Bab 2

1004 Words
"Ma, Buk Nency sudah menghubungi belum?" tanya Hermawan pada istrinya. "Sudah, Pa, tadi beliau w******p, nanya apakah kita udah berangkat apa belum,"jawab Odelie. Hermawan mengangguk-angguk. "Coba tanyakan, anak mereka ada tidak di sana?" "Ada, Pa, tadi katanya Bu Nency lagi sarapan sama anak-anaknya,"ucap Odelie lagi. Hermawan duduk tenang, sesekali ia melirik ke bangku paling belakang, Maira dan Danan masih tertidur. Tadinya ia sempat was-was kalau anaknya itu tidak mau diajak, tapi, syukurlah Danan berhasil membujuknya. Perjalanan dua jam itu akhirnya berakhir, mereka tiba di sebuah tempat yang dingin dan sejuk. Relasi Bisnis Hermawan bernama Arya, istrinya bernama Nency. Hermawan sekeluarga sengaja diundang karena belakangan ini mereka menjalin hubungan pertemanan yang sangat akrab. "Maira! Danan! Bangun?" Odelie mengguncangkan tubuh keduanya dengan keras. Danan membuka matanya, melepas earphonenya dengan segera. "Sudah sampe, Tante?" "Iya, kamu bangunin Maira ya. Tante turun duluan. Odelie turun dari mobil. Danan menguap lebar, kemudian melirik Maira. Dilepaskannya earphone dari telinga wanita itu. "Maira!" "Hmmm. Wanita itu hanya menggeliat, tapi tidak membuka matanya. "Udah nyampe!"teriak Danan. Maira membuka matanya, menatap Danan kesal. "Apa sih," "Ayo turun!" "Males!" "Ayo!" "Males!" "Oke!"Danan menarik napas panjang, kemudian ia mencium pipi Maira dengan paksa, lalu ia keluar dari mobil dengan cepat. "Kak Danan!!"Maira langsung keluar mobil, mengejar Danan karena sudah berani menciumnya. Danan berlari sejauh-jauhnya, sementara Maira yang masih mengantuk lari sekenanya saja. Ia belum sadar penuh dimana ia berada. Lalu ia menabrak sekumpulan orang Yang sedang berdiri tak jauh dari mobil. "Maira..." Odelie menutup mulutnya kaget, tidak hanya dirinya, tetapi semua orang yang ada di sana. Danan yang mendengar suara Odelie langsung menghentikan larinya, menoleh ke belakang. Maira menabrak dua orang laki-laki, salah satunya membawa kue tart. Akibat perbuatan Maira, Tart itu jatuh ke d**a sang pria. Sementara pria satunya hanya terciprat sedikit. "Kamu nggak apa-apa?" Nency bertanya pada Maira. Maira menggeleng dengan malu."Nggak apa-apa, Tante, tapi...dia yang apa-apa,"tunjuknya pada laki-laki naas itu. Nency tertawa."Nggak apa-apa, udah biasa itu." "Mama!" Si pemegang tart protes."Kan nggak jadi ulang tahun nih!"protesnya. Maira menatap pria itu."Oh, lagi ulang tahun dan kuenya aku rusakin ya. Maaf, ya, Kak...Hmm gimana kalau saya belikan lagi?" "Nggak usah!"jawabnya dingin. "Eh, sudah...sudah, Ryu kamu ganti baju sana,"kata Nency. Pria yang dipanggil Ryu itu pun pergi dengan wajah kesalnya,ia bahkan sempat melayangkan tatapan tajamnya pada Maira. Entah pertanda apa. "Sudah nggak apa-apa, yuk masuk!"ajak Nency pada Odelie, Maira, Mbok Ijah, dan juga Danan. Sementara Hermawan sudah pergi ke gazebo bersama Arya, mereka langsung ngobrol di sana. Masing-masing dari mereka diberi kamar. Maira mendapat kamar yang berhadapan langsung dengan pegunungan yang ada di sana. Sepertinya akan sering hujan di sini, Maida berharap sore nanti hujan akan turun sederas-derasnya. Usai berkemas, Maira keluar dari kamar, bersamaan dengan Ryu, yang ternyata kamarnya ada di depan kamar Maira. Laki-laki itu menatap Maira dari atas sampai ke bawah, kemudian melengos pergi. "Eh, Kak...tunggu!" Maira tidak tahu pria itu berumur berapa, karena belum kenal ia panggil 'Kak' saja. Ia mensejajarkan langkahnya dengan Ryu."Saya minta maaf atas kejadian tadi, saya nggak sengaja." "Sudah dewasa, nggak baik main kejar-kejaran,"balasnya dingin. "Iya, maaf, saya nggak tahu kalau kakak lewat bawa kue tart. Ngomong-ngomong ...selamat ulang tahun ya, Kak,"ucap Maira. "Makasih,"jawabnya singkat. Maira mengerutkan keningnya, ternyata ada laki-laki dingin dan jutek seperti itu. Ia terus melangkah beriringan dengan Ryu, ia merasa tidak enak, baru pertama kali menginjakkan kaki di sini, ia sudah membuat masalah. Ryu mempercepat langkahnya, begitu juga Maira sampai-sampai wanita itu tidak melihat ada tiga anak tangga di depannya. "Eh, awas!" Ryu menarik Maira dengan cepat sebelum wanita itu terperosok ke bawah. Dipeluknya wanita itu erat-erat. Maira kaget bukan main, ia melihat ke bawah, jika tadi Ryu tidak menariknya, ia pasti jatuh. Memang, hanya tiga anak tangga, tidak begitu sakit, tapi malunya pasti luar biasa. "Thanks!"ucap Maira yang masih di dalam pelukan Ryu. Keduanya bertatapan begitu lama. "Kalian...ngapain?" Keduanya menoleh ke sumber suara. Ternyata itu adalah, Hermawan, Arya, Nency, dan Odelia. Ryu dan Maira merasa terciduk sedang berpelukan walaupun kejadian itu tidak sengaja. Ryu melepaskan pelukan Maira dengan telinga yang bewarna merah."Ah, bukan apa-apa." Pria itu langsung pergi dari sana. Sekarang tinggallah Maira sendiri yang mendapat tatapan penuh investigasi. Wanita itu merutuk dalam hati karena Ryu sudah meninggalkannya dengan keadaan seperti ini, apa yang harus ia katakan pada kedua orangtuanya. "Maira...kamu ngapain di situ?" Maira kebingungan."Hmmm anu...tadi mau jatuh, terus ditangkap sama Kak Ryu,"jelas Maira seadanya. "Kamu mau tidak menikah sama Ryu?"tanya Arya. "Hah??" ucap Maira spontan, menikah sama pria yang baru ia temui beberapa menit, tentu tidak semudah itu. Ia belum tahu bibit, bebet, dan bobot Ryu, bisa saja tabiatnya sama dengan Nugra.   "Om..." Baru saja Maira hendak menjawab, Hermawan sudah memotongnya. "Maira pasti mau!" "Oke, deal!"balas Arya dengan senang hati Maira menganga, kemudian menatap Hermawan kesal. "Papa!" "Maira, ayo...kita ke gazebo ya. Mau rayain ulang tahunnya Ryu nih,"panggil Odelie. Maira mengangguk, kemudian ia menghampiri Hermawan."Pa, kita harus bicara nanti!" katanya dengan tegas dan dengan nada pengharusan. "Iya, sayang, tegang sekali." Hermawan tertawa. Mereka semua pergi ke gazebo, di sana makanan sudah tertata ditambah kue tart baru, tentunya dengan bentuk dan ukuran yang berbeda. "Ma, nanti kita ganti aja kuenya ya, Ma, Maira nggak enak,"bisik Maira pada Odelie. "Sudah nggak usah bahas itu,"balas Odelie. Maira mengangguk, ia pun duduk di salah satu kursi dan memilih diam, menunggu acara selanjutnya. Acara itu hanya berupa tiup lilin, potong kue dan saling suap di antara keluarga kecil Ryu. Di sini, Ryu adalah anak bungsu dari keluarga ini. Usai acara inti, mereka semua menyantap hidangan yang tersisa. Ryu yang sedari tadi cuek, kini menghampiri Maira dan duduk di hadapan wanita itu. Maira kaget, menatap pria itu dengan terheran-heran."Selamat ulang tahun ya?" "Kamu ngucapin dua kali?" "Iya, sih!" Maira cengengesan. "Kudengar...kita dijodohkan,"kata Ryu. Danan yang duduk di sebelah Maira melirik kedua orang tersebut, mengawasinya diam-diam. "Iya. Tapi, itu kata Papa kita kok, nggak ada persetujuan juga dari aku. Maksudnya...aku nggak mau dijodohkan sama kamu,"jawab Maira dengan santai, ia memang tidak mau lagi ada yang namanya perjodohan, biarlah nanti akan datang dengan sendirinya. "Kenapa kamu nolak?" Maira dan Danan bertukar pandang, heran. Danan kembali fokus pada makanannya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD