Crazy Love - Part 3 Prejudice That Brings Laughter

1772 Words
Happy reading ⏳ Clarissa melangkahkan kakinya menaikki tangga menuju ke kamarnya. Ruangan yang biasa di sebut privasi itu tepat berada di samping kamarnya Jovin yang di depan pintunya tergantung papan dengan tali yang bertuliskan Princess Clarissa room di depannya. Seketika Clarissa tersenyum mengenang bagaimana ia membuat papan itu bersama Jovin dan juga tentunya Rudi rekan sekaligus sahabat karib kakaknya. Clarissa menggeleng kepala, "tidak Cla. Kau tidak boleh memikirkan pria itu lagi. Dia sekarang sudah milik orang lain kau harus berusaha untuk move on," "Move on dari siapa?" Suara itu mampu membuat Clarissa terlonjak kaget dan reflek langsung memegangi dadanya. "Ya ampun. Kakak!! Bisa tidak kau tidak mengejutkan aku seperti itu?!! Kalau aku jantungan bagaimana?!" Jovin mengernyitkan kening, "kau ini kenapa? Kapan aku mengejutkanmu? Jantungmu itu memang lemah mendengar deringan ponsel saja kau langsung kaget, ck! ck!ck! Dasar anak ayam," Mendengar kalimat terakhir yang di ucapkan Jovin mampu membuat Clarissa mengeluarkan ekspresi terkejutnya. "Apa?! Kau mengataiku apa tadi?!" amarah di diri Clarissa tidak bisa ia tahan lagi Kakaknya ini benar-benar sudah membuat amarahnya memuncak. "Aku mengataimu anak ayam. Kenapa? Tidak suka?" tantang Jovin. Clarissa menggeram di tempatnya. Ia melangkah mendekati Jovin yang bersandar di dinding dengan tangan yang masuk ke dalam celananya. "Kau menyebalkan!!" teriak Clarissa setelah itu ia menjambak rambut kakak laki-lakinya itu. Jovin mengaduh kesakitan, "what the hell, Cla!! Aww!! Sakit!! Lepaskan rambutku anak ayam!!" "Kau masih mengataiku anak ayam?!! Kau benar-benar ingin rambutmu ini aku jambak hingga rontok semua ya?!!" Clarissa makin menjadi-jadi. Jovin berusaha mencoba melepaskan tangan adiknya itu dari rambutnya. Ya ampun!! Perkelahian antar saudara memang tidak ada habisnya. "What'r you doing now!! " teriakkan itu mampu membuat Clarissa menghentikan aksinya menjambak rambut Jovin. "Mom!! Lihat anakmu ini!! Dia menjambak rambutku!" rengek Jovin menghampiri Claudia. Clarissa yang sebagai tersangka membuang muka sembari bersedekap d**a. "Kepalaku sakit karenamu Cla!! You'r so crazy. Bagaimana bisa kau punya teman jika sifatmu seperti ini?" Ucapan Jovin mampu membuat Clarissa memutar kepalanya ke arah Jovin. "Mom!! Lihat dia. Dia terus saja menggangguku." sekarang Clarissa yang merengek dengan menunjuk ke arah Jovin. Claudia di tempatnya hanya bisa memegang kepalanya yang terasa pening akibat ulah ke dua anaknya ini. "Jovin. Minta maaf," Mendengar ucapan Mommynya yang menyuruhnya meminta maaf kepada Clarissa sontak langsung membuat ekspresi Jovin berubah kaget. "What? Minta maaf? Apa Mommy tidak salah bicara? Kenapa aku yang harus minta maaf? Seharusnya dia-" "Jovin jangan membantah. Minta maaf sekarang." Claudia sudah mulai jengah dengan tingkah anak-anaknya ini. Mereka sudah besar tapi masih saja suka bertengkar dan dari mereka tidak ada yang ingin mengalah. Jovin yang di samping Claudia menarik nafas panjang dengan kesal. "Aku minta maaf." ujarnya tanpa melihat Clarissa. Claudia menatap Jovin yang di sampingnya. Anak laki-lakinya itu bersedekap d**a dan tidak mau melihat ke arah Clarissa ketika mengucapkan kata 'minta maaf'. "What? Apa yang kau katakan kak? Aku tidak mendengarnya," ujar Clarissa memegangi telinganya. Kesabaran Jovin sudah di uji oleh adiknya ini. Ia mengalihkan pandangannya ke arah Claudia. "Apa? Ucapkan dengan keras adikmu tidak dapat mendengarnya," Adik sama Mommy benar-benar telah membuat Jovin kesal. Kenapa Tuhan memberikan dua orang perempuan ini di kehidupannya?!! "Clarissa adikku tercinta. Maafkan kakakmu ini." Clarissa tersenyum senang. Claudia yang di samping Jovin menepuk pundak pria itu pelan. "Kurangi sifat usilmu itu, kau sudah dewasa jangan seperti anak kecil lagi." Claudia beranjak dari hadapan mereka berdua. Jovin hanya bisa memanyunkan bibirnya mendengar ucapan Mommynya. "Kau dengarkan apa yang di katakan Mommy tadi kak? Jangan seperti anak kecil, sifatmu yang usil dan menyebalkan itu hilangkan lah mulai sekarang," Clarissa tersenyum remeh pada Jovin. Jovin menatapi Clarissa yang hendak membuka pintu kamarnya. "Ya kau benar. Aku harus mengurangi sifatku yang selalu menganggumu itu tapi sayangnya aku tidak mau. Ucapan minta maafku itu tidak dari hati ku, aku mengatakannya agar Mommy tidak marah-marah lagi. Jangan senang dulu, nanti malam akan ku siksa kau. Dasar anak ayam," Setelah mengucapkan itu Jovin masuk ke kamarnya dan langsung mengunci pintu kamarnya. Clarissa yang mendengar kalimat terakhir Jovin mengepalkan tangan lalu berteriak dengan keras. "Mommy!! Dia membohongimu!!" *** "Kenapa Anne tidak dapat di hubungi?" Claudia mencoba menghubungi Anne berkali-kali di dalam kamarnya. Wanita tua itu terus menelfon Anne. Setahun lamanya ia di tinggal wanita itu, bahkan Anne tidak pernah menghubunginya sekali pun ketika di Inggris guna ingin mengobati ayahnya yang sakit. Claudia berdecih kesal. Tanpa hilang akal kini ia mencoba menghubungi Rudi si pria informannya. Di dering pertama suara pria itu langsung menyapa gendang telinganya. "Halo, Mom." "Kau dimana sayang?" "Aku di kantor. Kenapa? Merindukanku?" Mendengar ucapan Rudi membuat Claudia terkekeh. "Kau masih tidak berubah sayang. Selalu saja membuatku tertawa." "Aku tidak akan pernah berubah, Mom. Aku masih seperti Rudi yang dulu." "Ya ya ya. Kau tidak akan pernah berubah. Oh ya sayang apa Anne sudah masuk kerja lagi?" "Sudah, Mom. Apa dia tidak memberitahukannya padamu?" "Bukan dia yang memberitahu tapi ibunya. Mommy tidak mempermasalahkan itu sayang, hanya saja dia tidak dapat di hubungi. Sudah beberapa kali Mommy coba ponselnya masih tidak aktif. Kau bisa membantu Mommy sayang? Tolong katakan padanya jika Mommy ingin menemuinya. Mommy ingin memper kenalkan pada seseorang." "Baiklah. Nanti akan aku sampaikan padanya." "Trimakasih sayang. Kapan-kapan mampirlah ke rumah bersama kekasihmu. Siapa namanya? Karin?" "Karen Mom. Akan ku usahkan kerumah ya Mom. Aku tutup dulu telfonnya." Claudia mengangguk walaupun anggukkan itu tidak dapat di lihat oleh Rudi. "Hmm, baiklah sayang." Sambungan terputus. Claudia meletakkan ponselnya di meja nakas, ia bangkit dan keluar dari kamarnya. ^^^ Di tempatnya Clarissa berdiri menatapi sekeliling kamarnya yang bernuansa gold. Ia menarik bibirnya tipis. Di sana banyak sekali foto masa kecilnya bersama Jovin. Dulu semasa kecil, Clarissa tidak bisa jauh dari Jovin, sedetik saja ia tidak melihat Jovin di rumah ia akan menangis- meraung-raung kepada Claudia meminta agar Jovin pulang ke rumah. Walaupun jarak usia mereka cukup jauh, Jovin tidak pernah risih akan Clarissa yang terus mengikutinya kemana saja. Jika Jovin ingin pergi main, Clarissa akan ikut jika tidak di ijinkan gadis itu akan menangis sejadi-jadinya dan akan mengatakan Jovin jahat dan tidak sayang padanya. Clarissa menarik nafas panjang ketika mengingat itu semua. Ia mengambil salah satu bingkai foto yang berada di meja nakas. Di sana ada foto dirinya dan juga kedua anak laki-laki yang ia sayangi yaitu Jovin dan Rudi. Clarissa berdiri di tengah-tengah mereka. Seketika ia tersenyum bagaimana behind the secene ketika mengambil gambar itu. "Dulu aku sangat susah di ajak berfoto sampai-sampai kak Jovin menggendongku dan kami berfoto bersama," Mengingat masa lalu yang menyenangkan begitu membahagiakan bukan? Tapi sayang, kenangan itu tidak dapat di ulang kembali karena faktor umur dan juga sikap yang semakin dewasa dan itu dapat di rasakan oleh Clarissa. Ia duduk di ranjang dan terus menatapi foto itu dengan senyuman yang tak pernah luntur dari wajahnya. Matanya fokus akan foto Rudi. Ia mengusap foto pria itu. "Sebenarnya aku menyukaimu kak. Tapi aku tidak tau bagaimana cara menyampaikannya padamu. Aku sekolah ke luar negeri itu semua karenamu. Aku ingin melupakanmu. Setelah berhasil kakakku yang menyebalkan itu malah menyuruhku kembali kesini lagi! Dan sialnya aku malah melihatmu telah bersama orang lain," suara Clarissa bergetar. Ia memeluk erat foto itu, sampai suara ketukan pintu menyapa gendang telinganya. Tok tok tok "Cla, kau sudah selesai mengganti pakaianmu? Turunlah sayang, ada seseorang yang ingin Mommy kenalkan padamu," Tanpa bertanya siapa yang ingin di kenalkan padanya, Clarissa langsung menuruti perintah Claudia. "Ya Mom. Sebentar lagi aku kebawah," Claudia yang di luar kamar langsung pergi dari sana. Clarissa bangkit dan meletakkan kembali bingkai fotonya ke meja nakas dan sekali lagi menatapi foto itu. "Aku ingin seperti anak kecil lagi. Yang tidak mengerti tentang suatu apa pun dan tidak bisa merasakan sakit hati ketika orang yang di sukai ternyata sudah milik seseorang," Clarisa menghela nafas panjang, setelah itu melangkah ke arah kopernya untuk mengambil beberapa helai pakaiannya. *** Anne mematung berdiri di depan pintu utama Mansion Alexander, seketika ia menghela nafas. Setelah kurang lebih satu tahun ia tidak mengunjungi mansion yang penuh dengan bunga ini dan sekarang ia kembali lagi ke sini. Walaupun sempat terkena kendala ketika si pemilik mansion ingin mengundangnya, Anne sempat berpikir apa ia harus datang kesini? Ketempat kediaman kekasihnya? What? Tunggu dulu... kekasih? Apa ia masih berstatus menjadi kekasih anak si pemilik mansion? Mengingat kejadian di kantor yang mana kekasihnya seperti tidak mengenal dirinya lagi dan itu membuat Anne harus memikirkan kalimat itu berkali-kali. Sekali lagi Anne menarik nafas panjang dan menghembuskannya pelan. Ia melangkahkan kakinya-berdiri tepat didepan pintu mansion yang sedikit terbuka. Anne dapat mendengar sayup-sayup suara dari dalam mansion. Dengan pelan ia membuka pintu besar itu. Pemandangan yang begitu terlihat sangat hangat. Dimana sepasang suami istri sedang bersenda gurau bersama. Seketika Anne mengingat bagaimana keluarganya yang juga harmonis seperti itu, Dulu. Mata Anne sedikit melebar ketika gadis yang di bawa Jovin ke kantor tadi ada juga di sini. Ternyata benar tebakkannya, Jovin membawanya kerumahnya, dan saat ini tengah asyik berpelukkan dengan Claudia. Bahu Anne lesu. Apa aku menyerah saja? Apa aku harus melepaskannya? Pikiran itu tiba-tiba saja ada di benaknya saat ini. Tidak Anne. Kau tidak boleh menyerah! Kau harus bisa mendapatkan hati Jovin kembali. "Anne!!" teriakkan nyaring Claudia mampu membuat Anne langsung tersadar dari pikirannya. Claudia berlari dan langsung menghambur ke pelukkan Anne. "Akhirnya aku bisa melihatmu kembali, sayang. Aku sangat merindukanmu," ujar Claudia sembari terus memeluk erat Anne. Anne yang di peluk seperti itu merasa sesak di dadanya dan ekspresi yang ia tunjukkan tak bisa tertutupi apa lagi itu di lihat oleh Clarissa. "Mom, kau membuat kak Anne tidak bisa bernafas," ujar Clarissa mendekati mereka. Claudia langsung melepaskan pelukannya dan melihat Anne yang bernafas dengan cepat. "Oh, i'm sorry Anne. Kau tak apa?" ujar Claudia cemas. Anne tersenyum sembari menggeleng, "aku tak apa, Mom. Aku tau kau sangat merindukanku," mendengar ucapan Anne membuat Claudia langsung terkekeh. "Hai, kak Anne. Kita kembali bertemu," Clarissa tersenyum manis ke arah Anne, namun wanita itu tidak membalas senyum manis Clarissa. "Kalian..., sudah saling kenal?" tanya Claudia bingung. "Ya, Mom. Tadi kak Jovin membawaku berkeliling kantor, dan aku langsung mengenal wajah kak Anne saat itu. Ya, walaupun ia melihatku dengan sinis-" "Apa maksudmu, Cla? Anne tidak pernah menatap orang dengan sinis. Calon kakakmu ini sangat manis dan sopan," Wait? Kakak? Mendengar ucapan Claudia membuat Anne mematung di tempatnya. Clarissa yang tau akan ekspresi itu mencoba menahan tawanya yang ingin keluar. Ia sudah menduga Anne pasti akan berpikiran yang tidak-tidak tentangnya, dan benar saja wanita cantik di depannya ini mengira dirinya adalah kekasih Jovin. Ya ampun! Kak Anne sungguh konyol Ia sudah menduga kejadian itu ketika masuk ke dalam ruangan kerja Jovin. Ia melihat Anne yang menangis di tempatnya. Jadi... bermain-main sebentar dengan calon kakak ipar tak apa bukan? "Senang bertemu denganmu kak Anne, aku calon adik iparmu."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD