2. Penyesalan Raka.

1035 Words
Raka POV. Aku sepertinya gila. Kenapa aku sampai mencium keningnya Reina. Mungkin karena aku sedang kalut atau mungkin terbawa suasana. Reina Maheswari, yang memang sangat indah dimataku. Aku bahkan bisa saja gila hanya karena tidak menatap wajahnya sehari saja. Dan aku mencoba untuk tidak menatapnya dengan memacari Jessi. Aku berharap tidak harus memikirkannya. Namun sia sia, semuanya tidak berjalan dengan seperti yang aku rencanakan. Aku justru semakin uring uringan tidak jelas, karena tidak bisa dekat dengan gadis itu. Sehingga meski ragaku bersama Jessi. Tapi hatiku tetap mencari dirinya. Hal itu tentu saja membuat Jessi marah dan benci pada Reina. Tolong jangan salahkan gadis itu. Tapi salahkan lah diriku yang terlalu tergila gila padanya. Pada sahabat yang selalu ingin aku jaga, agar kami tetap bersama selayaknya sahabat, yang tidak akan pernah berpisah. "Lo kenapa sih sampe mutusi Jessi?" tanya Gio. Laki laki itu menghampiriku ke taman sekolah. Aku memang pergi untuk menenangkan diri. Aku kalut dengan diriku sendiri, dan aku juga kesal dengan Jessi yang telah berani menyentuh Nanaku. "Enggak cocok aja," jawabku. "t*i! selalu itu yang lo bilang." kesal Gio. "Emang kenyataannya kaya gitu," "Terus kalau tahu lo sama doi enggak cocok.Ngapain lo pacarin dia?" "Kan, gue mau nyoba." "Nyoba? s****n lo jadi cowok. Anak orang malah mau lo coba coba." "Yang penting enggak sampe ngerusak kan?" "Ya, enggak sih. Tapi tetep aja lo udah nyakitin anak orang." "Dih, sok suci. Kaya lo enggak pernah nyakitin orang lain aja. Kaya lo enggak pernah mutusin cewek aja." "Gue emang pernah nyakitin cewek. Tapi gue enggak pernah ya libatn Nana." "Jangan sindir gue lah." "Lo sering kaya gitu, kasihan lah Nana. Orang dia enggak salah." Aku terdiam. Haruskah aku katakan padanya apa yang ada di sini kepalaku. Apa yang menjadi alasanku terus mencari seorang pacar? Apakah Gio akan mengerti dan justru menghakimiku? "Gue enggak maksud nyakitin nana lah. Mantan gue nya aja yang salah paham." ucapku lagi. "Salah paham bagaimana? udah jelas banget kalau sikap lo itu emang kaya gitu sama Nana." "Enggak ko, biasa aja." "Dih, masih berani bohong. Lo gue sumpahin mati muda kalau masih aja ngeles!" "Apaan sih, lo! emang gue kenapa?" tanya ku jengah. Gio terlihat berpikir, dia menatapku dengan sebelas alis terangkat. "Yakin lo enggak tahu, kalau lo sedang tergila gila sama dia?" "Hah!" Dan aku menganga dengan kedua mata melebar. *** Satu hal yang perlu kalian ketahui, kalau Nanaku ini cewek galak tapi ia sangat takut bola kasti. Tingkah lucunya adalah, jika sedang olahraga bola kasti. Dia akan berlari keluar lapangan untuk menghindari bola. Aku, Gio, Nana dan teman ku yang lainnya pernah bermain permainan itu bersama. Dan kebetulan yang memegang bola ada Gio saat itu. Nana waktu itu kebetulan jadi targetnya. Kalian tahu apa yang dia lakukan. Dia berlari jauh sekali, membuatku dan Gio terbahak. Apasih yang dia takutkan? ini hanya bola kasti, bendanya kecil bahkan lebih kecil dari pada tubuhnya yang pendek itu. "Si Nana main kasti?" kalimat Gio, membuatku menoleh ke arah lapangan di sana. "Tumben tuh bocah!" ujarku. Saat ini aku dan Gio berada tidak jauh dari lapangan. Sekarang jam pelajaran sedang kosong. Dan mungkin karena itulah para gadis itu bermain kasti. Aku yakin sekali Nana di ajak paksa oleh Lani, teman sebangkunya itu. Lani sangat suka bermain kasti, tapi dia memang tidak bisa kalau main tanpa Nana, dasar tidak mandiri. Nana kali ini yang memegang bola, dan targetnya adalah Tari, teman sekelas kami. Tari berlari, dan Nana dengan kuat melempar bola. Aku tidak tahu sekuat apa dia melempar, karena bola itu malah nyasar ke arah sisi lapangan dan sepertinya mengenai seseorang yang berada di sisi lapangan. Kalian pasti tahu lah bola kasti itu keras, kalau terkena pipi itu rasanya lumayan. Aku dan Gio saling melempar tatapan, ketika tahu siapa yang jadi korbannya Nana saat ini. "Anjir! Kak Anji!" decak pelan Gio. Aku juga kaget, bukan karena Kak Anji Kakak kelas kami. Tapi karena yang terkena bola nya Nana adalah cowok hit yang banyak fans nya. Aku takut Nana di serbu oleh para cewek-cewek fans nya itu. "Ayo Gi!" Aku tergesa menghampiri. Dan di sana, Nana sudah berada di depan Anji dengan wajah penuh bersalah. "Kak, maafin gue ya ..." Sangat khawatir, karena setahuku Anji ini adalah cowok yang tidak punya hati. Dia suka membalas perlakuan siapa pun tanpa pandang bulu. Bagaimana kalau Nanaku dibales dengan lemparan bola itu. Aku hampir saja menarik Nana agar jauh dari Anji. Namun ... "Enggak apa-apa ko!" Sumpah, ini aku tidak sedang bermimpi kan? Lelaki itu dengan tatapan lembutnya berkata seolah tanpa beban. Padahal pipinya jelas-jelas merah dan aku yakin sekali rasanya sakit sekali. Nanaku mengerjap, wajah polosnya menyiratkan kalau ia kagum pada laki-laki itu. "Be-bener ka?" kedua jemarinya bertaut terlihat gemetar, bibir bawahnya ia gigit kuat. Itulah yang dilakukan Nanaku disaat cemas. Dan lihatlah si lelaki sok kegantengan itu hanya menggeleng lembut dengan tatapan lekatnya. "Iya, saya tidak apa-apa." Tai! Dia itu pura-pura baik, aku tahu bagaimana riwayatnya Anji. Dia tidak lebih dari seekor anjing! Dia seorang play boy tingkat kakap. Hampir semua cewek ia embat. Tapi tidak untuk Nanaku! "Ayo ke kelas Na!" Aku meraih tangannya, membuat Anji menatap beberapa saat pada tangan Nana yang aku genggam. Ada sirat ketidak sukaan, namun tentu saja aku tidak peduli. Nana menatap padaku dan Anji secara bergantian. "Tapi Kak Anji harus ke UKS dulu, lo ke kelas duluan aja." Sialan! Sejak kapan Nana menolak perintahku. Dia melepaskan tanganku dan kembali menghadap Anji. "Ayo Kak, kita --" "Enggak! Gue bilang ke kelas! Ya ke kelas! Denger gak sih lo!?" Maafkan aku Nana, aku gak suka kamu berinteraksi dengan Anji. Dia tidak baik untuk perempuan sebaik kamu. Nana terlihat kaget dengan suara tinggiku. Tapi aku sedang tidak ingin berdebat, aku segera menarik tangannya, namun Nana sekali lagi melepaskan tangannya. Dan menatap cemas ke arah Anji. "Kak ayo kita--" "DIA BISA KE UKS SENDIRI!" Ok, aku kelepasan. Nana mematung, ini untuk kali pertamanya aku bentak. Gio terlihat mengerjap, dan semua yang ada di sana pun menatapku aneh. Dan aku ... aku bahkan tidak mengerti kenapa sampai membentaknya seperti itu. Nana menatapku beberapa saat dengan kedua matanya yang berkaca, kemudian pergi mendahului. Ya Tuhan ... ada apa denganku. Gadis itu berlari dengan mengusap matanya. s**l! aku benci dia menangis, aku pun segera menyusulnya. Maaf, Nana ...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD