Tapi, tiba-tiba ponsel Gia berbunyi. Ponsel yang diletakkan di meja kecil samping sofa. Gia segera menyambar kotak pintar tersebut.
Sarah
"Angkat gih Mam. Siapa tau mbak Sarah ngabarin hal penting" ujar Ve saat melihat nama penelpon
"Hem tapi Mam lagi libur Ve" ujar Gia
"Come on Mam" ujar Ve
"Oke Mam angkat dulu kalau gitu"
Setelahnya Gia menggeser tombol hijau ke atas dan sedikit menjauh dari Ve. Sedangkan Ve kembali menikmati makanannya kali ini dengan tenang.
.
.
.
"Baik rapat hari ini selesai. Saya minta evaluasi di semua bidang. Laporan saya tunggu di meja saya besok pagi. Selamat sore"
"Baik pak"
Seketika rapat di jam sore tersebut berakhir. Sang pemimpin perusahaan sudah keluar diikuti oleh sekretarisnya.
Bisik-bisik langsung terdengar. Juga keluhan di sana sini
"Duh lembur lagi deh ini"
"Alamat gak pulang nih"
Dan kemudian mereka membubarkan diri kembali ke ruang masing-masing. Untuk mulai mengerjakan laporan yang harus di setor besok pagi.
"Deni, tolong atur jadwal saya besok. Kosongkan saat pagi sampai siang. Saya ada kegiatan di luar" ucapnya begitu sampai di depan pintu ruangannya
"Baik Pak Wenas akan saya jadwalkan ulang"
"Bagus. Dan bagaimana surat kerjasama kita dengan Bouman Grup?" Tanya lagi
"Maaf pak, belum ada konfirmasi atau pemberitahuan dari sana"
"Baiklah. Terimakasih Deni"
"Baik, sama-sama pak"
Wenas segera masuk ke ruangannya. Duduk di singgasana sebagai CEO Harmawan Corporation. Sedikit memejamkan mata dan mengurut pangkal hidungnya. Ia merasa sedikit pusing.
Hembusan napasnya terasa berar. Laporan pendapat juga peningkata perusahannya jauh dari ekspektasinya. Di tambah pesaingnya juga makin banyak.
"Apa minta bantuan Papah ya?" Gumam Wenas
Lama ia berpikir dan kemudian Wenas menggelengkan kepalanya
"Gak, gue bisa buktiin kalau gue mampu" ucapnya penih keyakinan
Papah dari Wenas, Bayu Putra Harmawan Presiden Direktur dari Harmawan Corporation. Ia memberikan tambuk CEO kepada putra satu-satunya Wenas bukan karena ia anaknya tapi, ia percaya Wenas bisa mengembangkan perusahaan keluarga ini lebih baik. Dan Bayu hanya akan turun tangan jika benar-benar mendesak. Saat ini Bayu tengah menangani cabang dari Harmawan Corporation yang bergerak di bidang pangan.
Wenas menghembuskan napasnya. Kerjasama dengan Bouman Grup harus segera terjadi. Apakah ia harus datang ke sana sendiri.
Tapi, besok dia harus menemani Nasha ke dokter. Kemarin giginya ada yang bolong. Dan Nasha sudah merengek untuk di antar ke dokter. Aneh. Biasanya anak-anak paling takut ke dokter gigi. Sedangkan Mommynya sedang menemani Papahnya di Bandung.
Tidak terasa Wenas memejamkan matanya pelan. Napas teratur berhembus dari hidungnya. Hingga ketuka pintu terdengar dan membuatnya terjaga.
"Ya masuk"
"Maaf pak menganggu. Di luar ada yang mencari bapak?" Ucap sekeretarisnya
"Siapa? Saya tidak sedang ada janji?" Sahut Wenas heran
"Kurang tahu pak. Seorang perempuan. Kalau tidak salah namanya Maya"
Seketika Wenas membelalakan matanya. Hanya satu nama Maya yang ada di ingaran Wenas. Mantan pacarnya sewaktu kuliah dulu. Tapi apa mungkin
"Suruh masuk saja" ujar Wenas akhirnya
"Baik pak"
Tidak lama pintu ruangan Wenas di buka perlahan. Seorang perempuan masuk. Wangi minyak wangi langsung menyeruak sampai ke hidung Wenas.
Setelah melihat siapa yang datang dan benar saja.
"Hai Wenas"
--
Malam semakin larut. Hawa dingin menerpa kulit. Semilir angin berhembus lembut. Sinar rembulan di atas sana cukup terang untuk menerangi malam gelap ini.
Ve termenung di balkon kamarnya. Setelah sang Mamah mendadak harus ke butik. Yah, sepi lagi. Bik Asih juga lagi pulang.
"Ke rumah Lyr aja deh. Nginep sana" gumam Ve setelah lama terpekur
Belum juga Ve menjangkau ponselnya untuk menghubungi Lyr. Kotak persegi tersebut sudah berbunyj dulu. Segera Ve mengambilnya dan melihat nama yang muncul.
"Halo Mam?"
"...."
"Huft!? Ya udah gak apa Mam"
"..."
"Aku mau ke rumahnya Lyr aja. Mau nginep di sana"
"...."
"Mau naik taksi Mam"
"...."
"Hem gak enak Mam ganggu mereka udah malem ini"
"...."
"Terserah deh Mam"
"...."
"Iya"
Tidak lama bel pintu rumah Ve berbunyi. Ve pasca di telpon Mamahnya sedang bermain permainan online juga mencari tahu lebih lanjut tentang Om Wenas.
Segera Ve turun ke bawah dan membukakan pintu.
Saat membuka pintu terlihat seorang laki-laki berdiri di depan Ve. Mendongakkan kepalanya Ve, dahinya mengernyit.
"Cari siapa mas?" Tanya Ve setelah lama mengamati
Si laki-laki pun hanya diam mengamati Ve
"Mas halooo!!!" Ujar Ve lagu sambil melambaikan tangannya
"Ehh...oh.. itu nyari mbak Verina" jawabnya tergagap
"Gue Verina. Ada apa?"
"Oh gitu, di suruh Mamah jemput buat bawa ke rumah. Oh gue anaknya Bu Asti. Samping rumah" sahutnya
"Hem, di sini aja. Ve males keluar" ujar Ve sambil masuk ke dalam
"Kata Mamah main ke rumah aja mbak. Tadi Mamahnya mbak Ve telpon Mamahku" katanya terlihat enggan mengikuti Ve ke dalam
"Ya udah deh. Bentar" ujar Ve akhirnya
--
Di sebuah kamar dari salah satu rumah di kompleks cukup elit di pinggir kota. Seolang laki-laki tengah gusar. Baru saja ia menerima telepon jika ia dibutuhkan untuk segera ke rumah sakit. Salah satu pasiennya membutuhkan tangan dinginnya.
"Duh gimana nih mau izin ke rumah sakit?!" Gumamnya
"Baru boleh besok lagi ke rumah sakit. Tapi ini keadaan gawat. Duh semoga Dokter Ryan bisa mengatasinya" pintanya
Lama ia mondar mandir di dalam kamarnya. Sang kakak Bia yang akan menuju kamarnya melihat adiknya tengah kebingungan. Tidak sengaja ia melihat dari pintu kamar yang terbuka.
Kulit di dahi Bia mengernyit. "Kenapa tuh bocah?" Gumam Bia
Karena tidak mau di anggap kepo dan mengurusi urusan orang. Bia hanya berlalu dan lanjut berjalan menuju kamarnya.
Tapi, baru dua langkah. Suara adiknya menghentikannya.
"Kak Bia tunggu"
"Kenapa?" Tanya Bia membalikkan badannya dan menyender pada tembok di sampingnya
"Hehe, bantuin gue kabur dong kak"
Bia menaikkan satu alisnya. Kurang paham maksud adiknya
"Jadi gini kak...."
Meluncurlah cerita Naren dan juga maksudnya kepada sang kakak
"Terus sekarang mau lu gimana?" Tanya Bia setelah mendengar cerita adiknya
"Yah tadi bantuin minta izin ke Bunda kalau gak di bolehin bantuin kabur" ujar Naren
"Oke bisa. Tapi, gak gratis ya" seru Bia sambil berjalan melewati Naren
"Dasar gak mau rugi" gerutu Naren namun tetap mengiyakan keinginan kakaknya
Akhirnya setelah perdebatan alot. Halah, bukan sebenarnya Bia hanya mengatakan bahwa Naren harus segera ke rumah sakit kembali. Pasiennya ada yang membutuhkan dirinya. Bundanya yang paham tentu mengizinkan dengan syarat jangan sampai lupa waktu.
Dengan semangat Naren segera berpamitan pada sang Bunda serta Bia yang mengatakan "Jangan lupa pajak buat gue"
Naren hanya mendengus sebal namun tak ayal menganggukkan kepalanya.
--
Di kediaman Asti -tetangga rumah Ve- saat ini Ve tengah duduk di salah satu kursi santai di belakang rumah. Cukup menenangkan di tambah ia tidak sendirian. Tante Asti yang sedang menonton sinetron di televisi dengan pembantunya. Serta anak semata wayangnya yang tadi sempat berkenalan sing, bernama Beno. Badannya cukup tinggi. Meski kurus dan cengengesan. Dan ternyata dia juga seumuran dengan Ve
"Nih Ve, ada ular tangga. Punyanya kakak sepupu ku yang ketinggalan" ucap Beno sambil duduk di depan Ve
"Ah... udah males Ben. Ngantuk" sahut Ve sambil memejamkan mata
"Ngantuk tidur di dalem sana. Dingin di sini" ucap Beno yang melihat Ve mulai pulas di kursi malas
"Hm"
"Ck.. ngrepotin aja nih bocah satu" gumam Beno sambil mengangkat badan kecil Ve masuk ke dalam
Keesokan harinya Ve terbangun dan melihat keadaan sekitar kamar. Ia melihat kamar yang cukup besar dengan kasur besar dan seprai putih juga cat biru. Tunggu...
"Ada dimana nih?!" Gumamnya
Ve masih belun sadar sepenuhnya setelah bangun tidur. Cukup lama Ve terdiam. Dan mencoba mengingat kejadian kemarin. Seketika ia langsung terduduk. Dan berteriak
Tak lama seseorang masuk tergesa ke kamarnya.
"Ada apa Ve?"
Ve yang masih syok menoleh ke asal suara.
"Eh Tante Asti" ucap Ve
Asti yang melihat Ve bangun tidur. Terlihat dari keadannya yang masoh kucel dan rambutnya seperti singa. Dia duduk di samping Ve. Mengelus dan menata seadanya rambut Ve
"Kenapa mimpi buruk ya?" Tanya Asti pelan
"Enggak sih tan. Cuman kaget aja Ve bangun di kamar yang berbeda sama kamar Ve"
Asti yang mendengar ucapa Ve hanya tersenyun tipis. Asti beranjak berdiri
"Ya sudah. Masih gih terus sarapan. Tadi Mamah kamu telpon tante bkatanya sebentar lagi pulang"
"Oke tan. Ve mau mandi dulu kalau gitu" ujar Ve beranjak dari kasur
Asti tersenyun tipis dan segera keluar dari kamar yang ditempati Ve.
Tak lama Ve sudah duduk di salah satu kursi di meja makan. Dan ternyata Mamahnya juga ada
"Loh Mam kapan sampai?" Tanya Ve heran setelah melihat Mamahnya ikut membantu Asti menyiapkan sarapan
"Subuh tadi Mam pulang. Bersih-bersih trus isrirahat sebentar. Pas mau jemput kamu katanya lagi mandi ya udah Mam tungguin tapi, tante Asti nawari sarapan bareng. Why not!?"
"Oh ya udah. Eh Mam habis gini balik ke butik gak?" Tanya Ve
"Agak siangan kali Ve. Mam mau tidur bentar nanti. Kenapa?"
"Ya udah nanti aja deh Mam"
"Udah nanti dulu ngobrolnya. Sarapan dulu. Beno ayo sarapan" ujar Asti
Setelahnya mereka larut dalam makanan mereka masing-masing. Sesekali terdengar obrolan santai dan tawa dari mereka.