79. Tersesat Outline

1043 Words
Dan benar saja, Alvaro menurunkan gadis itu tepat di depan perusahaan membuat beberapa karyawan yang tanpa sengaja memergoki mereka terlihat penasaran. Namun, bukan pada Alvaro yang jelas-jelas mengendarai mobil kesehariannya, melainkan kehadiran Erina sangat mencolok di sana. Sebab, dibandingkan gadis itu mengenakan pakaian formal, lainnya terlihat mengenakan blazer lengkap dengan celana bahan dan high heels-nya. Tidak ingin menunggu lama lagi, Erina pun melenggang pergi memasuki gedung pencakar langit yang dihiasi banyak sekali kaca di sekitaran tembok megahnya. Terlihat sangat mencolok dibandingkan gedung di sisinya yang tampak tertutup rapat menggunakan batako serta semen. Tepat ketika Erina menyusuri bagian dalam terlihat ada sebuah meja resepsionis yang terletak di pinggir ruangan serba putih ini. Mereka semua mengenakan seragam layaknya pelayan hotel dengan slayers yang menutupi leher jenjangnya. “Permisi, aku pelamar baru di sini,” ucap Erina sesopan mungkin pada dua wanita yang terlihat sibuk mengerjakan sesuatu. Salah satu wanita berambut blonde itu menoleh. Wajah khas Asia terlihat kental padanya, meskipun ditutupi oleh warna rambut yang sedikit mencolok dibandingkan lain. “Iya. Ada yang bisa aku bantu?” tanya wanita itu tersenyum ramah. “Aku ingin melamar pekerjaan di sini,” jawab Erina mengeluarkan CV yang telah ia siapkan semalam. Wanita lainnya yang mendengar hal tersebut langsung menyela, “Oh, kau Erina, bukan? Sudah ditunggu oleh Sekretaris Mei di atas.” “Sekretaris Mei?” beo Erina tidak mengerti. Wanita berambut blonde tadi pun berkata, “Mari aku antarkan ke sana. Maaf, aku tidak tahu kalau kau itu Erina.” “Memangnya kenapa?” tanya Erina penasaran. “Kemarin Sekretaris Mei mengatakan bahwa akan ada pelamar yang bernama Erina datang sehingga kita berdua harus membawamu ke ruangannya untuk segera dites,” jawab wanita itu mempersilakan Erina masuk ke dalam elevator terlebih dahulu. “Oh, begitu,” gumam Xiao Na pelan sembari mengangguk beberapa kali. Wanita berambut blonde dengan wajah khas Asia itu pun menoleh sembari tersenyum geli, lalu menjulurkan tangannya ke arah Erina. “Aku Shasha.” Tidak ingin membuang waktu, Erina pun membalas jabatan tangan itu tidak kalah ramah. Tentu saja ia melihat kalau wanita yang ada di sampingnya ini benar-benar tidak tahu status dirinya sehingga bersikap jauh lebih ramah. Setelah jabatan tangan terlepas, pintu elevator pun terbuka membuat sebuah lantai kosong dengan keheningan yang menyelimuti di sana membuat Erina mengernyit tidak mengerti. “Apakah benar ini adalah lantai yang kita tuju?” tanya Erina menatap Shasha penasaran. “Iya, benar. Ini memang lantai tempat ruangan Skretaris Mei dan Presdir Alva. Sedikit sepi karena hanya ada dua ruangan saja, lainnya tersisa di bawah,” jawab Shasha melangkah keluar dan diikuti oleh Erina di belakang. “Aku tidak tahu kalau gedung sebesar ini memiliki lantai tersendiri untuk pimpian,” celoteh Erina sembari melihat-lihat sekelilingnya yang sepi sekali. “Apakah di pekerjaanmu yang sebelumnya tidak seperti ini?” tanya Shasha bingung. “Entahlah. Aku sebelumnya hanya seorang editor di penerbitan kecil sehingga tidak tahu-menahu tentang urusan kantor,” jawab Erina jujur. Seketika Shasha pun tertawa pelan mendengar kejujuran gadis yang ada di sampingnya. Ia merasa kalau Erina sangatlah polos sehingga baru mengetahui masalah kantor yang tidak mudah. Apalagi untuk ukuran gadis seperti Erina. “Wah, kau hebat sekali!” puji Shasha tulus. “Tidak. Aku hanya seorang editor di sana, bukan petinggi perusahaan” balas Erina tanpa minat. “Bukan itu, maksudku kau sangat hebat bisa mengarang sebuah novel,” ralat Shasha membuat Erina menaikkan alis kanannya tidak mengerti. “Di mana letak hebatnya?” “Dulu, aku juga pernah menulis novel sepertimu, tapi gagal karena waktu itu aku jatuh sakit dan tidak menyelesaikan semua ceritaku dengan tuntas. Bahkan ada beberapa adegan yang terlihat tidak nyambung akibat terlalu lama aku endapkan sehingga banyak sekali plot hole,” jelas Shasha tertawa pelan seakan ia tengah mentertawakan dirinya sendiri. “Apa kau tidak menggunakan outline?” “Apa itu outline?” “Kerangka cerita. Jadi, sebelum membuat cerita itu harus ada kerangkanya dulu. Ibaratkan outline itu adalah contekan. Karena pada saat lupa, kita bisa melihat outline tersebut untuk melihat apakah bab dibuat ada yang kurang atau tidak.” “Benarkah? Aku baru tahu hal seperti itu.” “Sebenarnya, banyak sekali metode kepenulisan yang jarang sekali diketahui siapa pun.” “Kalau begitu, langkah-langkah membuat ceriat itu seperti apa? Misalnya, outline yang seperti kau bilang tadi.” “Sebelum membuat cerita itu harus ditentukan dulu konsepnya seperti apa, lalu tulis premis sesingkat mungkin, tapi sudah mencangkup semuanya. Lalu, buatlah outline sesuai dengan konsep dan premis yang kau buat, lalu diperbanyak dengan menjadikannya sebuah sinopsis lengkap tanpa ada yang ditutup-tutupi,” jelas Erina membuat Shasha mengangguk beberapa kali. Entah karena ia bersemangat atau memang mengantuk saat mendengar Erina berbicara. “Baru setelah itu bisa membuat cerita?” “Iya, betul seperti itu.” Shasha yang baru saja mendapatkan ilmu pengetahuan pun langsung memeluk tubuh Erina erat membuat gadis itu seketika menegang. Ia memang tidak pernah dipeluk siapa pun, termasuk orang tuanya sendiri. Karena selama ini Erina jarang berhubungan dengan orang banyak. “Wah, kau sangat hebat Erina! Aku senang bertemu denganmu. Semoga tesnya lancar dan lolos dengan mudah!!!” seru Shasha tepat ketika pintu ruangan buronan yang terlihat menutup rapat, tetapi ia memang memiliki kebiasaan melakukan sesuatu tanpa ingin mengembatlikanny lagi. “Terima kasih,” balas Erina melambaikan tangan dengan akrab pada Shasha yang melenggang pergi meninggalkan dirinya tepat di depan pintu bertuliskan ‘Sekretaris Pimpinan’ tanpa ada nama Meiying di sana. Akan tetapi, Erina jelas tidak memedulikan itu semua. Ia hanya ingin cepat-cepat masuk ke dalam dan mulai melakukan semua tes dengan mudah. Namun, pikirannya malah mengarah pada seorang lelaki yang bersembunyi di balik pintu besar berwarna abu-abu tersebut. Erina masih mengingat permintaan Alvaro yang mengingikan nasi goreng buatannya. Meskipun begitu, ia jelas ingin terlihat professional sehingga mulai mengesampingkan hal tersebut. Karena masih ada yang lebih penting daripada tentang makanan. Kemudian, gadis bertubuh mungil itu pun memberanikan diri untuk mengetuk pintu yang ada di sana dengan samar-samar ia mendengar ucapan seseorang dari dalam. “Permisi, Sekretaris Mei,” ucap Erina sesopan mungkin dengan wajah yang masih menunduk membuat seorang wanita cantik terduduk di kursi kerjanya itu pun menawah senyuman. “Apa ini yang namanya Erina?” tanya Meiying dengan suara yang dapat dikenal oleh gadis itu sehingga membuat Erina langsung mengangkat kepalanya dan menatap tidak percaya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD