bc

I Love You, Dirty Boss

book_age16+
73
FOLLOW
1K
READ
drama
comedy
sweet
office/work place
others
first love
virgin
assistant
passionate
like
intro-logo
Blurb

Mila terpaksa bekerja menjadi Asisten pribadi seorang pengusaha muda yang ternyata memiliki masalah dalam kepribadiannya. Bukan Bipolar, posesif dan kawan-kawannya, melainkan kejorokan yang mengakar dalam diri dan sering kali membuatnya muak.

chap-preview
Free preview
Satu
Dia tampan, benar. Dia baik, benar. Dia juga cerdas, benar. Semua tidak ada yang salah, bahkan dia nyaris sempurna dengan kelebihan-kelebihan yang dimiliki. Namun, pernahkah kalian bekerja dengan makhluk nyaris sempurna dan memiliki satu kekurangan yang sangat sulit ditoleri? Dan sekarang, aku sedang mengalaminya. Bekerja dengan pengusaha muda berimej cerdas, tampan, berkarisma dan banyak lagi, padahal dia sangat jorok. Bahkan kejorokannya sering membuatku mual saking tidak tahannya. Ya Tuhan... Seandainya ada semprotan pembersih manusia secara tak kasat mata, mungkin aku akan memborongnya, lalu menyemprotkannya ke bosku. "Mil, saya minta siapkan jadwal hari ini, tempat mana saja yang harus didatangi dan berapa banyak bertemu klien." Di tengah lamunan, kuanggukkan kepala, semilir angin yang masuk lewat celah jendela menghantarkan aroma tak sedap yang sudah kuduga datang dari bosku ini. Aku mendongak. "Bapak nggak mandi sudah berapa hari?" Beliau memutar bola mata seperti sedang berpikir. Seberapa lama sampai harus berpikir? Apa sudah seminggu? "Saya kurang ingat, tapi yang jelas belum seminggu," jawabnya kemudian disusul cengengesan tanpa menunjukkan rasa malu atau bersalah. Kubalas menyengir. "Bapak ada tiga kali bertemu klien, apa akan dengan 'wangi' seperti ini?" wangi yang kumaksud adalah perpaduan antara keringat dan aroma lidah buaya yang menyengat, sungguh tidak mengenakan indera penciuman. "Makanya saya minta siapkan jadwal hari ini, supaya bisa bersih-bersih dulu maksudnya." Diam-diam kuhembuskan napas, tersenyum lega karena hari ini tidak akan mencium aroma ini lagi sampai beberapa hari kedepan. "Tapi kayaknya nggak harus mandi juga, kliennya nggak penting-penting banget, kan?" Oke baik, harapan tinggal harapan, sudah menjadi pengharum alami yang sengaja si Bos gunakan untuk ruangan yang kutempati. "Meskipun nggak penting, tapi mandi buat kebersihan diri juga kan, Pak?" Sialnya, si Bos malah tertawa ringan mengibaskan tangan. "Buat apa ada parfum kalau tetap harus mandi." Siapa yang membuat selogan sialan itu? ketemu siapa orangnya, akan kuminta dia menarik selogan itu. "Sudah, saya siap-siap dulu." Si Bos berlalu, kubenturkan kepala ke meja. Ingin rasanya berhenti dari pekerjaan ini, tapi kedermawanan si Bos selalu membuat lemah dan membuatku mengurungkan niat untuk berhenti. Perjalanan dimulai, duduk bersampingan dalam mobil cukup membuatku merasa pengap. Aroma parfum yang menyengat, ditambah hawa panas dalam mobil membuatku pusing. "Saya perhatikan, kamu sering banget melamun. Kenapa?" Suara si Bos menarik kesadaranku. Tersenyum tipis, aku menggeleng. "Nggak kenapa-napa, Bos." Melamun adalah salah satu cara terbaik untuk mengalihkan rasa mualku setiap kali berdekatan dengan beliau. Ya Tuhan... Adakah orang dermawan yang lebih bersih dari si Bos ini? Kuperhatikan gerak-gerik si Bos yang tengah menggaruk kepala. Apa yang mengapung dari sana sungguh bukan hal yang indah dipandang. Puing-puing putih berjatuhan, bertengger di bahu dan sebentar lagi dia akan berucap, "Kepala saya gatal banget, Mil. Kayaknya udah semingguan nggak keramas." Refleks kupelototkan mata, meringis, menahan napas agar tidak memekik. Terbayang bagaimana isi kepalanya, pasti penuh kotoran, dan tidak ketinggalan kutu-kutu yang bersarang di sana. Padahal, rambutnya hitam lebat, akan sangat indah bila dirawat. Kuhela napas panjang, membuang pandangan ke luar kaca mobil. "Kalau nggak salah, ada reuni SMA ya minggu ini?" Dia kembali membuka pembicaraan. Aku ingat-ingat, beberapa detik kemudian mengangguk. "Iya, Pak. Sabtu malam ini." "Nanti kamu cek apa saja acaranya, kasih tahu ke saya. Kalau ada waktu luang, dan acaranya nggak buang-buang waktu, kita datang ke sana." Tanpa sadar kuarahkan bola mata malas. "Dari judul acaranya aja udah nggak penting, Pak. Acara reuni loh ini." Dia menyugar rambutnya, terdengar helaan napas. "Iya juga, sih. Tapi kangen juga udah lama nggak ketemu sama teman-teman SMA. Sekalian bernostalgia masa-masa pegang cangkul." Biar lebih cepat, aku mengangguk saja. Teringat sesuatu yang bertolak belakang dengan usahanya sekarang. "Cangkul?" keningku mengernyit. "Bukannya bisnis Bapak bergerak di bidang konsumsi?" Kembali terdengar helaan napas, tetapi kali ini disusul dengan tawa kecil. "Itulah, saya sekolah dan kuliah di jurusan pertanian. Tapi malah kerja beginian. Nggak masalah, yang penting duit, kan?" Aku menggeleng-geleng tak habis pikir. "Jadi?" Dia mengangkat bahu. "Cerita hidup saya panjang, kalau dijadikan buku bisa tebal juga. Jangan mau tahu kehidupan saya." Kutepuk kening, mencebik. "Siapa juga yang mau tahu," dumelku sambil meremas tas yang disimpan di pangkuan, kesal. *** Hampir setiap pagi aku terpaksa mendatangi rumah bergaya minimalis ini, menyiapkan mental menghadapi sang pemilik rumah. Kuhembuskan napas perlahan sebelum membuka kunci pagar, disambut dengan dua motor Vespa matic dan satu motor butut bersampingan di halaman depan rumah. Kulirik lampu depan masih menyala, sudahlah pasti sang pemilik rumah masih asyik berjelajah di dalam mimpi. Melanjutkan melangkah ke arah pintu sambil mengobok-obok isi tas mencari kunci cadangan. Diri ini terasa lelah harus bekerja ekstra setiap Senin-Jum’at. Duit memang besar, tapi kesehatan mental yang jadi taruhannya. Pintu dibuka, disambut dengan ruang tamu yang masih berantakan dan aroma asap rokok menguar yang kuyakini sisa semalam. Kulirik jam dinding baru pukul 6 pagi, pantas saja asisten rumah tangga belum datang. Perhatianku tertuju pada pintu kamar utama di pojok ruangan tengah, menghirup udara sebanyak mungkin sebelum masuk ke kamar itu. Dirasa cukup puas, maju lima langkah, menurunkan kenop pintu, mengintip sedikit dari celah pintu. Benar saja, dia masih tertidur. Mendesah pasrah, kubuka lebar-lebar pintu, sedikit kasar. Handuk, rokok, headset, gelas bekas kopi berceceran di lantai, belum lagi aroma aneh perpaduan antara bau kopi, asap rokok, dan bau badan semerbak menjadi pengharum ruangan. Membuatku ingin berteriak sekencang mungkin, menendang pria yang terbaring itu. Selama dua tahun bekerja dengannya, belum pernah kutemui keadaan rumah dan kamar dalam kondisi bersih dan wangi. Dengan langkah yang terasa berat, aku mendekati dia, mengguncang tubuhnya kuat-kuat. “Pak bangun, Pak, udah siang.” “Hem...” Kuputar bola mata jengah. “Pak udah siang, Pak!” bukan lagi mengguncang, kupukul keras-keras punggung kokohnya. “Siapkan saja failnya, nanti saya baca ulang sama tandatangani,” gumamnya. Benar-benar! “PAK, BANGUN! UDAH JAM SEMBILAN, MAU BANGUN JAM BERAPA, HAH!” teriakku menggelegar memenuhi isi kamar. Cara terampuh membangunkan dia ya... seperti ini. Dia bangun, linglung, melirik kanan-kiri. “Jam sembilan?!” saat matanya benar-benar terbuka, melihat jam dinding, saat itu juga gerutuan muncul dari bibirnya. “Mana jam sembilan? Baru setengah tujuh pula!” Kulebarkan senyuman, mengedip-kedipkan mata. “Saya cuma ngikutin saran adeknya Bapak aja.” Benar, adiknya menyarankan bila dia susah dibangunkan, bilang saja sudah melebihi jam semestinya berangkat kerja. Refleks dia akan terbangun panik, dan ternyata benar. “Udahlah, saya mau siap-siap dulu.” Kugeser tubuh lebih menempel pada laci samping ranjang, mempersilakan dia untuk beranjak dari ranjang. “Jangan lupa mandi ya, Pak,” tegurku masih disertai dengan senyuman. Dia menyeringai. “Saya udah mandi tadi malam, jadi pagi ini nggak usah repot-repot mandi. Masih wangi,” sahutnya membuatku ingin menerkamnya saat itu juga. Saat dia keluar dari kamar, kupungut handuk dan headset di lantai. Dalam hati menyayangkan, barang-barang mahal yang tak bernilai sama sekali baginya. Aku ingat, seminggu sudah lebih dari 4x dia membeli headset, semuanya rusak dalam kurun dua hari. Sedih sekali, bukan?

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Tentang Cinta Kita

read
190.6K
bc

My Secret Little Wife

read
98.7K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
206.2K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Siap, Mas Bos!

read
13.6K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.7K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
15.5K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook