80. Professional Partner

1028 Words
“Sebenarnya, ada apa ini?” tanya Erina mendadak bingung akan situasi yang terjadi. Mungkin tidak akan ada yang menyangka kalau ternyata gadis itu akan bertemu kembali dengan seorang wanita cantik, ralat sekretaris cantik. Namun, ada yang lebih tidak menyangka lagi bahwa ternyata wanita itu adalah sekretaris pribadi Alvaro sehingga hal tersebut membuat Erina benar-benar terkejut. Akan tetapi, ia terlalu senggang untuk menyakan itu semua, jadi mau tak mau Erina pun mengurunkan niatnya daripada berkelanjutan tidak ada arah. Sebab, ia sebenarnya sama sekali tidak mengenal wanita itu sehingga membiarkannya lebih baik daripada harus mempermasalahkan. “Tidak ada apa-apa,” jawab Meiying memiringkan kepalanya bingung. Tentu saja ia langsung tidak mengerti akan pertanyaan Erina yang sama sekali tidak masuk akal. Karena jelas gadis itu datang ke sini untuk melamar pekerjaan. Lantas, kenapa malah mempertanyakan kepada dirinya? “Sebentar ... aku masih bingung dengan situasi yang terjadi,” jeda Erina menggaruk kepalanya yang tidak gatal, lalu kembali berkata, “Apa benar aku tidak salah masuk ruangan?” Meiying mengangguk singkat. “Tidak. Kau memang akan dites di ruangan ini.” “Tapi, kenapa kau yang mengetesku? Bukankah seharusnya adalah HRD atau Personalia?” tanya Erina penasaran. “Iya, betul. Hanya saja sekarang posisi yang kau lamar tidak sembarangan, jadi harus aku sendiri yang mengujimu,” jawab Meiying tersenyum tipis, lalu mengkode Erina untuk duduk di hadapannya melalui anggukan dagu. Seakan mengerti kode tersebut, Erina pun melangkah masuk dengan perasaan ragu. Ia mencoba memahami semuanya, tetapi cukup sulit. Karena jelas sekali dirinya tidak pernah melamar di perusahaan seperti ini sehingga pengalamannya pun sangat minum. Erina hanya sekedar membaca artikel dan reviu dari beberapa website mengenai perusahaan ini. “Bisa kita mulai, Erina?” tanya Meiying meletakkan kedua tangannya di atas meja dengan posisi formal seperti saat ia sedang rapat dengan orang-orang tertentu. “Iya, bisa,” jawab Erina mantap tepat saat dirinya menghela napas pendek. Meiying yang puas dengan jawaban gadis itu pun mengangguk beberapa kali, lalu berkata, “Bisakah kau keluarkan CV dan berkas lainnya? Aku ingin mengetahui kualifikasimu. Cocok atau tidaknya dengan posisi ini.” Tanpa pikir panjang, Erina pun memberikan semua berkas yang ada di dalam tasnya. Untung saja ia sudah melengkapi semuanya tanpa ada yang tertinggal satu pun, baik itu pas foto dan beberapa berkas pendukung kemampuan lain. Karena itu akan sangat berguna jika dirinya mempunyai minim pengalaman. “Kau lulusan dari Shanghai Jiao Tong University, ya?” tanya Meiying tepat melihat sertifikat Erina yang dikeluarkan salah satu universitas terkenal di Shanghai. “Iya. Karena di sana menerima banyak pelajar internasional seperti aku,” jawab Erina cukup logis, sebab apa yang dikatakan dirinya memang benar. Di sana tidak sedikit mahasiswa dari luar China yang datang hanya untuk menuntut ilmu. “Bukankah kau sudah mengganti kewarganegaraan?” selidik Meiying. “Memang sudah, tapi setelah aku menjadi sarjana sehingga aku cukup memadai untuk menjadi orang asli dari negara China. Kalau belum, aku juga tidak akan mempunyai nyali,” jelas Erina membuat Meiying sedikit mengerti. “Jurusan apa yang kau ambil?” tanya Meiying saat tidak mendapati nama jurusan yang diambil gadis itu. Karena sejak tadi ia hanya melihat beberapa sertifikat penghargaan yang jumlahnya sangat banyak. “Ilmu komputer dan Teknologi Informasi,” jawab Erina seadanya. “Berarti basic yang kau kuasai hanya tentang IT, benar?” Meiying menatap Erina serius sembari menutup semua CV gadis itu kembali seperti semula. “Iya, benar. Tapi, aku memahami ilmu administrasi sedikit. Karena ketika aku bekerja di penerbitan, banyak sekali karyawan yang sering aku gantikan saat bekerja.” “Apa kau sering melakukan hal itu?” “Tidak terlalu. Aku hanya menggantikan ketika mereka sedang ada pekerjaan lain atau memang benar-benar tidak masuk kerja, tetapi itu juga melalui instruksi dari Dewan Redaksi yang ada di ruangan tempatku bekerja.” “Ah, sesuai instruksi perusahaa, ya?” “Iya, benar.” Meiying mengangguk beberapa kali, lalu mulai menatap Erina. “Apa kau yakin bisa bekerja di sini? Jelas semua sangat berbeda ketika kau bekerja di penerbitan. Karena perusahaan ini cukup tinggi sehingga kau memang butuh beradaptasi dengan semuanya. “Memangnya sulit?” tanya Erina sedikit ragu. “Sulit atau tidak sulit, semua ada di tangan kau. Karena semua pekerjaan tidak ada yang mudah, kecali kau adalah pemilik perusahaan ini. Tapi, tetap saja kau juga harus berusaha untuk bisa mengembangkannya,” jawab Meiying panjang lebar berusahaan menjelaskan kekurangan dari perusahaan yang selama ini diidam-idamkan. “Tidak masalah,” putus Erina cepat tanpa ada nada keraguan di perkataannya. “Baiklah. Interviu dari aku sampai di situ saja, kau bisa masuk ke ruangan Presdir Alva untuk meninjau keputusannya. Meskipun kau sendiri sudah bisa menebaknya dengan jelas. Tapi, aku minta dirimu untuk tetap bekerja dengan sportif tanpa ada kecurangan apa pun,” tutur Meiying memberikan sebuah nasihat pada Erina yang masih dalam proes pengembangan diri lebih lanjut. “Terima kasih atas masukannya,” balas Erina bangkit dari tempat duduk dan diikuti oleh Meiying di belakang. Tentu saja kedua wanita itu hendak masuk ke dalam ruangan cukup besar dengan pintu yang masih tertutup rapat. Sebelum masuk ke dalam ruangan itu, Meiying menyempatkan diri untuk mengetuknya pelan sampai samar-samar ia mendengar seseorang yang menyahut dari dalam. Siapa lagi kalau bukan seorang lelaki tampan yang terlihat sibuk dengan pekerjaannya sendiri. Alvaro menatap dua wanita yang baru saja memasuki ruangannya dengan serius. Ia mengalihkan perhatian dari beberapa berkas yang tengah ditinjau tadi. “Apa semua berjalan lancar?” tanya Alvaro menatap ke arah Meiying. “Iya. Dia cukup berbakat, Presdir Alva. Hanya saja ada beberapa kekurangannya di pengalaman kerja,” jawab Meiying mengangguk patuh. “Tidak apa-apa. Semua butuh proses. Kalau begitu, kau boleh sibuk kembali,” putus Alvaro membuat wanita cantik yang mengenakan blazer berwarna merah itu mengangguk dan mengundurkan diri dari sana. Kini tinggallah Alvaro dan Erina yang terjebak dalam keheningan. Tentu saja keduanya terlihat sangat professional, meskipun di dalam hati berjingkrak-jingkrak kesenangan. Akan tetapi, pekerjaan tetaplah pekerjaan, itu prinsip Alvaro. “Silakan duduk, Erina,” titah lelaki itu serius membuat Erina mengangguk patuh. Kemudian, gadis bertubuh mungil dengan mengenakan pakaian hitam-putih itu pun mendudukkan diri tepat di hadapan Alvaro yang terlihat menatap dirinya serius. Tanpa ada candaan sama sekali di sana. "Baik, kita mulai interviunya, Erina!" ucap Alvaro tegas.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD