Alya Khansa Ramadhani

796 Words
"Al, sumpah. Aku nyerah sama soal ini." Perempuan bernama lengkap Arraya Kirania itu menautkan kesepuluh jarinya, saat melihat 3 soal statistik yang diberikan oleh Pak Sandy, dosen statistik yang sudah izin pulang lebih awal. Perempuan yang dipanggil 'Al' itu menoleh pada sahabatnya sambil terkekeh hingga memperlihatkan lesung di kedua pipinya. “Nggak sanggup banget deh. Ini Pak Sandy ngasih soalnya susah banget. Ya Allah, Raya nggak ngerti,” keluh Raya dengan wajah cemberut. Alya hanya terkekeh geli lalu kembali mengerjakan soal statistik yang diberikan dosennya dengan tenang tanpa memedulikan keluhan Raya yang semakin banyak karena soal statistik mereka. Raya hanya bisa bertopang dagu di atas meja dengan memperhatikan Alya yang sedang fokus mengerjakan soal. "Al,” Alya menghentikan aktivitas menulisnya, mengangkat kepalanya, lalu menoleh. Mia telah  berdiri di samping mejanya. “Di cariin Kak Adnan di depan," ucap Mia dan segera berlalu pergi dari meja Alya. Raya menyenggol lengan Alya lalu menatapnya dengan tatapan mengerling. "Cie, di cariin senior ganteng." Raya menyenggol tubuh Alya dengan sikunya, menggoda sahabatnya itu. "Raa…" panggil Alya dengan tenang, namun tatapan matanya kontradiktif. Raya hanya bisa nyengir, sedankan Alya segera bangkit dari duduknya, dan melangkah keluar kelas. Alya menghampiri lelaki yang berdiri membelakanginya. "Ada apa, Kak?" Lelaki yang Alya panggil dengan sebutan ‘Kak’ akhirnya berbalik, dan langsung dapat melihat mata hitam bulat milik Alya di hadapannya. Lelaki bernama Muhammad Adnan yang memiliki warna kulit kuning langsat dan juga tubuh tinggi tegap. Mahasiswa semester 7 yang mengampu jurusan yang sama dengan Alya, yaitu jurusan Hubungan Internasional. Adnan mengerjapkan matanya, segera menyadarkan dirinya. "Ini revisi proposalnya,” Adnan memberikan hardcopy proposal untuk kegiatan akhir tahun kampus yang akan mereka adakan. “1 minggu lagi jadi, bisa Al?" tanya Adnan. Dalam kegiatan tersebut, Adnan menjabat sebagai Ketua Pelaksana, sedangkan Alya menjabat sebagai Sekretarisnya. Alya menerima proposalnya tersebut dengan tangan terbuka dan tanpa layangan protes. "InsyaAllah Kak. Alya usahakan," ucap Alya tersenyum tipis lalu segera berbalik. "Al." Alya kembali menoleh karena Adnan memanggilnya. "Ya,?" Situasi hening beberapa saat. Alya mengangkat sebelah alisnya karena bingung maksud panggilan Adnan barusan. Adnan menggeleng dan tersenyum, "Nggak papa," ucapnya. “Oke deh, kalau gitu Alya masuk kelas langsung, ya, Kak. Assalamu’alaikum,” pamitnya dengan tubuh langsung memutar masuk kembali ke kelas setelah mendapatkan jawaban salam dari Adnan. Alya meletakkan proposal tersebut ke atas meja, dan lebih memilih menyelesaikan tugas statistiknya terlebih dahulu. “Ngapain Kak Adnan manggil kamu, Al?” tanya Raya dengan wajah keponya. “Proposal, biasa,” ucap Alya dengan santai. Tapi Raya, tidaklah secepat itu menyerah untuk mencari tahu maksud sebenarnya antara Alya dengan seniornya itu. Raya yakin, di antara keduanya pasti ada sesuatu. “Dia ke sini mau ketemu kamu doang, ya, kayaknya?” tanya Raya dengan pancingan keduanya. "Selesai!" Bukannya menjawab pertanyaan Raya, Alya malah memekik girang karena telah berhasil menyelesaikan 3 soal statistik dari Pak Sandy. Alya menoleh lalu tersenyum lebar ke arah Raya, hingga akhirnya Raya malah ikut terkekeh. Baiklah, untuk saat ini Raya tidak akan bertanya lebih banyak lagi pada sahabatnya itu. Alya memang perempuan yang ceria, namun sedikit ceroboh. Ia juga memiliki kemampuan sosialisasi yang sangat Raya akui, the best. Selama kuliah 5 semester, yang Raya tahu, Alya memiliki banyak sekali teman. Apalagi Alya aktif dalam organisasi di internal kampus maupun yang eksternal kampus, serta malang melintang dalam kepanitiaan acara. Dan hebatnya, Alya juga tetap dapat mempertahankan prestasi akademiknya dengan sangat baik. "Kuy, makan!" ajak Raya dengan semangat. Mereka berdua membereskan semua alat tulisnya ke dalam tas masing-masing, kemudian berdiri, dan berjalan menuju kantin. Raya memesan pecel ayam, sedangkan Alya memesan gado-gado kesukaannya. "Alya?" panggil seorang lelaki dengan suara yang terdengar ragu. Alya mendongak, "Eh, Nando. Iya ada apa?" tanya Alya pada Nando. "Jangan lupa nanti sore kita rapat BPH-Koor ya, Al." Nando, laki-laki keturunan Sunda-Betawi yang memiliki mata sipit dengan rambut ikalnya yang sering dikuncir itu, merupakan Koordinator divisi acara. Alya menepuk jidatnya, "Oh iya, hampir aja lupa. Maaf ya Do," ucap Alya penuh sesal. "Padahal tadi aku ketemu sama Kak Adnan, tapi dia nggak bilang apa-apa.” "Nggak papa, Al. Kebetulan aja kita ketemu di sini. Kalau gitu aku langsung cabut lagi ya." Alya mengangguk, dan tersenyum, "Makasih ya, Do." Raya memperhatikan wajah Alya yang ada di hadapannya itu. "Kamu beneran nggak cape, Al? Kuliah, organisasi, sama bikin acara di waktu bersamaan?" tanya Raya dengan nada khawatir pada Alya. Bagaimana tidak, saat ini Alya masih aktif dalam organisasi BEM di kampusnya, dan juga sedang memegang 2 kepanitiaan sekaligus. Alya menggeleng dengan tersenyum lebar. "Aku suka, Ra. Mungkin karena itu aku jadi santai ngelakuin semuanya." "Jangan sampe kecapean loh, ya!" Raya bicara dengan nada tegas, namun malah terkesan khawatir dan perhatian pada Alya. Alya mengangguk dan tersenyum lebar lagi, hingga tertawa. "Iya, aku paham."  ================== Halooo! Saat ini Halaqoh Cinta akan hadir dalam bentuk buku cetak. Masa PO berlaku dari tanggal 17-30 Juli 2020. Untuk yang mau liat gambar cover dan info lengkapnya bisa kunjungi ** @hapsyahnurfalah atau chat ke nomor 0858-9213-1230. Harga buku 88.000 sudah include bookmark, postcard, dan ganci. Terima kasih! 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD