[3] AVICELLO KORTH L.

1134 Words
"We weren't good friends, Only human i***t who never you see. But believe me, We more like brother and family." [ESREGNET] CELLO POV 22:00 pm. Menurut gue, Punya teman kayak mereka itu nyusahin. Biar dibilang anak berduit dan banyak gaya, terkadang mereka bikin gue nyaman. Intinya sih, gue sayang. Eak. Mobil gue memimpin di depan, diikuti tiga mobil Lamborghini lainnya berjenis Veneno dan Egoista. Kami terhenti di sebuah klub malam ternama di Jakarta. Berencana menghabiskan waktu semalaman disana. "Astagfirullah Ya Allah, hayati sudah tobat." "Yah, ustadz Devano kambuh." Farell menghela napas gusar. Dengan kedua tangannya, ia menarik tubuh Devano yang kebetulan menumpang di mobilnya hingga separuh badannya telah keluar dari pintu. "Yaelah, tadi gue sogok s**u cokelat buat kesini aja lo mau." "Kiamat udah deket. Noh, lihat ke atas langit!" Ucap cowok yang sedang ditarik-tarik badannya sambil menunjuk ke atas. "Ada apaan?" "Ada muka lo depan neraka." Farrel menghempaskan kedua tangannya. "Sialan lo. Gue sholat aja masih bolong-bolong." Gue memutar bola mata jengah, kesal. Kemudian melenggang pergi menuju pintu masuk diikuti David dan Arya. Tak lama, Farell dan Devano dengan mata tertutup mengikuti dari belakang. "Cewek," panggil cowok yang dikenal bernama Farell. Dengan wajah blasterannya itu, ia menarik perhatian gadis yang berjalan melewatinya. "Eh, dipanggil abang lho, kok sombong gitu." "Gue punya nama. Cewek-cewek aja lo." balas gadis itu ketus. "Sayang, jangan marah-marah gitu dong," Yang barusan nyaut namanya david, cowok asli keturunan pulau Jawa. Kalau dilihat dari luar jago buat hati cewek klepek, tapi kalau tahu dalemnya, beuh suka bego sendiri. "Astagfirullah, ayo pulang. Cepetan." Dengan mata tertutup, cowok itu berjalan tak tentu arah mencari pintu keluar. Tidak kuat dengan bau alkohol dan gadis gadis malam, membuatnya ingin berlari kabur. Sekilas tentang Devano giblartar, si cowok berhati es. Dingin gitu, soalnya semacam phobia sama cewek. Gatau kenapa, tanya aja sama orangnya. "Ayo pulang, ya allah. Itu cewek bajunya, astagfirullah." Kampret. Gatau apa gue lagi kane. Arya, cowok satunya lagi yang termuda diantara kami, memutar bola matanya jengah. "Ntar dulu, gue abisin minuman gue dulu nih," "Eh, yang disana!" Panggil gue ke gadis dengan baju yang sedikit tertutup. Aneh rasanya ada yang seperti itu di klub malam. Gadis itu menoleh, kemudian berjalan mendekati gue dengan alis mata tertaut. "Temenin teman gue ya, sendirian nih, gue sama yang lain mau nge-dugem." Ucap gue seenak jidat. "Nih," gue melempar kunci mobil lamborghini berjenis Veneno Roadster kepada gadis itu. "Anter temen gue pulang. Bawa balik lagi mobil gue kesini." "Ha?" "Oke, thanks ya." Gue dan teman gue yang lain dengan cepat pergi ke dancefloor, meninggalkan gadis itu yang tengah menatap bingung. Dengan cepat gue menghabiskan banyak minuman ber-alkohol dan berdansa dengan gadis gadis yang dengan cepat mengkerumuni gue. "Sialan lo. Kiamat udah deket bego!" Teriak Devano dari jauh. Ah, mulai lagi. Kiamatnya tunda dulu, Dev. Besok gue tobat. [ESREGNET] "Sekarang alasan apalagi kalian terlambat bareng?" Farell mengangkat telapak tangan kanannya. "Saya kebelet berak tadi pagi. Dua rius Bapak Hardi yang baik hati dan tampan." "Saya nyuci mobil dulu tadi pagi." Arya tersenyum manis sekali. Sambil menunduk dengan desahan kecil, "Sungguh anak teladan 'kan pak?" "Kalian ini ba--" ucapan Pak Hardi, selaku guru kesiswaan terpotong dengan cepat. "Saya kira hari ini hari minggu pak," Nah, ini dia perusak suasana. Hanya seorang David, alasan gila macam apa itu. "Oh, asik ya kalian main sampai lupa waktu? Udah kelas dua belas. Bapak tuh, udah capek sama kalian yang telat di hari senin. Selalu." "Saya lupa bawa tas pak, jadi balik lagi ke rumah." Ujar Devano seraya menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Subuh tadi saya sholat pak, tobat." Sahut David asal-asalan. "Udah inget dosa pak," Tampak Pak Hardi menahan amarah. Satu orang lagi yang belum ditanya, yaitu gue. "Cello..." Kan bener, pasti gue ditanya. "Kamu ngapain semalam, kok bisa terlambat?" Tanya Pak Hardi lembut, lelah menahan emosi karena tingkah teman-teman gue. "Main bareng mereka." Farell melotot. Begitu pula dengan David dan Arya. Gue tidak mengubris mereka. Jujur yang terpenting bukan? "Ya tuhan." Pak hardi mengelus dadanya berulang kali. Tak lama ia nyaris tumbang ke lantai. Kami berlima dengan cepat menangkapnya. Nyaris saja, Kami sudah takut Pak Hardi akan meninggal karena serangan jantung. Udah kayak Ala-ala drama queen gitu. "Bapak kenapa?" "Eh, ada Cella, bapak nggak kenapa-kenapa. Kamu lanjut urus dan catet mereka di buku jurnal ya, bapak ada urusan." Ucap Pak Hardi, kemudian melenggang pergi begitu saja. "Kalian ini..., Terutama lo Cello." Cella berjalan cepat ke arah gue, kemudian menyipitkan matanya. "Lo itu Ketua OSIS. Tapi lo nyontohin yang nggak bener. Telat, ke klub, nonton film nggak bener, apalagi?" "Masih bany--"sahutan Arya terpotong dengan cepat saat gue menoleh dan menatapnya tajam. "Jangan galak-galak dong by," David memanyunkan bibirnya. Sungguh menjijikkan. Cella mendengus kasar. Sambil memutar bola mata jengah, telunjuknya bergerak menunjuk gue. "Lo ikut gue ke ruangan Kepala Sekolah. Kalian sisanya, bebas. Gue udah nyatet dan ngga peduli lagi." Farell tersenyum lebar, tak lama lompat-lompat di atas lantai. "Asik, makasih bidadari surga, wahai Malaikat Cella." "Bu reta manggil ngapain?"tanya gue kepada Cella. "Lo pasti tahu." [ESREGNET] AUTHOR POV Keduanya berjalan menyusuri koridor dalam hening. Tak ada yang memulai percakapan. Cella larut dengan dunia nya sendiri. Begitu pula dengan Cello yang entah memikirkan apa. Keduanya terhenti di depan pintu besar. Siapapun tahu kalau itu pintu masuk ruangan Kepala Sekolah. Cello mengetuk pintu dengan cepat, kemudian melangkah masuk terlebih dahulu. "Ibu bangga dengan prestasi kalian berdua. Dua minggu lagi kalian akan maju olimpiade Fisika dan Biologi ke Tingkat Nasional. Tahun ini dilaksanakan di Bali. Kalian akan dikarantina selama seminggu." Bu Reta berdeham pelan, senyum keriputnya tak kunjung luntur. "Mohon kerjasama-nya." "Saya yang akan mengambil Fisika." Ujar Cella yang membuat Bu Reta tersentak kaget. Cello menoleh cepat, dahinya berkerut. "Enak aja, gue yang menangin olimpiade kemarin, gue yang ambil Fisika." "Nggak bisa gitu dong, gue juga mau fisika. Gantian." "Apa lo bilang? Gue nggak rela Fisika hancur ditangan lo." "Lo pikir gue nggak bisa menang? Lo kira lo lebih hebat dari gue?" "DIAM!" Teriak Bu Reta seraya menggebrak meja dengan keras. Cella dan Cello bungkam seketika. Keduanya terpaku di tempat. "Mulai pulang sekolah, kalian ada kelas tambahan. Ibu yang akan menentukan Olimpiade Fisika atau Biologi." Sambil menarik napas perlahan, Bu Reta mengusap dadanya perlahan. "Sekarang kalian boleh keluar ruangan." Cella terdiam mencerna, Cello masih diam tidak berkutik. Tidak ada yang bergerak sedikitpun dari tempatnya. "Kenapa kalian masih berdiri disitu?" "Eh, iya bu. Ini juga mau keluar." Ucap Cella dan Cello berbarengan. Cello mendengus, ia benci bersaing dengan Cella. Apapun cara akan dilakukan gadis itu untuk mendapatkan apa yang ia mau. Cello melirik kecil, kemudian memutar bola mata jengah. "Kuncir rambut lo." "Apa urusan lo?" Ketus Cella dengan tampang judes-nya. "Nih," Cello mengulurkan tangannya, memberikan sebuah kuncir rambut berwarna hitam. "Bentar, gue kayaknya kenal kuncir rambut itu." Cella menyerngitkan dahinya, diikuti kekehan kecil Cello. Dengan Cepat gadis itu memukul pundak lelaki jangkung tersebut. "Cello,ih!" [ESREGNET]
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD