92. Meet Back?

1007 Words
Tidak terasa sudah tiga hari Erina berada di Indonesia, dan mengistirahatkan tubuhnya di apartemen pribadi yang tidak jauh dari perusahaan Pingle Group. Bahkan ini terhitung sudah kesekian kalinya Pak Kelvin datang hanya untuk memastikan dirinya baik-baik saja, lalu kembali berjaga di perusahaan bersama dengan para manajer eksekutif yang tidak Erina ketahui. Sejujurnya, ia cukup bosan berada di tempat ini tanpa melakukan apa pun. Akan tetapi, untuk mengacaukan Alvaro yang sedang bekerja, dan Lusi tengah sibuk-sibuknya membuat Erina harus memaksakan diri agar tetap terlihat segar. Namun, lama kelamaan hal tersebut membuat batinnya cukup tersiksa, sehingga Erina pun memutuskan untuk berjalan-jalan di sekitaran saja. Ia hanya tidak ingin menjadi bengkak dengan menghabiskan waktu tanpa pekerjaan seperti ini. Kini Erina sudah siap dengan jaket biru yang dipadukan celana jeans, lalu kupluk berwarna putih kesayangannya. Ia terlihat benar-benar seperti orang asing yang bertamu di negara sendiri. Karena wajahnya terlihat berbeda dan begitu kontras di antara penduduk lainnya. Bahkan tidak jarang mereka yang tanpa sengaja bertemu Erina menganga tidak percaya sekaligus terkagum-kagum. Memang ia akui, kalau dirinya cukup berbeda ketika tinggal di sana. Akan tetapi, tidakkah mereka sadar kalau tatapannya itu membuat Erina sedikit merasa takut? Seakan-akan ia tengah diitimidasi tanpa sebab. Kini Erina tampak mengelilingi Kota Jakarta Selatan menggunakan bus Transjakarta yang sudah lama sekali beroperasi membuat gadis yang duduk di pinggir jendela di lantai dua itu tersenyum senang. Karena pemandangan di sini tidak jauh berbeda dengan keadaan Korea Selatan yang masih dipenuhi bunga ketika musim semi tiba. Mungkin bukan itu saja, Erina bahkan menyempatkan diri untuk mampi ke salah satu perpuastakaan yang sangat bergengsi di Jakarta. Bahkan tidak sedikit dari mereka terlihat membaca dan menikmati wifi yang lumayan cepat. Sebab, Erina adalah orang yang paling anti sekali cokelat. Meskipun beberapa dari mereka terlihat sangat menikmati bacaanya di sudut ruangan sembari memakai headset. “Akira!” panggil seseorang dari kejauhan membuat gadis itu membalikkan tubuhnya bingung. “Cyra,” gumam Erina tidak percaya sembari menatap sesosok gadis cantik yang berlari mendekat. “Apa ini bener-bener lo Akira teman SMA gue?” tanya Cyra sedikit tidak percaya membuat Akira mendesis kesal. “Maaf, Anda salah orang,” jawab Erina datar dan hendak melenggang pergi. Akan tetapi, sebelum hal itu terjadi, Cyra sudah menahannya terlebih dahulu membuat Erina kembali terdiam sembari memunggunginya. “Selama ini ke mana aja, Ra? Gue cari-cari kabar tentang lo enggak ada sama sekali. Seakan lo enggak pernah hidup di dunia ini,” sindir Cyra. “Gue baik-baik saja. Buktinya lo masih bisa ngelihat gue di tempat yang saling berkaitan dengan gaya gravitasi bumi,” balas Erina ringan. Seketika gadis cantik yang dulunya berambut panjang itu pun tampak dipotong pendek dengan gaya khas bob. Menjadikan Cyra seperti remaja zaman dulu yang sangat menyukai tentang lagu-lagu lawas. “Kafe, yuk! Gue mau tanya banyak tentang lo,” ajak Cyra dengan kebiasaannya membuat Erin menghela napas panjangg. Ia pun memberi tahu gadis itu kalau dirinya sekarang sudah menetap di sana. Bahkan hampir saja dinaikkan tingkah oleh Se Ge yang merupakan kakak tinfgkat laki-laki dengan dua sifat jauh berbeda. “Gue mau ngasih aplikasi dulu habis itu baru ikut kemauan lo,” balas Erin memperlihat banyak sekali berkas-berkas yang ada di tangannya. “Oke, gue tunggu di bawah. Jangan sampai kabur lo!” ancam Cyra menatap tajam. “Enggak akan. Memangnya kita ke kafe mana?” Erina terlihat penasaran membuat gadis itu tersenyum penuh misteri. Bahkan sulit rasanya untuk memilih. “Uhm ... apa, ya?” goda Cyra tersenyum geli. “Ah, sudahlah. Lupakan saja,” sinis Erina. Kemudian, gadis itu benar-benar melenggang pergi keluar dari sana. Sepertinya, tidak akan terlalu ramai kalau Erins udah pergi. Karena sedikit banyak para pembaca yang ada di Jakarta masih mengingat kalau ia sebenarnya adalah seorang penulis, dan tidak ada salahnya mereka bertemu dengan pembacanya. Sedangkan Cyra yang melihat banyak sekali perbedaan dari Erina pun menghela napas panjang. Ia memang sudah mengetahui berita fakta tidak tahu asal usulnya gadis itu. Akhirnya, demi menuggu Erina yang ternyata mempunyai urusan di tempat ini, Cyra pun mendudukan diri di salah satu bangku kosong dai sana. Tentu saja di sini terlihat sangat sedikit dengan lumayan banyak sekali pengunjung hari ini. Tak sampai beberapa lama, Erina pun datang dengan sedikit berlari ke arahnya. Napas gadis itu tampak tersenggal-senggal dengan kerongkongannya terasa sedikit tercekat. Karena ia berlari cukup jauh sehingga lumayan menguras tenaga yang ada di dalam tubuhnya. “Sudah, Ra?” tanya Cyra menatap Erina yang tengah sibuk menetralkan kembali napasnya. Erina mengangkat tangannya sejenak. “Sebentar dulu. Rasanya gue mau pingsang.” Seketika Cyra menahan tawa mendengar jawaban dengan sedikit bercanda untuk Erina. Tentu saja ia merasa kalau temannya itu tidak pernah berubah, ralat sahabat atau teman? Sepertinya ia harus memastikannya nanti. Karena sudah lama sekali ia tidak bertemu dengan gadis itu. Sejak upacara kelulusan yang sama sekali tidak dihadiri oleh Erina, dan ternyata gadis itu menghilang di rumahnya sendiri. Padahal hari ini Cyra memang merasakan ada yang aneh padanya sehingga ia terburu-buru pulang lebih awal. Namun, tidak ada yang menyangka kalau Erina pergi tanpa berpamitan pada siapa pun. Bahkan dua sahabat lelakinya pun sama sekali tidak mengetahui keberadaan gadis itu. Sehingga membuat Cyra menyerah dan mempercayakan semua pada takdir. Akan tetapi, dirinya justru bertemu lagi dengan gadis itu di tempat yang tidak terduga. Padahal awalnya Cyra datang ke sini hanya untuk mendinginkan suhu tubuhnya yang mendadak sedikit panas, dan membuat kerongkongannya sedikit kering. Kini Cyra benar-benar sangat bersyukur pada kerongkongannya sendiri, sebab sudah sakit di saat yang tepat sekali. Sehingga mempertemukannya pada seorang gadis yang selama ini sudah ia tunggu kedatangannya kembali. Tanpa terkecuali, ia memang benar-benar merindukan Erina. Meskipun ia sudah mengetahui kabar gadis itu melalui Ulya yang baru saja datang dari perjalanan bisnis dan mengatakan kalau dirinya bertemu dengan Erina. Selama ini memang gadis itu sudah menunggu kedatangan Erina, cepat atau lambat. “Gue bener-bener enggak percaya lo ada di sini, Ra,” ucap Cyra mengundang tatapan bingung dari Erina. “Katanya udah tahu gue, tapi kenapa masih panggil ‘Ra’ bukannya Erina?” balas gadis itu sedikit tidak suka membuat Cyra menyadari ucapannya sendiri.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD