Sia, aku masih mencintaimu... Kembalilah padaku" bisik Daniel saat meleoaskan ciumannya "Maaf Dan.. Aku belum bisa.." Daniel kembali melumat bibirku dengan lembut, ia tau bahwa aku tak akan membalas ciumannya. Namun tangan nakalnya tiba-tiba saja sudah berada di atas payudaraku. "Ahh..." desahku Aku mencoba mendorongnya , namun tenagaku masih belum cukup. "Ehm... Hentikan Dan.. Aku bukan kekasihmu lagi semenjak satu tahun lalu!" "Aku akan berusaha lagi untuk mendapatkanmu, Sia" "Terserah..." Daniel beranjak dari ranjang dan duduk di sofa kamarku. Ia memainkan ponselnya, seperti sedang mengirim pesan pada seseorang. Tok tok tok "Permisi nona..." suara bibi wati yang masuk ke dalam kamar "Iya bi, ada apa?" tanyaku "Maaf saya baru pulang dari belanja.. Apa nona sudah makan?" "Sudah bi, ehm... Tolong buatkan minum untuk Daniel" "Tuan Daniel... Mau minum apa?" "Bibi... Kau sudah tau kesukaanku kan? Buatkan yang seperti biasanya... Terima kasih, bi" "Baik, tuan.." Ddrrtt... Dddrrttt... Elvano is Calling... 'Hi...' sapaku 'Syukurlah kau masih mau menerima teleponku, sepertinya beberapa hari ini kau sangat susah di hubungi' ujar Elvano panik 'Maaf El, aku baru saja keluar dari rumah sakit..' 'Apa yang terjadi?' 'Kecelakaan kecil yang membuat kakiku harus di operasi.. Hehe.. Tapi sudah tidak apa-apa' 'Kau serius? Lalu dimana kau sekarang?' 'Aku di apartemenku' Tut tut tut 'Apa-apaan lelaki satu ini?! Ia menutup telepon tanpa bilang apa-apa' batinku "Siapa itu El?" Aku lupa kalau Daniel masih disini. "Laki-laki yang ku kenal saat di pusvetma..." "Hmm..." Tok tok tok "Permisi nona, ada tamu.. Ia bilang namanya tuan Elvano" ujar bibi mengagetkanku "Kenalan? Cepat sekali datangnya... Sepertinya aku memiliki saingan sekarang" gumam Daniel "Suruh masuk bi, ia temanku" "baik, nona" Ceklek... Elvano masuk kedalam kamarku, entah mengapa aku sedikit canggung dengan situasi saat ini. "Hi... Maaf jika aku mengganggumu, aku hanya ingin memastikan bahwa kau baik-baik saja" ujarnya sedikit canggung setelah melihat Daniel "Masuklah El, duduklah disini" ujarku sembari menepuk pinggiran ranjangku Daniel hanya melotot melihatku yang mempersilahkan Elvano duduk. "Hi... Kau bilang akan lama di Amerika, aku tak tau jika kau sudah pulang ke Indonesia" ujarku "Bisnisku selesai lebih awal.. Dan kebetulan apartemenku ada di lantai atas, sebenarnya aku ingin berkunjung sejak tadi, namun aku menelepon dulu untuk memastikan kau benar-benar ada di rumah.. Dan sepertinya aku sedikit mengganggu" "Tidak El, ia Daniel.. Dokter yang menanganiku, dan yang mengoperasiku kemarin, lebih tepatnya ia mantanku setahun lalu..." Entah kenapa mulutku menjelaskannya dengan detail. Aku hanya tak ingin Elvano salah paham. "Begitu rupannya.. Aku membawakanmu oleh-oleh, tapi tertinggal di apartemenku. Ehm.. sepertinya karena khawatir padamu, aku jadi lupa" "Terima kasih, El.. Kau baik sekali.." "Sayang, aku harus kembali ke rumah sakit, aku harap kau tak nakal saat ku tinggal!" Daniel berpamitan "Jaga bicaramu Dan!! Aku sudah bilang padamu, aku tidak bisa kembali menjadi kekasihmu!!" "Ya ya ya... Dan aku akan terus berusaha untuk mendapatkanmu lagi, sayang" Ceklek.. Braak.. "Maafkan Daniel, ucapannya memang sedikit.. Keterlaluan.." jelasku "Tidak apa-apa, Sia... Kau cantik dan sempurna, ehm untuk lelaki seperti Daniel, bahkan kau terlalu sempurna untukku... Namun..." ucapannya tertahan "Namun?" "Jika kau mengijinkan.. Apa aku bisa mengenalmu lebih dekat?" lanjutnya "Tentu El... Aku tidak pernah melarang siapapun untuk mengenalku lebih dekat.. Asal tidak menyakitiku saja" jawabku ramah "Terima kasih..." ucap Elvano dengan wajah yang merona Aku mengangguk dan tersenyum padanya. Wajahnya terlihat manis sekali, membuat jantungku berpacu seakan ingin keluar dari tubuhku. Cukup lama kami berbincang, hingga tanpa sadar hari sudah hampir larut. "El, maaf aku tidak bisa menjamumu dengan baik" ujarku merasa tak enak "It's okay, Sia... Tak apa... Aku hanya berharap kau cepat pulih" "Makasih El.." "Sudah pukul tujuh, apa kau sudah makan?" "Belum, aku bisa memesan lewat online saja. Apa kau akan pergi?" "Kebetulan aku tidak ada urusan, jadi aku bisa menemanimu... Hmmm apa ada bahan makanan di dapurmu?" Pertanyaan Elvano membuatku bingung, memang kenapa kalau di dapurku ada bahan makanan. "Sepertinya ada, bibi baru saja belanja tadi... Sebentar aku lihat ke dapur" "Hei... Tenanglah, apa aku boleh menggunakan dapurmu? Akan ku buatkan makan malam untukmu" "Hah? Kau serius? Ah tidak perlu, aku tuan rumah disini, aku yang akan menyiapkannya untukmu!" ujarku sembari mencoba bangun "Aku bantu" Elvano menggendongku ala bride style ke arah dapur, aku hanya terdiam dan pasti wajahku sudah semerah tomat sekarang ini. Aroma tubuhnya sangat enak, sepertinya ia memakai parfum Jo Malone, aku sangat suka dengan aroma ini. Dan tanpa sadar aku sudah masuk dalam dunia imajinasiku. "Sia... Hei..." suara Elvano membuatku mabuk semakin dalam "Iya sayang..."sejenak aku terdiam malu "Eh ... Maaf..." lanjutku 'Astaga!!! Dasar mulut!!!' batinku "Kau tidak apa-apa?? Wajahmu memerah seperti tomat" "Hah... Aku tak apa... Maaf aku melamun tadi... Kau bilang apa?" "Apa aku boleh memasak sesuatu untukmu? Aku lihat bahan di lemari es mu sangat banyak" "Ehm... Terserah... Silahkan jika kau memaksa... Aku akan duduk manis disini melihat seorang chef memasak" godaku "Hmm aku bukan chef, Sia... Tapi aku sedang berusaha menjadi calon yang baik untukmu" Deg,.... "Hah? Calon? Ehmm...." "Hahahaha... Lihatlah wajahmu... Kau terlihat polos sekali...." ejek Elvano Elvano berhasil membuatku malu, ah pasti wajahku terlihat aneh sekarang. Dengan lihai Elvano memainkan pisau dan membuat sesuatu untuk makan malam. Satu jam kemudian, semua makanan yang ia buat tekat selesai. "Untukmu, kita makan bersama" ujar Elvano menghidangkan makanan di atas meja makan "Terima kasih El" ujarku dengan senyum renyah "Aku melihat banyak minuman disana, sepertinya kau suka mengkoleksi minuman" "Aku hanya minum jika stres dengan pekerjaanku saja El, aku tidak pernah pergi ke club malam seperti teman-teman ku pada umumnya" "Menarik, kau bisa tahan untuk tidak ke club malam meski di ajak temanmu?" "Tentu... Aku lebih baik mengajak mereka kesini, kau pasti tau jawaban mereka jika melihat isi mini barku penuh dengan minuman itu" "Tentu..." "Sebentar aku mau ambil obatku dulu di kamar" "Tunggu...." belum selesai Elvano berbicara aku sudah jatuh terlebih dahulu Bruuukkk... "Aaahhhhh..." "Kau tak apa?" Aku hanya mengangguk dan menahan sakit "Aku bantu untuk mengambil obatmu, tepat di nakas samping tempat tidur kan?" ujarnya "Iya, maaf merepotkanmu" Elvano berjalan menuju kamarku dan mengambil obat ku disana. Tak lama setelah itu, Daniel datang bersama Raisa sepupuku. Ceklek.. "Sia.. Bagaimana bisa kau ada di dapur?" tanya Raisa khawatir "Sia.. Ini obat.. Mu.. Hai.." Elvano nampak terkejut melihat Raisa "Kau siapa?" Raisa penuh dengan tanda tanya sekarang "Aku teman dekat Sia.. Lebih tepatnya baru saja dekat.. Namaku Elvano" "Elvano Kalandra?" ucap Raisa "Benar... Kau mengenlku?" "Sepupuku mengenal Elvano.. Kau kenal dimana dengannya?" tanyaku "Sia... Dia tinggal di lantai atas.. Benarkan? Kau pemilik restoran besar di beberapa tempat di Jakarta dan seluruh Indonesia" "Hahahaha.. Jangan berlebihan" Elvano merendah "Oke, hanya aku saja yang kudet! " ucapku "Kau yang bodoh! Bagaimana bisa kau tak mengenal dia!" pernyataan Raisa sungguh menyakitiku "Ehem..." Daniel berdeham memecahkan suasana hangat itu "Untuk apa kau kesini lagi?" ujarku kesal "Sayang, aku kesini untuk memeriksamu!" "Ada Raisa.. Aku tak membutuhkanmu!" "Sia... Daniel yang bertanggung jawab atas dirimu! Sudah menurut saja.. Ayo kembali ke kamar..." Elvano membantuku untuk masuk kembali ke kamarku. Ia kembali menggendongku dan membaringkanku di atas ranjang. Daniel melakukan tugasnya untuk memeriksa dan mengganti perbanku. Dan setelah itu, kami hanya mengobrol biasa hingga aku tertidur karena obat yang aku minum. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD