Masuk UKS

1644 Words
"Dia yang menaruh kepercayaan pada dunia, dunia akan mengkhianatinya." _Ali bin Abi Thalib_ *** "Si anyinggg itu cabenya kebanyakan b**o, ini bakso dikasih sambal atau sambal dibaksoin?" Pekik Intan nyaring melihat aksi nekat Alvaro yang menuangkan hampir setengah mangkok saos cabe di dalam baksonya. Pemuda dengan seragam tak terkancing rapi itu hanya mengaduk baksonya santai dan melahapnya nikmat, "Itu rasanya gimana?" Kata Intan mendelik ngeri melihat kuah bakso cowok itu sudah merah karena sambal. "Rasanya nikmat lah b**o, cobain nih!" Ujarnya sembari menyodorkan sendok berisi kuah bakso itu, Intan menggeleng cepat lalu menyeruput es jeruknya pelan. "Nanti mencret tau rasa lo," Kata Intan mengingatkan, namun Alvaro hanya mendelik kecil dengan mulut yang masih penuh. "Tinggal ke toilet susah amat," cewek berambut sebahu di depannya itu hanya memutar matanya jengah, "Kalau lo sempat ke toilet," Alvaro langsung terbahak begitu saja. "Maksudnya gue mencret di celana?" Katanya seakan tidak jijik padahal ia sedang mengunyah, anak-anak yang berada di kantin yang tidak sengaja mendengar itu menatap jijik kearahnya. Eneg mendengar celetukannya yang tidak bermutu. "Yah tinggal lepas celana, terus gue t*******g dah," Intan berdecak kasar bicara dengan Al harus butuh kesabaran extra. "Jangan aneh-aneh deh, makan cabe banyak gak bagus buat lambung," ujar Intan dengan menggeleng heran, Alvaro mendecih kecil. "Tapi bagus buat nafsu makan gue nyet," balasnya nyolot seakan tidak terbantahkan, "Emang segitu sukanya yah lo ama cabe?" Alvaro mengangguk cepat dengan wajah serius. "Gue sama cabe itu gak bisa dipisahin, cabe itu bikin ketagihan, tapi sayang dia pedas," katanya dengan tersenyum b**o. Intan mendengkus, "Ngomong apasih lo?" Ujar Intan lelah, gadis berambut sebahu itu pun meraih ponselnya yang bergetar lalu mengangkatnya jauh dari keramaian. Meninggalkan Alvaro yang kembali menikmati baksonya tanpa mendesis kepedasan. Beberapa menit setelah kepergian Intan, seseorang terlihat berdiri menjulang tinggi di sebelah mejanya dan langsung menendang kecil pada mejanya membuat ia mendongak kecil, pemuda itu memicingkan mata melihat kembarannya Azura sudah berdiri menatapnya dengan datar. "Apa?" Ujar Alvaro tak bersahabat, Azzam terlihat mendengkus kecil berusaha tidak menanggapi. "Lo lihat Azura gak?" ucap Azzam berusaha lembut, Al melongos kasar. "Lo punya mata kan? Lihat aja sendiri, ada gak tuh anak?" Azzam menghela pelan, "Lo kan satu kelas sama dia, dia ada ke kantin gak tadi?" Alvaro mendelik cepat. "Yah mana gue tahu malih," balasnya kesal karena cowok beriris mata cokelat itu sudah menganggu acara makannya. "AZZAM BURUAN ELAAAH!" Teriak dua temannya diujung koridor, cowok itu pun meletakan kresek hitam berisi roti dan juga s**u cokelat di atas meja Alvaro membuat pemuda yang masih mengunyah itu menautkan alis bingung. "Tolong kasiin ke Azura yah, dia ada magh soalnya," titip Azzam sembari tersenyum ramah. Alvaro dengan cepat mendelik, "Gue juga punya ma sama pa di rumah, masih hidup juga," Azzam menghela nafas kasar, berusaha tidak emosi sekarang. "Maksud gue magh, penyakit, lo paham gak?" Jelas Azzam, Alvaro menganga kecil sembari mengangguk paham. "Lah terus urusannya sama gue apa?" "Kasiin ke dia yah, makasih sebelumnya," kata Azzam sudah berusaha berbaikan dengannya dan menyempatkan memukul pelan bahu cowok itu dan berlalu pergi dengan berlari kecil menuju kedua temannya. Alvaro melongo ditempat sembari menatap kresek hitam di mejanya, dengan kurang ajarnya cowok itu meminum s**u cokelat kemasan itu setengah dan memasukannya lagi ke dalam kresek. "Ini si mak lampir gak jadi balik?" Gumamnya sendiri lalu beranjak dari tempat duduknya. "Nyusahin," katanya beranjak dari kursinya sembari meraih kantong hitam yang tergeletak diatas mejanya. *** Azura di dalam kelas teelihat menempelkan pipi kirinya pada meja, malas untuk bergerak ke kantin padahal perutnya sedari tadi sudah berbunyi. Memikirkan bagaimana sikap Azzam padanya membuat ia kembali menghentakan kakinya kasar. Rasanya ia ingin mengulek-ulek mulut kasar Alisa. "Nih!" Kata Alvaro meletakan kresek pada meja cewek berkerudung itu, Azura mendongak kecil menatap pemuda itu dengan alis bertautan. "Apa ini?" Ujarnya dengan membalikan tubuhnya menghadap Alvaro yang duduk di belakangnya. Pemuda itu hanya memutar mata jengah. "Itu kresek nyet, isinya roti sama s**u, pake nanya lagi," Azura berdecak kasar lalu memicing kearah cowok itu lagi. "Maksud gue ngapain lo kasih ini ke gue? Kenapa? Why?" Ujarnya merasa curiga. Alvaro terbahak sembari terbatuk-batuk, "Gak usah ngayal, itu dari kembaran lo," balas Alvaro tak santai, Azura langsung melemaskan bahunya dengan wajah sendu. "Dikasih makanan bukannya senang malah drama," Azura menyodorkan kresek itu pada Alvaro dengan wajah masam. "Gue gak nafsu makan!" Sentaknya kesal membuat Al termundur kecil pada kursinya. Wajah imut tadi berubah jadi sangar, membuat cowok itu hampir memekik kaget. "Bilangin yah sama Azzam, kalau mau kasih gue makanan itu langsung jangan lewat perantara. Emang lo go food disuruh ngantar-ngantar," cerocosnya dengan wajah kesal. "Kenapa jadi gue yang kena marah anjir," Azura mencebikan bibirnya lalu kembali menghadap depan dan kembali menidurkan diri dengan beralaskan lengan. "Ini gak mau lo makan nih?" Azura tidak menjawab malah menghela kasar di atas mejanya, Alvaro tak menyiakan kesempatan lalu meraih roti dalam kresek langsung melahapnya. Rezeki mah jangan ditolak. Bel masuk berbunyi membuat anak-anak melesat masuk ke dalam kelas. Intan pun sudah mendudukan diri di sebelah Azura. Sepanjang mata pelajaran Azura meringis sembari memegang perutnya, keringat dingin membasahi pelipisnya. Wajahnya pucat pasi membuat Intan menoleh kaget padanya. "Lo sakit Ra?" Azura tidak menjawab hanya mengigit bibir bawahnya kasar, "Badan lo dingin bangat Ra, gue antarin ke UKS yah?" Cewek itu mengangguk pelan, Alvaro yang duduk di belakang keduanya jadi menautkan alis menatap kearah gadis itu dengan tatapan tak terbaca. "Bu, Azura sakit!" Bu Naya yang sedang mengajar pun menghentikan aktifitasnya lalu mendekat pada gadis yang sudah lemas itu. "Bawa dia ke UKS," Intan mengangguk lalu memapah tubuh gadis itu pelan menuju UKS di lantai dua. "Bu!" Teriak Alvaro membuat wanita paruhbaya itu menoleh kaget, "Ada apa Al?" Cowok itu memikirkan alasan yang tepat untuk ia keluar kelas. "Saya mau mencret bu," teman kelasnya terbahak begitu saja namun ia sama sekali tidak peduli, "Yasudah sana, cepat balik!" Alvaro mengangguk lalu melesat pergi. Bukannya ke toilet dia malah berbelok ke lantai dua menuju UKS. *** "Mbak Dian ini teman saya sakit," teriak Intan di ambang pintu pada perempuan yang baru berumur 25 tahun itu. Mbak Dian pun mendekat dan mengerjap melihat Azura yang sudah pucat pasi tidak berdaya. "Tolong baringkan di ranjang," titah Mbak Dian, Intan mengangguk lalu membaringkan tubuh Azura pelan. "Kamu sudah sarapan?" Azura menggeleng lemah, memang ia tadi tidak nafsu untuk sarapan membuat bundanya heran dengan tingkah putrinya itu. "Kamu ada riwayat penyakit magh kan?" Tebak penjaga UKS itu membuat Azura menggigit bibir. "Lain kali jangan lupa sarapan, Yaudah mbak bikin teh panas dulu yah. Intan jagain dulu temannya" kata perempuan itu lagi, Intan mengangguk pelan lalu mendudukan diri di sisi ranjang. "Lo balik aja, nanti dimarahin sama bu Naya," Kata Azura merasa tidak enak, Intan menggeleng cepat, "Tapi lo gak ada yang jagain Ra," Azura mendengkus lemah, "Gue gak bakalan langsung mati kok, udah sana ke kelas," Ujarnya dengan mengibaskan tangannya, Intan mengangguk ragu lalu pamit dan melesat menuju kelasnya. Selang beberapa menit kepergian Intan, pintu UKS terbuka. Seseorang tengah berjalan pelan sembari mengintai dan menarik kain pembatas yang menutupi tempat tidur Azura. Azura bisa merasakan sosok itu berjalan mendekat kearah kasurnya, gadis itu bisa merasakan kalau sosok itu tengah memperbaiki letak selimut miliknya. Azura ingin sekali membuka matanya namun ia merasa lemah, apalagi ia merasa pusing kalau harus membuka mata. "Cepat sembuh!" Ujarnya lalu berjalan menjauh, Azura seperti mengenali suara itu. Namun untuk sekarang ia tidak bisa berpikir, ia hanya butuh istrahat. Langkah sepatu terdengar mendekati tempat tidurnya membuat Azura bergerak kecil walau belum membuka kelopak matanya. Tangan seseorang tengah menyentuh keningnya yang masih berkeringat. "Minum teh kamu dulu," Azura mengenali suara ini, suara Mbak Dian. Gadis itu pun membuka mata lalu berusah bangkit duduk, "Makasih mbak," ujarnya saat perempuan di hadapannya itu membantunya minum. "Mbak mau keluar pergi beli makanan buat kamu dulu, gakpapa kan sendiri?" Azura mengangguk dengan tersenyum tipis. Ketukan pada pintu UKS membuat Dian menoleh dan tersenyum melihat sosok Kevin disana. "Mbak dipanggil ke ruang guru," ujar pemuda itu dengan suara beratnya, Mbak Dian mengernyit lalu mengangguk, "Eh Kevin bisa minta tolong mbak tidak?" Tahan perempuan itu lagi. "Minta tolong apa mbak?" "Jagain adik kelas dulu, dia lagi sakit," Azura melebarkan mata mendengar itu, rasanya ia ingin menghilang saja daripada merasa malu menatap Kevin dengan keadaannya sekarang. Pasti wajahnya pucat pasi seperti mayat hidup. "Iya mbak," kata Kevin lalu melangkah mendekat menuju ranjang Azura, mbak Dian pamit keluar. Sedangkan Azura menggigit bibir takut, Kevib terlihat menautkan alis "Azura, lo sakit?" Ujarnya lalu meraih kursi bekas Mbak Dian dan mendudukinya. Tangannya terulur memegang kening cewek itu membuat Azura merona seketika. Sentuhan kecil Kevin sangat berpengaruh pada kesehatannya "Lo magh yah?" Azura mengangguk, cowok berkacamata bening itu berdecak lirih. "Kalau tahu ada magh kenapa gak makan? Lo mau nyiksa diri sendiri ?" Omelnya membuat Azura terdiam dengan mengigit bibir. "Gue pergi beli makan dulu," katanya sembari beranjak, Azura mengggelengkan kepala, "Gak usah, gue gak lapar," katanya berusaha menolak. Kevin menjitak pelan kepala gadis itu membuat Azura mengaduh kecil, "Lo mau mati kelaparan?" Azura menelan salivanya kasar melihat senyuman manis cowok di hadapannya itu. "Tunggu disini, gue balik lagi!" Ujarnya menyempatkan menepuk kepala mungil gadis itu, pipi Azura memanas mendapat perlakuan lembut Kevin. Rasanya ia ingin memekik keras sekarang, namun ia tidak punya tenaga untuk itu. *** Azzam berjalan pelan menuju kelas sang adik, rasanya tidak tenang tidak bisa bertegur sapa dengan adiknya itu. "Intan yah?" Sapanya lembut membuat cewek berambut sebahu itu mengerjap kaget. "Eh iya, kenapa?" Katanya linglung dengan pipi merona, "Azura ada di kelas gak?" Benar saja ia lupa memberitahu Azzam kalau Azura sedang sakit sekarang. "Azura di UKS, maghnya kambuh," Azzam membelalakan matanya lalu melesat cepat ke UKS tanpa pamit membuat Intan menautkan alis bingung. "Buset gue ditinggal," gumamnya lirih merasa miris begitu saja. Jika mau pedekate dengan Azzam siap-siap jadi cewek ketiga dalam hidup pemuda tampan itu. Yang pertama bundanya dan yang kedua Azura. Jadi jangan kaget kalau semua urusan Azura dinomor satukan. Karena memang ia menyanyangi kembarannya lebih dari apapun.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD