83. Kenyataan Tak Terduga

1009 Words
Angin sepoi-sepoi khas laut tampak membuat air berombak hingga menyapu bibir pantai yang berpasir putih. Terlihat tenang ketika siapa pun menatapnya tanpa berkedip. Seperti saat ini, Erina masih terdiam menatap pantai yang berada tepat di penglihatannya. Ia sama sekali tidak gerak meskipun angin tersebut sudah membuat sebagian rambutnya acak. Entah sudah berapa jam ia masih berada di tempat ini dan Erina juga tidak tahu siapa yang sudah mencarinya. Karena ia memang tidak sempat berpamitan pada Zhou Yuan. Sudah dapat dipastikan kalau lelaki itu akan memberi tahu Alvaro apa pun yang sudah terjadi hari ini. Bahkan ia sendiri tidak tahu ke mana ponselnya. Sebab, sejak tadi Erina pun sama sekali tidak melihat ponselnya. Mungkin sudah diambil oleh orang-orang yang membawanya ke sini. Tentu saja untuk berjaga-jaga kalau ia melarikan diri dari tempat ini. “Nona Erina,” panggil seseorang dari luar kamar membuat sang pemilik nama langsung menoleh. “Siapa?” tanya Erina sedikit keras. Tak lama kemudian, terlihat seorang lelaki berjas hitam masuk ke dalam sembari membawa sebuah benda pipih yang sejak tadi mulai memenuhi pikirannya. “Tuan Romi memintamu untuk Nona Erina segera memutuskan untuk ikut atau tidak,” ucap lelaki itu dengan wajah datar, tetapi tidak dengan pergerakannya yang terlihat meletakkan sesuatu di atas nakas. Tentu saja hal tersebut langsung mengalihkan perhatian Erina dari pemandangan indah pantai. Tanpa pikir panjang, gadis bertubuh mungil itu bangkit dan sedikit berlari untuk mengambil ponsel miliknya yang sudah disita selama beberapa waktu. “Bilang pada Tuan Romimu itu, aku tidak akan berubah pikiran. Jadi, tolong lepaskan aku,” balas Erina dengan nada sinis bukan meminta. Padahal tersusun kalimat, tetapi sama sekali tidak mencerminkan permintaan. Setelah itu, lelaki berjas hitam itu melenggang pergi tanpa sepatah kata pun membuat Erina langsung mendecih tidak percaya. Memang sudah tidak aneh kalau semua pengawal keluarganya akan bersikap dingin pada siapa pun. Padahal ia masih termasuk pada keluarga yang mempekerjakannya. “Dasar tidak tahu diri!” gerutu Erina kesal, lalu kembali duduk di jendela besar yang sejak tadi menjadi tempat dirinya mengistirahatkan tubuh lelahnya. Kemudian, Erina pun mulai menyala ponselnya untuk melihat siapa saja yang sudah menghubungi dirinya sejak pagi tadi. Akan tetapi, ada yang aneh. Di sana sama sekali tidak ada riwayat panggilan dari siapa pun membuat Erina menukikkan alisnya tidak percaya. “Apa Zhou Yuan tidak mengatakan apa pun yang terjadi hari ini?” tanya Erina pada dirinya sendiri. Ada secercah rasa kesal saat mengetahui Alvaro sama sekali tidak menghubunginya. Namun, hal tersebut malah membuat Erina sedikit bersyukur karena itu menjadikan keluarganya tidak ada yang mengetahui kalau selama ini ia sudah bertemu kembali dengan lelaki itu. “Ah, dasar menyebalkan!” umpat Erina kesal, lalu memasukkan ponselnya ke dalam kantung celana bahan yang ia pakai sekarang. Memang daripada memikirkan hal yang tidak pasti, Erina lebih suka menatap pemandangan indah tersebut. Jarang sekali ia bisa melihat pantai, meskipun sejak dulu sangat berniat ke tempat ini ketika libur tiba. Namun, saat libur dirinya malah menghabiskan waktu dengan laptop serta cerita-cerita karangannya sendiri sehingga membuat gadis itu lupa akan niat sebelum libur akan mengunjungi beberapa tempat. Sebenarnya ke tempat seperti ini bersama keluarga tidaklah buruk. Hanya saja keadaan yang tidak tepat sehingga menjadikan suasana hati Erina tidak sebaik biasanya. Bahkan untuk tersenyum seperti tadi rasanya sangat sulit. Dan semua ini karena Alvaro sama sekali tidak menghubungi dirinya. Sayangnya Erina terlalu santai kalau mengakui ia sama sekali tidak merasa terusik akan ketidakpedulian lelaki itu. Sampai tidak beberapa lama kemudian, gadis itu menghela napas kasar dan mulai mengepalkan tangannya kesal. Kemudian, Erina pun bangkit dan melangkah menuju pintu kamar berwarna putih yang tertutup rapat. Ia mencoba untuk memutar knop pintu yang ada di sana, dan ternyata bisa dibuka. Di luar, Erina melihat tidak ada siapa pun sehingga ia memberanikan diri untuk menyusuri sebuah tempat yang sangat asing baginya. Mungkin di tempat ini sedikit banyak Erina mempunyai pengalaman sehingga sebelum pergi ia harus memahani tempat ini dengan jelas tanpa ada yang tertinggal dari satu ruangan pun. Sampai tiba-tiba pandangan Erina terpaku pada sebuah taman hijau dengan pintu yang terbuka sedikit. Rasa penasaran gadis itu pun meronta-ronta membuat dirinya langsung melangkah ke sana tanpa ada curiga sedikit pun. Tentu saja penasarannya lebih menguasai daripada curiga yang tidak terarah tersebut. “Apa yang harus kita lakukan dengan Erina, Boys?” Tiba-tiba langkah gadis itu terhenti ketika mendengar nama yang sangat ia kenali. Namun, ada yang aneh. Mereka menggunakan Bahasa Mandarin seakan di sana ada seseorang yang tidak mengerti Bahasa Indonesia. “Kita lihat saja apa yang akan dia lakukan nanti.” Kening Erina semakin mengernyit dalam saat telinganya benar-benar menangkap suara yang sangat tidak asing tersebut. Lalu, gadis itu pun memutuskan untuk mengintip dari sela-sela pintu. “Apa tidak terlalu berbahaya? Aku takut kalau Alvaro sampai tahu,” ucap Romi dengan nada ragu membuat Boys yang menyeruput kopinya tersenyum sinis. “Dia tidak ada apa-apanya dibandingkan aku.” Seketika Erina mendelik tidak percaya melihat Romi mengenal Boys Force yang selama ini menjadi kolega kerjanya. “Apa hubungan Boys dengan keluargaku?” gumam Erina pelan menatap pemandangan tidak terduga di depannya. Baru saja Erina hendak melanjutkan pendengarannya, tiba-tiba dari arah lain terdengar seseorang yang melangkah mendekat. Tentu saja hal tersebut membuat gadis itu memutuskan untuk bersembunyi di suatu tempat sampai dua orang lelaki berjas hitam masuk ke dalam taman yang menjadi tempat perbincangan dua lelaki tadi. Dari jarak lumayan jauh seperti ini membuat Erina sama sekali tidak bisa mendengar apa yang mereka katakan. Akan tetapi, melihat ekspresi keduanya yang langsung melenggang keluar bisa ia tebak kalau terjadi sesuatu. Entah itu ia yang melarikan diri atau memang ada sesuatu tidak terduga terjadi di luar. Namun, pada saat Erina menatap mereka, ternyata semua mengarah pada pintu keluar yang ternyata berlawanan arah dari tempat dirinya di tempatkan tadi. Untung saja mereka semua tidak memergoki kamar tadi kosong tanpa Erina. Sebab, sudah dapat dipastikan ia akan menjadi pemburuan dua lelaki menyebalkan itu. “Baiklah. Kalian semua bermacam-macam padaku,” gumam Erina tersenyum miring melihat kecurangan yang telah dilakukan keluarganya sendiri. Tentu saja ia tidak akan melepaskan yang telah membuat dirinya menjadi seperti ini, meskipun itu adalah koleganya sendiri.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD