PART 2 - BUKAN FIOLA TAPI FIONA

1426 Words
Dewa Mahesa Raharja. Sosok lelaki idaman para wanita. Dengan tinggi 180 cm dan berbadan tegap. Sorot mata tajam, dan sanggup membius wanita mana saja, ketika mata hitam itu menyorot tajam. Itu yang membuat Fiola Mutiara jatuh cinta sedalam-dalamnya pada sosok Dewa. Dua tahun mereka menjalin kasih. Dewa begitu mengayomi. Irit bicara, dan bukan type humoris. Namun, type lelaki idaman Fiola memang seperti itu. Berbeda dengan Dafa, yang selalu ramai jika datang ke rumah. Dafa type Fiona sekali. Rumah terasa ramai hanya dengan kehadiran sosok Dafa yang bertemu Fiona. Fiona seolah mampu mengimbangi Dafa. Fiola dan Fiona, ketika mereka memiliki fisik dan kecerdasan yang sama, nyatanya mereka memiliki sifat yang berbeda. Fiona kerap tak bisa menjaga mulutnya untuk tidak selalu ramai, berbeda dengan Fiola yang sering memilih diam. Jadi cocok bukan jika Dafa bersama Fiona dan Dewa bersama Fiola. Dewa dan Fiola kerap bicara serius walau sesekali melempar guyonan, tapi tetap tak seramai pasangan Dafa dan Fiona. Bersukur Fiola dan Fiona memiliki type lelaki idaman yang berbeda. Itu yang Fiola pikir hingga kenyataan pahit menampar kesadarannya. Kedatangan keluarga Raharja di sambut baik oleh Eva dan Adam. “Aduh, tampan sekali menantu kita ini Pak,” kelakar Eva pada keluarga calon besannya. Lalu di sambut tawa renyah yang ada di ruangan itu. Dewa duduk di apit kedua orang tuanya. “Bu, mana putri kita. Suruh cepat keluar. Nak Dewa pasti merindukan calon istrinya.” Ucapan Adam membuat Eva berdecak. “Hampir lupa. Fiola sudah siap kok sejak tadi. Sebentar ya, ibu panggilkan dulu.” ** “Na, kamu tahu kan kalau aku sayang sama kamu,” bisik Fiola. Fiona menunduk. “Apapun yang terjadi baik dulu ataupun nanti, aku tetap sayang kamu. Karena kita sejak di dalam rahim ibu, kita selalu berbagi.” Fiola tersenyum. “Aku boleh tanya sesuatu sama kamu Na?” Masih dengan mulut terkunci, Fiona mengangguk. “Aku ... apa aku pernah punya salah sama kamu?” Pertanyaan Fiola pelan, namun mampu menghunus jantung Fiona yang paling dalam. “La, aku ....” Suara Fiona tertelan. “Setahuku, aku selalu berusaha menjadi sosok saudara yang baik buat kamu. Karena aku ingin kita terus sama-sama sampai kita bahagia, menikah dengan lelaki type kita masing-masing. Saling memiliki keturunan. Kalau perlu kita hidup berdampingan sampai tua. Bukankah itu indah Na?” Fiona mengigit bibir bawahnya. “Sayangnya kita gak bisa merubah takdir.” “Mungkin kalau Dafa masih ada, dan gak kecelakaan, kita hari ini bahagia bersama ya Na. Tapi tampaknya, hari ini hanya satu dari kita yang bahagia.” Masih sambil menunduk, Fiola meremas gaunnya. Ia harus berusaha menetralkan emosinya hari ini. Pintu terbuka perlahan, namun mengejutkan untuk keduanya yang masih sibuk dengan pemikirannya masing-masing. “Fiola, Fiona. Ayo kalian boleh keluar.” Eva masuk ke dalam kamar. Dan terheran mendapati bening, di mata kedua putri kembarnya. “Hari ini salah satu dari kalian akan bahagia. Jangan ada kesedihan ya. Fiona, kamu harus ikhlas melepas Fiola. Biarkan ia bahagia bersama pasangannya Dewa.” Lalu Eva meraih kedua lengan putrinya untuk di bawa ke ruang depan. Semua tamu yang hadir sontak terperangah, melihat dua wanita cantik putri Eva dan Adam. Begitupun ibu dari Dewa. Andai ia memiliki satu putra lagi, pasti akan ia jodohkan dengan Fiona. Keluarga Raharja mengetahui kasus kematian kekasih Fiona. Tapi memang Fiola dan Fiona ini sangat mirip sekali. Bagaimana mungkin putranya tidak keliru saat berkunjung kemari, andaikata tidak ada pembeda diantara wajah keduanya. “Wah, cantik sekali putrinya semua jeung.” Ibu dari Dewa mulai bicara. “Yang mana nih yang mau jadi menantuku. Bisa-bisa Dewa keliru.” Eva tertawa renyah. “Fiola yang ini Jeung Erna. Yang sebelah kiri saya ini Fiona.” Fiola melhat ke arah Dewa. Calon suaminya itu memang tampan. Mata mereka bertemu, walau hanya sesaat. Karena Fiola tahu kemana arah tatapan Dewa selajutnya. Jantungnya makin teremas kencang. Fiola Mutiara tak pernah merasakan jatuh cinta, kecuali pada seorang Dewa Mahesa Raharja. Dewa, kakak kelasnya ketika di sekolah yang memiliki sifat pendiam dan irit bicara. Mampu menumbuhkan binar cinta di hati Fiola. Hingga mereka menjalin kasih dan sepakat untuk serius. Dewa yang bekerja sebagai salah satu arsitek di perusahaan ternama, sudah menjanjikan rangkaian mimpi indah pada Fiola, sebelum mereka melangkah ke jenjang pernikahan. Sebuah rumah sudah Dewa siapkan untuk mereka berdua, usai mereka nikah nanti. Berbeda dengan Dafa. Dafa memilih sebuah apartemen untuk hunian dirinya dengan Fiona nanti. “Kamu suka tatanan rumahnya?” Siang itu Fiola di ajak Dewa mengunjungi rumahnya yang telah rampung untuk mereka tempati nanti. Fiola bahagia. Siang tadi, Fiona menelponnya. Mengatakan jika Fiona habis belanja interior untuk apartemen Dafa. Ternyata mereka memang di takdirkan bahagia bersama. Bahkan isi interior saja, Fiola dan Fiona samaan. Untung calon suami mereka tidak keberatan. Dewa menjalin jemarinya, mengajak calon istrinya ke arah dapur. “Ini kitchen setnya sesuai yang kamu mau kan? Atau mau kamu rubah lagi?” Fiola menggeleng. “Ini udah cukup, aku suka kok. Terima kasih ya.” Dewa tersenyum ketika Fiola memeluknya sebagai ucapan terima kasih. “Aku gak sabar ingin segera melamar kamu dan membawa kamu ke rumah ini.” Kecupan hangat di puncak kepala, Dewa berikan pada sang kekasih. “Iya aku juga kok. Gak sabar rasanya ingin jadi istri kamu.” “Lalu kapan kita pesan baju untuk lamaran nanti? Kamu sudah konfirmasi sama Fiona dan Dafa?” Tanya Dewa. Anggukan terlihat di hadapannya. “Sudah, minggu depan kita ke butik ya. Kamu sama Dafa memakai baju batik yang sama dengan yang di pakai Ayah dari keluarga kita dan Dafa. Sementara aku dan Fiona akan memakai baju yang sama warnanya dengan pihak ibu.” Dewa tersenyum. “Apapun akan aku kenakan di hari bahagia kita nanti. Kalau bisa aku ingin acara di majukan. Aku beneran gak sabar ingin melihat kamu beraktifitas di rumah ini.” Sekelumit bayangan mampir di pikiran Fiola Mutiara. Eva meminta Fiola dan Fiona duduk berdampingan. Acarapun di mulai. Perwakilan keluarga Raharja mulai bicara mengenai tujuannya kemari. “Kami ingin melamar salah satu dari putri Bapak Adam dan Ibu Eva. Untuk lebih jelasnya, biar nak Dewa sendiri yang melanjutkan rencananya hari ini.” Dewa bangkit berdiri. Pakaian batik yang ia kenakan, kembar dengan yang dikenakan Ayah Fiola dan Ayahnya Dewa. Dewa, sungguh sosok lelaki idaman. Ia menatap tajam ke arah Fiola Mutiara. Gadis cantik yang menemani hari-harinya selama dua tahun ini. Gadis yang awalnya ia harapkan akan menemaninya hari-harinya hingga menua. “Hari ini, perkenankan saya Dewa Mahesa Raharja. Dengan niat tulus dan suci, ingin meminang salah satu putri Bapak Adam dan Ibu Eva.” Semua yang hadir tersenyum. “Yang bernama FIONA BERLIAN” Semua yang hadir tersentak, tapi tidak dengan Fiola. “Dewa, kekasih kamu Fiola Mutiara. Bukan Fiona Berlian.” Erna sang Ibu mengingatkan putranya. Belum juga menikah sudah keder menyebutkan nama calon istri. Bagaimana sih Dewa ini. “Maaf, mungkin putra saya salah sebut nama.” “Tidak bu. Saya memang selama ini dekat dengan Fiola Mutiara. Dia yang selama ini menjadi kekasih saya. Tapi hari ini, yang saya lamar untuk menjadi istri saya adalah FIONA BERLIAN.” Adam bangkit dari duduknya. “Maaf, nak Dewa. Ini lelucon macam apa? Bukankah awalnya memang nak Dewa ingin melamar putri saya yang bernama FIOLA MUTIARA?” “Maafkan saya pak. Tapi saya menginginkan FIONA yang menjadi istri saya, bukan FIOLA.” Bisik-bisik mulai terdengar. Adam berang, begitupun istrinya Eva. Eva menoleh pada kedua putrinya. Fiona sudah banjir air mata, sementara Fiola tetap terlihat tenang. Dewa sendiri menatap sendu ke arah Fiona. Jika bisa ia ingin mendekat Fiona dan meraihnya dalam pelukan. Seperti hari-hari belakangan yang sering mereka lalui. “Fiola, Fiona. Ada apa ini?” Gatal rasanya Eva untuk tidak bertanya pada kedua putrinya yang kini memiliki exspresi berbeda. Fiola mengangkat wajahnya dan tersenyum. “Maafkan Fiola bu,” lirihnya. Lalu Fiola berdiri. Memandang ke arah mantan calon suaminya sebentar, dan memandang ke arah ayahnya. “Maafkan saya. Tapi apa yang mas Dewa lakukan hari ini sudah menjadi kesepakatan kami bertiga. Antara saya, Mas Dewa dan Fiona.” Kini kening Dewa mengernyit. Apa-apan Fiola ini. “Ayah, Ibu dan semua yang hadir. Saya mundur dari acara pernikahan dengan Mas Dewa, karena saya lebih memilih melanjutkan karir saya di Jakarta. Jadi saya meminta Mas Dewa menikahi Fiona, saudari kembar saya.” Fiona tersentak. “La?”lirihnya dengan mata berlinang. Fiola tersenyum. “Fiona, tolong terima lamaran Mas Dewa. Saya harap kalian bisa berbahagia selamanya. Maafkan saya Bu Erna, Pak Raharja. Maaf sudah merusak rencana semuanya. Saya yakin Fiona mampu menjadi istri yang baik untuk Mas Dewa. Permisi.” Lalu Fiola berbalik masuk kedalam kamarnya, tanpa banyak bicara.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD