5. Jurus Menghilang Bagai Bayangan

1552 Words
Senja yang menjelma menjadi petang, merasuk dalam sanubari Bambang akan rindu kampung halaman. Terlebih lagi suasana pegunungan di lokasi acara malam keakraban, membuatnya teringat pada desa dan kedua orang tuanya. Perantauan ke Jakarta bukan semata hanya mengejar cinta pertamanya. Melainkan ada asa ingin membanggakan kedua orang tua untuk membuktikan pada dunia bahwa dirinya mampu meraih impian. Seusai beribadah Salat Magrib, semua panitia beserta peserta malam keakraban beristirahat sejenak sebelum memulai acara berikutnya. Bambang dan dua sahabatnya pun sedang bersantai sembari meluruskan kaki yang mulai terasa pegal. Bambang mengambil tas ranselnya kemudian berbaring sambil memeriksa ponselnya. Ia mendapati Tasya meminta tolong padanya untuk memasangkan gas LPG pada kompor. Awalnya Bambang menolak karena takut melanggar peraturan yang sudah diberikan panitia. Namun Tasya memaksa dan memang teman satu tenda mereka pun takut memasang gas. Ingin meminta tolong panitia tapi merasa sungkan. Akhirnya Bambang mengajak serta kedua sahabatnya untuk melihat situasi dan kondisi saat itu. Nyatanya panitia tidak ada di posko pengamanan. Bangku di sana semua kosong. Sehingga mereka bertiga mengendap-endap berjalan menuju tenda Tasya. Sesampainya di sana, Bambang langsung bergegas membantu para cewek-cewek memasang gas ke kompor. Namun Bambang merasa kesulitan karena belum berhasil juga. Sam dan Jae diminta untuk ikut membantu, sehingga tidak ada yang mengawasi situasi. Lalu Jae inisiatif melihat situasi di antara gugupnya Bambang memasang gas. Sungguh terkejut ketika Jae mendapati Medusa dan satu orang panitia lain berjalan menuju arah tenda Tasya. “Ga—gawat! Me—Medusa jalan kemari! Sam! Bambang! Ayo!” Jaelani mengajak serta kedua sahabatnya. Sam dan Jae langsung berlari ketika Medusa memalingkan wajahnya ke arah tenda paling ujung. Namun Bambang tidak mendengar ucapan Jae yang memang sedikit berbisik. Lantaran Bambang sedang asyik berbincang dengan Tasya. Alangkah terkejutnya Bambang ketika salah seorang temannya memberitahu bahwa Medusa sedang berjalan menuju arah tenda mereka. Bambang beringsut setelah berhasil memasang gas itu. Dirinya kebingungan lantaran Medusa sudah berada di depan tenda mereka. “Aduh gawat! Tasya kepriwe nasibku? Gimana nasibku?” Bambang merasa sangat gugup hingga tangannya gemetaran. Beberapa teman Tasya sengaja mengulur waktu dengan mengajak panitia berbincang, mengulur waktu untuk Medusa memeriksa tenda mereka. Bambang yang kelimpungan terjebak di sana memikirkan cara bersembunyi. Akhirnya Tasya dan Dela membantu Bambang membuat tempat persembunyian di dalam tenda. Bambang diminta untuk jongkok di sudut tenda. Setelah ditutup menggunakan tumpukan tas, masih terlihat juga. Mereka mengubah posisi Bambang. Ia diminta untuk memosisikan dirinya bersujud di pojokan tenda. Lalu Tasya dan Dela menutup tubuh Bambang dengan tas ransel peserta perempuan di tenda itu. Kemudian menumpuknya lagi dengan tumpukan selimut juga bantal boneka, hingga tidak terlihat sama sekali tubuhnya. Tak lupa, Tasya serta Dela duduk bersandar pada tumpukan tas yang menutupi tubuh Bambang itu, agar terkesan seakan memang hanya tumpukan tas biasa. “Halo semua?” Medusa memeriksa tenda mereka. “Halo, Kak!” Medusa mendapati Tasya dan Dela yang sedang duduk bersandar sambil memainkan ponsel mereka. “Kalian berlima, kan?” tanya Medusa sembari mengernyitkan dahinya. “Iya, Kak ... memang kenapa?” Tasya pun mengernyitkan dahinya karena pertanyaan Medusa. Medusa kembali melihat ke luar tenda melalui pintu depan dan pintu belakang tenda. “Kak? Kenapa?” Dela pun merasa panik. “Kalian berlima? Kok sandal kalian ada enam?” Medusa menatap Dela dan Tasya yang tampak bengong. “Mana sandalnya gede banget lagi? Ini sandal kalian? Atau sandal siapa?” Medusa mencurigai sesuatu. “Sandal saya, Kak! Saya bawa dua sandal, buat basah-basahan sama yang kering, tap—tapi ... memang pas beli tinggal nomor besar, Kak!” Tasya membuat alasan untuk melindungi Bambang. Medusa masih terpaku di dalam tenda. Bambang merasa sangat gugup memdengarkan perbincangan mereka, merasa mules hingga ia tidak bisa menahan kentutnya. “Aduh ... jangan ... jangan keluar dl!” Bambang berbicara dalam hatinya sembari menahan perutnya yng mules. Duuut!!! “Siapa yang kentut?” Medusa menatap Dela dan Tasya. “Saya, Kak! Maaf ... udah gak tahan.” Tasya kembali melindungi Bambang dari kecurigaan Medusa. “Astaga ... ya sudah! Setelah ibadah Isya, kalian berkumpul di pendopo!” Medusa keluar dari tenda sembari menutup hidungnya. Setelah situasi aman, Tasya dan Dela membantu menyingkirkan tas dan barang lainnya yang masih menumpuk di atas punggung Bambang. “Bang? Kamu gak apa-apa?” Dela menepuk punggung Bambang. Bambang langsung keluar dari sarang dan duduk sembari menghirup napas. Wajahnya pucat dan terlihat loyo. “Bambang? Lu nggak apa-apa?” Dela kembali memastikan. “Kalian tahu nggak? Gimana rasanya?” Bambang menatap dua temannya itu. “Enggak,” jawab Dela dan Tasya dengan polos. “Pengap ... terus bau kentutku!” “Iihhh Bambang! Jijay tahu!” Dela menepuk kaki Bambang yang masih ia tekuk. Lalu Bambang bergegas kembali ke markasnya alias tendanya. Bambang berpamitan pada Tasya. “Ya udah, aku balik dulu ya! Ke markas.” Bambang tersenyum dan segera melangkah. “Bambang! Hmmm ... makasih ya! Udah mau nolongin aku!” Tasya tersipu sembari meremas jemarinya karena salah tingkah dengan tatapan Bambang yang memesona. “Santai aja lagi!” Bambang tersenyum sembari mengedipkan sebelah matanya. Selepas Bambang melangkah pergi dari sana. Ada hati yang mulai mengakui adanya pesona dahsyat dari dalam diri seorang Bambang Syam Romadhon. Tasya dibuat luluh oleh pesona Bambang. *** Sejak Jae dan Sam kembali ke tendanya dengan perasaan gelisah. Mereka terus berdoa dan menunggu Bambang di sana. Mereka tidak berniat meninggalkan Bambang sendirian. Lantaran mereka berpikir bahwa Bambang mendengar ucapan Jaelani. Namun nyatanya Bambang terisolasi di sana. Ditambah lagi Medusa masuk ke dalam tenda untuk memeriksa keadaan di dalam tenda. Jaelani dan Sam sempat mengira Bambang akan ketahuan. Namun mereka menyadari semua berjalan aman karena Medusa berjalan santai setelah dari sana. “Alamak ... apa kabar itu nasib si Bambang? Aku khawatir kali sama dia!” Sam duduk di belakang tenda mengkhawatirkan keadaan Bambang. “Sama! Gua juga khawatir banget, tapi ... kayaknya aman deh!” Jae menatap Sam yang juga sedang memikirkan nasib Bambang. Tak berapa lama berselang, Bambang kari tergopoh-gopoh dan berhenti di depan kedua sahabatnya. “Jae ... Sam! Tega bangetlah kalian ninggalin aku! Untung aja persembunyian aman, coba kalo nggak, tamat riwayat aku ditantang gelut kayaknya sama cewek bar-bar itu!” Bambang memegangi sebelah perutnya yang terasa sengkil setelah berlari. “Guys ... lelah hayati ini!” Bambang langsung duduk di atas hamparan rumput di belakang tenda. “Bambang!” Jae dan Sam bersamaan memanggil namanya. “Minum, Jae ... tulung Jae!” Bambang meminta minum dan Jaelani segera mengambilkannya. Sedangkan Sam mencoba memeriksa keadaan Bambang. “Ini! Minum dulu! Pelan-pelan!” Jaelani mengambilkan satu botol air mineral berukuran 600 mili liter. “Alhamdulillah ....” Bambang bersendawa. “Kau kelihatan kacau sekali Bambang!” Sam melihat Bambang sangat kacau. “Aduh ... pokoke ngedap! Capek! Hampir aja ketahuan! Untuk cewek bar-bar itu nggak nyadar!” Bambang menceritakan apa yang terjadi selama ia bersembunyi di tenda para mahasiswi itu. “Bang! Perasaan, lu dendam amat sama Medusa? Ati-ati loh! Kesengsem beneran loh!” Jae kembali mengingatkan Bambang. “Amit-amit jabang bayi bocah kaget! Nggak lah! Cewek s***s kayak dia? Nggak akan kesengsem sama doi! Karena cintaku hanya untuk Bella.” Bambang menatap langit menerawang jauh. “Awas saja kalau tiba-tiba kau rindu sama dia!” Sam berusaha menahan tawanya. *** Malam yang cerah dengan langit malam kian cantik berhias jutaan gugusan bintang. Suhu udara semakin dingin menemani jiwa muda yang kian merindu pada seseorang yang singgah dalam hatinya. Wajah-wajah ceria tampak jelas dalam setiap acara hiburan yang berlangsung saat malam keakraban. Mahasiswa baru lebih mengenal akrab dengan kakak tingkat mereka. Ketika acara api unggun berlangsung sekitar pukul 20.00 WIB, Bambang dan kedua sahabatnya terlihat sangat menikmati acara tersebut. Acara ramah-tamah bercerita bersama dan lomba menyanyikan lagu romantis membuat semua peserta merasa berada dalam lingkungan keluarga yang hangat terutama mahasiswa perantauan seperti Bambang dan Sam. Bambang tidak menyadari bahwa selama acara berlangsung, dirinya beberapa kali mencuri pandang pada Medusa. Namun Medusa tak menghiraukan tatapan Bambang. Hanya saja, Jae mengamati hal itu. Ia kembali mengingatkan pada Bambang mengenai hal itu. “Bang! Awas kesengsem ntar!” Jae berbisik pada Bambang. “Hah? Maksudnya?” Bambang langsung menoleh. “Lu udeh beberapa kali gua perhatiin, CCP ama Medusa.” Jae melirik Bambang. “Apaan CCP?” Bambang menatap Jae serius. “Curi-curi pandang, Bambang ....” Jae merasa gemas pada sahabatnya itu. “Hei! Janganlah bisik-bisik! Bahas apa kalian?” Sam penasaran. “Tuh si Jae! Ngeledekin aku!” Bambang cemberut. Sementara Jaelani menahan tawa. Setelah beberapa waktu berjalan, tiba saatnya giliran kelompok Bambang membawakan sebuah lagu untuk mengisi acara api unggun sebelum acara jurit malam. Bambang gemar bermain gitar karena sering tongkrongan bersama pemuda di desanya sembari main gitar di pos ronda. Sam sebagai vokalis karena suaranya yang merdu. Jemari Bambang sangat lihai beradu dengan senar gitar akustik yang ia petik. Aura memesona terpancar kala itu. Beberapa mahasiswi terpesona pada karisma Bambang. Pemuda gagah yang jujur dan selalu menceriakan suasana, kini terlihat sangat menawan kala irama petikan gitarnya mengalun menghiasi malam. Sam menyanyikan lagu dari Andra and The BackBone yang berjudul Sempurna. Seketika hati Tasya meleleh dibuatnya. Perasaan spesial pada Bambang mulai tumbuh dalam hati Tasya. Berbeda dengan Medusa yang terlihat melamun saat Sam dan Bambang menunjukkan penampilan mereka. Medusa tampak diam terpaku. Sorot matanya nanar melihat kilatan api unggun yang melambai-lambai di hadapannya. Jae mengamati sikap Medusa dan menebak apa yang menyebabkan Medusa bersikap seperti itu. Jae merasa Medusa memiliki masalah dalam keluarganya. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD