Prolog

546 Words
Aku sempat merasakan semuanya. Desir perih mencintai seseorang hanya dalam satu waktu. Waktu saat kita dipertemukan, tanpa disatukan. • • • Adnan berlari secepat yang ia bisa, di tengah lorong panjang, yang sudah gelap gulita menuju pintu utama asrama Lawden Hall. Genggamannya tidak lepas dari jari-jemari seorang gadis yang juga ikut berlari bersamanya, Nasya. Setelah menyusuri beberapa lorong panjang, melewati beberapa ruang kegiatan asrama, dengan napas tersengal, keringat yang bercucuran hebat, akhirnya mereka berdua berhasil tiba di pintu belakang gedung D. Adnan merogoh sakunya, mencari sesuatu yang kira-kira bisa dia gunakan untuk membobol lubang kunci pintu besar tersebut. Pintu yang sengaja design-nya tidak pernah diubah dari awal mula berdirinya bangunan itu. Masih pakai kunci untuk membukanya. Nyaris semua saku pada celananya yang dia kenakan telah dirogoh, namun dia tak kunjung menemukan benda yang ia butuhkan. Sampai ketika dia melihat jepitan yang menempel indah pada rambut Nasya, sebuah ide cemerlang muncul di kepalanya. "Pinjem jepitan lo." Tanpa bicara apapun, Nasya langsung memberikan jepit rambutnya pada cowok itu. Adnan meluruskan jepitan Nasya yang terbuat dari kawat. Kemudian dia masukkan ke dalam lubang kunci, lalu hanya dengan sekali putar, pintu itu sudah terbuka dengan sendirinya. "Ayo, Sya!" Adnan kembali memegang tangan Nasya. Kemudian mereka lanjut berlari. Pasalnya mereka belum benar-benar bebas dari bangunan mewah dengan nuansa kuno tersebut, sebelum berhasil melewati pagar Lawden Hall yang tingginya hampir menyentuh langit. Sambil terus berlari, gadis bernama lengkap Arnasya Lawden itu tidak henti-hentinya mengeluarkan air mata, ketakutan. Saat merasakan tangan yang ada pada genggamannya itu semakin dingin dan bergetar hebat, seketika Adnan tiba-tiba menahan langkah cepatnya. Kedua telapak tangannya menyentuh kedua pipi Nasya, mengusap air matanya. Mengangkat wajah cantiknya agar ia bisa menatap mata emerald gadis itu. "Jangan nangis, gue janji bakal ngelindungin lo, dan kita keluar dari sini!" bisik Adnan dengan napas tidak teratur. "Lo percaya kan sama gue?" Belum sempat Nasya menyahut, belum juga Adnan dan Nasya sampai di pagar pembatas asrama Lawden Hall, tahu-tahu seseorang pria berperawakan gagah menarik tangan Nasya. Menjauhkan perempuan itu dari Adnan. "JANGAN. COBA-COBA. MERACUNI. PIKIRAN. ANAK. SAYA!!!" Suara berat milik Thomas berucap tegas pada setiap kata-katanya. Jari telunjuknya dia arahkan tepat di depan wajah Adnan. Sehingga emosi Adnan makin menjadi-jadi dibuatnya. BUGH! "BERHENTI MENGAKU SEBAGAI AYAH, KALAU BAPAK BELUM MAMPU BERSIKAP SELAYAKNYA SEORANG AYAH!!!" ucap Adnan murka. Jika sudah marah, cowok itu memang tidak pernah pandang bulu siapapun orangnya. Bahkan pemilik asrama sekali pun, Thomas Lawden. BRUK Alih-alih pria tua itu mendorong tubuh Nasya sampai tersungkur di atas aspal. Lalu dengan kasarnya dia menarik kerah baju Adnan sampai badan Adnan ikut terbawa olehnya. BUGH! BUGH! BUGH! BUGH! Bertubi-tubi Thomas memukuli Adnan tanpa ampun. "PAPA UDAH, PA!!!" jerit Nasya histeris melihat hidung Adnan mengeluarkan banyak darah. Dia berusaha menahan, namun seluruh tenaga yang dia kerahkan tetap kalah banding dengan tenaga papanya. BUGH! BUGH! Kepalan tangan pria tua itu terus menghantam wajah Adnan persis seperti orang kesetanan yang memiliki dendam kesumat pada anak tengil itu.  "PAPA CUKUP!!!" Seketika gadis itu berteriak sembari bersimpuh lantaran lututnya yang tiba-tiba lemas, tak mampu lagi untuk berdiri. BUGH! Hingga terakhir ia tendang perut Adnan sekuat mungkin, sampai muncrat darah segar dari mulutnya. Kemudian dia lempar tubuh Adnan yang sudah tidak berdaya begitu saja. "ADNAAANN!!!" Nasya bangkit, dan berlari mendekati Adnan yang sudah tergeletak tak sadarkan diri. ——— A/n: see you on first chapter:) 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD