Bab 4

1318 Words
Di kediaman Gia-Mamah dari Ve tengah duduk manis di depan televisinya. Beliau tengah asyik menonton serial drama Turki. Sedikit merilekskan keadaan diri setelah berkutat dengan desain baju pesanan dari beberapa langganannya. “Ve kemana ini, tadi dateng cuman naruh apa tadi ya” gumam Gia “Tadi katanya ada yang mau dibicarain, eh kayaknya tentang kuliah deh” ucapan Gia pada diri sendiri Serial yang tengah di tontonnya juga sudah habis. Di luar terdengar deru motor dan tidak lama Ve masuk diikuti Lyrna. “Mah, halooo” ucap Ve begitu masuk ke dalam rumah “Ve jangan teriak, Mamah di depan tivi” Tidak lama Verina duduk di bagian kosong sofa yang diduduki Gia. Mengecup pipi Mamahnya pelan. Gia tersenyum dan mengelus rambut Ve pelan "Anak cewek Mamah kok bau matahari gini. Habis dari mana?" Tanya Gia "Yah beli minuman Mah. Sama si Lyr hehe" jawab Ve "Iya tan. Nih si Ve tiba-tiba pengen beli Boba jadi balik keluar lagi tadi" ujar Lyr membenarkan Gia hanya menggelengkan kepalanya dan menghembuskan napasnya pelan "Duh Lyr kok kamu nurutin sih. Nih makin manja kan?!" Kelakar Gia "Ihh... Mah kok gitu. Lyr kan sahabatnya Ve" ucap Ve dengan cemberut "Kan nih kayak gini" ucap Gia semakin gencar mengusili Ve Ve semakin mengerucutkan bibirnya. Kesal "Gak apa kok tan. Sekalian tadi juga pengen sih. Hehe" ujar Lyr "Tuh Mah, Lyr aja mau kok" sahut Ve membenarkan diri "Iya..iya Mamah tau. Eh kamu mau ngomong apa sama Mamah?" Tanya Gia Sebelum Ve sempat menjawab. Lyr berpamitan untuk pulang. Ia tidak ingin menganggu waktu ibu dan anak yang jarang berbicara ini. "Tan, mau pamit pulang. Udah hampir sore" ujar Lyr "Loh gak nanti aja?" "Iya nih. Katanya tadi mau estafet drama korea" ujar Ve "Maraton Ve. Besok aja. Permisi tante. Ve duluan ya" ujar Lyr sebelum pulang "Ya udah hati-hati, Lyr. Sama buat Mamah sama Papahmu ya" ujar Gia "Baik tante" Sepeninggal Lyrna pulang. Ve segera berdiri menuju ke arah dapur. "Ve, katanya ada yang mau dibicarain sama Mamah?" Tanya Gia menyusul Ve ke dapur "Bentar Mah. Ve laper tadi cuman minum es aja belum terisi sama makanan berat" ucap Ve sambil asyik makan Gia hanya tersenyum. "Ya udah. Mamah temenin deh. Tiba-tiba juga laper ini" -- Jam dinding menunjukkan angka empat di jarum pendek dan jarum panjang di angka sepuluh. Seorang perempuan yang masih kelihatan muda meski umurnya sudah mencapat empat puluh tujuh tahun. Pelan tangan kanannya membuka daun pintu berwarna coklat. Cklek... Senyum di wajahnya terukir saat melihat di atas kasur, putra bungsunya terlelap. Mulut setengah terbuka dan posisi kaki di atas bantal. Perlahan kakinya memasuki kamar dan mendekat ke arah ranjang putranya. Duduk  di samping anaknya dan mengelus rambutnya. "Ren, bangun nak udah sore loh" ucapnya Hanya pergerakan kecil, ia hanya tersenyum dan menggelengkan kepalanya pelan. "Narendra..." Sekarang tidak ada gerakan seakan terusik. Narendra masih anteng tidur. Dengkuran halus terdengar. Begitu nyaman, seolah hanya nina bobo baginya. Di luar kamar, Bia yang tidak sengaja lewat depan kamar Naren, mengintip ke dalam pintu kamar yang terbuka separuh. Bia melihat Bundanya membangunkan adiknya. Seperti nyanyian pengantar tidur. Karena gemas Bia masuk ke dalam kamar dan mendekati Bundanya. "Elah Bun, bangunin Naren tuh jangan gitu. Mana mempan malah makin nyenyak yang ada" ujar Bia "Gak tega sebenarnya Bunda, bangunin Naren. Kasihan, wajahnya kelihatan lelah gini" sahut Bunda "Ya iya sih Bun. Tapi, doa udah tidur dari siang loh Bun" "Gini aja Bun. Biar Bia yang bangunin nih bocah. Bunda masak aja buat makan malam ntar Bia bantuin" tambah Bia pada Bundanya "Ya sudah kalau gitu" ucap Bundanya sambil beranjak dari duduknya berjalan keluar kamar Sepeninggal Bundanya, Bia menyeringai menatap adiknya. Ide jahil muncul di otak cantiknya. Kekehan pelan keluar dari bibirnya "Saatnya bangun adik kecil" gumam Bia Namun, siapa sangka ternyata Naren sudah bangun sedari tadi. Sejak suara cempreng kakaknya terdengar, Naren sudah akan membuka kelopak matanya tapi, tidak jadi. Setelah memdengar kakaknya tersayang akan bertindak jahil padanya. Dengan akting yang tidak mumpuni, Naren berupaya sealami mungkin tetap tidur. Sedangkan Bia segera mengambil spidol di meja belajar Naren. Sedikit mengendap-endap. Naren mengintip tingkah kakaknya Bia. 'Pasti jahil nih' batin Naren 'Kita lihat saja nanti' Segera Bia mendekati Naren yang di anggapnya masih terlelap. Dengan perlahan Bia membuka tutup spidol dan akan menggorekannya di wajah Naren. Namun, sekejap saja pergelangan tangan Bia di tangkap oleh tangan Naren. "Mau ngapain kak?" Tanya Naren dengan mata masih terpejam Bia langsung terkesip dan mencoba melepaskan kaitan tangan Naren di pergelangan tangannya. "Issh... Ren lepasin" keluh Bia Dengan perlahan Naren membuka kelopak matany perlahan dan melihat kakaknya meringis. Segera Naren melepaskan tangannya. Bia menggosok pergelangan tangannya yang memerah. Dan memandang sengit Naren. "Makanya kak, gak usah jahil jadi orang" ujar Naren sambil bangun dari tidurnya merenggangkan sedikit badannya dan beranjak turun dari ranjang Bia mendengus sebal dan beranjak keluar dari kamar Naren dengan menghentakkan kakinya juga membanting pintu kamar Naren cukup kencang. Naren yang berada di kamar mandi hanya menggeleng pelan dan menlajutkan kegiatannya untuk mandi. -- Setelah membersihkan diri. Mandi sore Ve segera turun ke lantai satu dan menemui Mamahnya. Entah kenapa ia butuh cemilan sore. "Mam, Ve laper pengen nyemil" ucap Ve ketika melihat Mamahnya menggoreng sesuatu di wajan "Tuh depan kamu ada keripik pisang" jawab Mamahnya tanpa mengalihkan perhatiannya pada apa yang tengah ia goreng di wajan "Yang agak rendah kalori dong Mam. Eh Mam kok dari tafi Ve gak lihat Bi Asih ya. Kalau pagi masih ketemu" ujar Ve "Oh iya Mam belum ngasih tau. Tadi waktu kamu pamit keluar Bi Asih bilang kalau mau izin pulang, anaknya melahirkan. Mendadak tadi bilangnya" jawab Gia "Yah bakal sepi deh ini rumah" keluh Ve "Kan ada Mamah Ve. Atau kamu ikut Mam ke butik kalau bosen. Eh kamu kan mau kuliah katanya" ucap Gia Ve diam. Gia menghentikan aksi menggorengnya dan segera mematikan api kompor. Menoleh dan mendapati Ve diam dan memakan keripik pisang "Kenapa hm?" Tanya Gia yang duduk di kursi samping Ve "Oh katanya mau ada yang di obrolin sama Mam. Apa?" Ve masih diam dan asyik menikmati keripik pisang yang tadi di tolaknya "Ada apa? Oke Mamah akan diam selama kamu cerita" tawar Gia Lama terdiam akhirnya Ve menengokkan kepalanya ke arah Mamahnya "Dan jangan ngajak debat Ve lagi ya Mam?" Tanya Ve "Iya tapi yah lihat dulu tergantung" "Ya udah gak jadi" ucap Ve beranjak pergi menuju ruang keluarga sambil membawa setoples keripik pisang Gia menghela napasnya pelan. Ia ingat betul perdebatannya dengan Ve beberapa hari yang lalu. Berakhir dengan Ve yang mogok bicara dan saat ia akan menyelesaikannya, ia harus keluar kota untuk menemui penyuplai kainnya. Juga menghadiri pernikahan temannya. Baiklah, ia akan mengalah dan lihat apa yang akan dikatakan oleh putri semata wayangnya nanti. Dengan mempersiapkan makanan kesukaan Ve, dan pencuci mulut Gia membawa makanannya ke ruang keluarga. "Ve nih ada makanan kesukaan kamu. Tadi Mam masak buat kamu. Yuk cobain" ujar Gia mencoba membujuk Ve Sempat Ve tergoda dengan bau masakan yang ada di depannya. Tapi, ia keras kepala, hanya memandang sekilas dan mengacuhkannya. "Yakin gak mau Ve?" Tanya Gia sambil mengangkat sepiring makanan kesukaan Ve dan menikmatinya Bau harum menggelitik hidung Ve. Uhh!! Pertahanannya hampir goyah "Hem enak banget" sentil Gia Ve masih diam. Bahkan sekarang ia pura-pura tidak melihat "Ya udah Mam habisin aja" Nyum...nyum... Tapi, Sreett... Slurrp Gia terkekeh pelan. Senjata penakluk Ve masih sama. Gia tersenyum tipis melihar Ve begitu lahap makannya. Tangan Gia terulur mengusap rambut Ve pelan. "Uhuuk!?" "Eh Ve hati-hati dong. Gak ada yang minta kok" ujar Gia sambil menyodorkan gelas berisi air putih Segera Ve mengambil gelas tersebut dan meminumnya tapi karena tidak hati-hati ia kembali tersedak dan batuk-batuk "Uhuk...uhukk.." "Duh Ve, pelan nak" Ve mengusap bibirnya atas tetesan air minumnya. Dan sisa batuk karena tersedak tadi Ringisan Ve terdengar "Uuhh, sakit Mam hidung Ve" keluh Ve sambil mencoba bernapas karena sempat tersumbat tadi "Tarik napas pelan Ve, minum air putih lagi mih. Pelan-pelan" Menuruti nasehat Mamahnya, Ve mencoba tenang dan meminum air putih lagi dengan pelan dan hati-hati "Gimana sudah mendingan?" Tanya Gia yang kembali dari dapur dengan segelas air putih lainnya "Lumayan Mam" ucap lirih Ve Gia mengusap punggung dan tengkuk Ve pelan. Sesekali memijat lembut juga. Tapi, tiba-tiba ponsel Gia berbunyi. Ponsel yang diletakkan di meja kecil samping sofa. Goa segera menyambar kotak pintar tersebut. Sarah "Angkat gih Mam. Siapa tau mbak Sarah ngabarin hal penting" ujar Ve saat melihat nama penelpon "Hem tapi Mam lagi libur Ve" ujar Gia "Come on Mam" ujar Ve "Oke Mam angkat dulu kalau gitu" Setelahnya Gia menggeser tombol hijau ke atas dan sedikit menjauh dari Ve. Sedangkan Ve kembali menikmati makanannya kali ini dengan tenang. . . . Enjoy it guyss :) Tap love and comment, don' forget
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD