91. Way Back Home

1015 Words
Kini Erina telah sampai di Soekarno Hatta International Airport, setelah satu kali transit di Singapore Changi Airport selama kurang lebih 16 jam. Bahkan Erina ketika melakukan transit lebih banyak memainkan di ruang tunggu sembari sesekali memejamkan matanya lelah. Sebenarnya, ia tidak terlalu suka perjalanan jauh seperti ini karena akan sangat melelahkan. Apalagi jarak antara Jakarta dengan Shanghai sangatlah jauh dan memerlukan waktu selama 24 jam penuh untuk melakukan perjalanan antar negara. Bahkan Erina banyak sekali mengganggu Alvaro ketika malam tiba, sebab transit di malam hari sangatlah tidak menyenangkan. Dirinya tidak bisa berkeliling sejenak di negara yang mempunyai maskot Merlion. Sehingga Erina banyak menghabiskan waktu di dalam bandara dan sesekali menelepon Lusi untuk membantu gadis itu mengerjakan semua pekerjaannya. Karena ia memang terbiasa melakukan hal tersebut ketika malam tiba. Sekarang, gadis berpakaian mantel cukup besar di antara pengujung lainnya itu pun melangkah cukup lebar menuju salah satu mobil berwarna hitam yang terletak tidak jauh dari pintu masuk bandara. Ia melihat beberapa orang berpakaian hitam tampak berdiri tidak jauh dari mobil tersebut. Ketika dirinya datang, orang-orang itu langsung mendekat dan membawakan koper besarnya ke dalam mobil, sedangkan yang lainnya tampak membukakan pintu untuk Erina. “Bagaimana keadaan di sini?” tanya Erina menatap ke arah luar yang sama sekali tidak ada perubahan. “Masih terkendali, Nona,” jawab seorang lelaki yang duduk di samping jok supir menatap lurus ke depan. Sejenak Erina pun mengangguk pelan, lalu mengulurkan tangannya pada lelaki itu. Membuat ia seketika mengerti dan memberikan sebuah iPad yang ada di dalam dashboard mobil untuk dilihat oleh Erina. “Apa orang tuaku tahu tentang kepulanganku hari ini?” tanya Erina datar sembari terus melihat laporan yang ada di benda elektronik tersebut. “Tidak, Nona. Kebetulan sekali Nyona dan Tuan sedang dalam perjalanan bisnis sehingga digantikan sementara oleh para pemegang saham eksekutif,” jawab lelaki itu lagi. Seakan ia adalah tangan kanan Erina yang menggantikan dirinya kapan pun. “Baiklah. Terima kasih atas kerja kerasmu selama ini, Pak Kelvin,” ucap Erina tulus membuat lelaki yang sejak tadi memasang wajah serius mulai tersenyum ramah. Sebenarnya, tidak ada yang tahu kalau nyatanya selama ini diam-diam Erina mengendalikan perusahaan. Meskipun tanpa sepengetahuan orang tuanya. Bahkan kepulangannya hari ini pun mereka tidak tahu, dan hanya orang-orang di perusahaan saja yang tahu. Sebab, Erina tidak ingin kalau Romi mengundang Boys sampai ke sini. Itu akan sangat merepotkan. “Oh ya, aku lapar banget, Pak. Bisa tolong beliin sarapan dulu? Kayaknya makan nasi uduk enak,” pinta Erina dengan senyuman kode-kodenya. Mengerjap beberapa kali sembari tersenyum manis memperlihatkan lesung pipinya yang tercetak jelas. “Baik, Nona. Kebetulan nanti di depan apartemen ada nasi uduk langganan. Enak banget di sana ada gorengan sama donat manisnya,” balas Pak Kelvin tertawa pelan. “Bisa dibicarakan,” pungkas Erina tertawa pelan. Kini di mobil terdengar gelak tawa gadis itu yang cukup mendominasi. Memang Pak Kelvin adalah pengawal pribadi sekaligus tangan kanan Erina dalam menjalankan bisnis di perusahaan. Sebab, secara tidak langsung lelaki sudah menjadi kakak sekaligus penasihat bagi Erina dalam hal apa pun. Mobil hitam mewah itu tampak membelah jalanan ibukota yang selalu saja padat merayap. Membuat Erina menghela napas panjang. Jakarta memang tidak pernah lepas dari yang namanya macet. Akan tetapi, tiba-tiba pikiran gadis itu mengarah pada mansion besar milik Kak Hasbi yang ada di Pondok Indah, Jakarta Selatan. Entah kenapa ia jadi penasaran dengan tempat itu. Rasanya sudah lama sekali ia tidak pernah ke sana, sejak kepergiannya ke China tanpa ada kabar sedikit pun. “Uhm ... Pak, bisakah Erina mampir ke mansion sebentar?” tanya Erina menegakkan tubuhnya membuat Pak Kelvin menoleh sekilas. “Bisa, Nona. Kebetulan sekali di sana sedang dibersihkan, jadi kalau Nona mau tinggal di sana sekalian juga tidak ada masalah. Biar nanti nasi uduk Bapak yang belikan,” jawab Pak Kelvin mengangguk menyetujui permintaan cucu yang pemegang sah ahli waris. “Enggak usah, Pak. Erina di sana mau ngelihat keadaan aja,” tolak Erina halus. Sebenarnya, tidak ada yang tidak tahu masalah pergantian identitas Erina. Hanya saja, ia sedikit tidak percaya dengan semua keadaan yang benar-benar berubah seiring dengan berjalannya waktu. Bahkan ia sendiri tidak percaya kalau apa yang telah dijalaninya selama ini sudah berlalu cukup lama. Erina menjalankan hidup dengan nama baru, tetapi tidak dengan masa lalunya. Padahal sejak kemarin ia memikirkan kalau identitasnya akan dipertanyakan atau tidak. Karena selama ini hanya segelintir orang saja yang tahu. Tak lama kemudian, mereka bertiga sampai di sebuah mansion besar yang sama sekali tidak ada perbedaan. Masih sama sejak pertama kali Erina tinggalkan. Mungkin hanya ada tambahan di bagian taman yang mulai dipenuhi oleh bunga Azalea. Erina pun turun tepat di depan pintu besar mansion berwarna merah gelap. Terlihat banyak sekali maid berpakaian seragam tengah berbaris tepat di depan pintu membuat gadis yang masih lengkap mantel besarnya itu tersenyum geli. Sejujurnya, ia sendiri tidak tahu karena pelayan di sana tampak masih baru dan sangat asing di pandangannya. Mungkin ini yang dilakukan oleh kedua orang tuanya untuk menyingkirkan masa lalu belum selesai tersebut. “Perkenalkan ini adalah Nona Erina, anak kandung Alm. Tuan Besar Hasbi yang sejak dulu tinggal di China. Sekarang Nona akan menetap selama beberapa lama di sini untuk mengurus banyak pekerjaan di perusahaan. Karena sudah lama sejak kepergian Tuan Besar dan Nona memutuskan untuk mengeyam pendidikan di sana,” tutur Pak Kelvin dengan suara lantang membuat semua orang yang ada di sana langsung membungkuk hormat. “Selamat datang, Nona Erina!” balas mereka serempak. Erina tersenyum manis melihat mereka semua. Meskipun sejak dulu ia memang memperlakukan para maid mansion seperti itu, tanpa terkecuali. “Terima kasih. Tapi, aku tidak ingin menginap di sini, jadi jangan merepotkan kalian semua untuk membersihkan kamarku,” ucap Erina tulus, lalu mengangguk pelan melihat salah satu wanita berpakaian yang berbeda dengan lainnya mendekat. Sedangkan Pak Kelvin terlihat menjauh dari Erina membuat gadis itu langsung mengangguk hormat, lalu melenggang masuk ke dalam bersama dengan kepala maid yang tidak ia kenali. Entah kenapa di sini terlihat berbeda semua, selain dengan tempatnya yang masih sama. Namun, perbedaan itu membuat Erina sedikit merasa asing. Hanya Pak Kelvin yang ia kenal di sini. Sedangkan lainnya terlihat tidak nyaman.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD