2. Takdir yang Mempertemukan

1028 Words
“Seharusnya kamu menyiapkan semuanya sebelum saya tiba di sini!” Kenzo mengomel kepada asistennya di telfon. Ia berjalan tergesa gesa dengan membawa tas dan juga beberapa dokumen penting untuk rapat. Tangannya yang satu memegang telfon di telinga sehingga ia cukup kerepotan. “Tunggu!” seru Kenzo saat pintu lift di lobbi kantor hendak menutup. Seseorang yang berada di dalam lift langsung menekan tombol supaya lift kembali terbuka dan tidak jaid menutup. Kenzo hanya mengucapkan terimakasih singkat tanpa menatap orang yang sudah menahan lift untuknya. “Mau ke lantai berapa?” tanya orang yang bersama Kenzo di dalam lift. “Kalau begitu sekarang cepat bawa file itu ke sini! Saya tunggu 30 menit lagi dan kalau sampai kamu tidak datang, kamu akan saya pecat!” Kenzo mematikan sambungan telfon setelah membentak asistennya tersebut. “Lantai 15,” ujarnya kemudian. Orang yang berdiri sedikit di depan Kenzo mengangguk karena lantai tujuan mereka sama. Ting! Lift berdeting terbuka. “Kamu karyawan di sini ‘kan? Bisa tolong bawa ini ke ruang rapat? Saya masih harus pergi menyambut klien di lobi,” ujar Kenzo kepada orang itu. “Apa? Ehm, b-bu...” Kenzo tak menunggu orang itu berbicara. Pria itu menyerahkan tas dan juga beberapa berkas kepada orang itu lalu masuk kembali ke dalam lift sembari mengutak atik ponsel lalu menempelkan benda pintar itu di telinganya. “Saya akan segera ke sana.” Kenzo mendongak ke depan. Tepat sebelum pintu lift menutup, ia melihat orang yang tadi sudah membantunya. Perempuan cantik yang menutup rambutnya dengan kain panjang berwarna putih. “Cantik,” gumam Kenzo tanpa sadar. “Apa, Pak?” tanya seseorang di ujung telfon. “Bukan apa apa,” ujar Kenzo cepat, datar dan dingin. Ia tidak sadar jika sambungan telfonnya masih tersambung. Pintu lift menutup dan membawa Kenzo kembali ke bawah. “Saya sudah ada di lobi,” ujar Kenzo sebelum mematikan sambungan. ***** Ibra berlari dengan tergesa gesa melewati halaman gedung perusahaan Ganesha. Pria itu berulang kali melirik jam di pergelangan tangannya, ia sudah terlambat 5 menit. Ibra secepat kilat melewati pintu putar di depan lobi, karena tidak fokus dan terus menoleh ke arah jam, ia tidak melihat ada orang di depannya dan akhirnya mereka bertabrakan. “Maaf, maaf,” ujar Ibra meminta maaf. Orang yang tadi ditabrak Ibra menatap pria itu dengan mata tajamnya. “Kamu karyawan di sini?” tanyanya dengan nada dingin. “Belum.” Ibra menggeleng. “Tapi saya akan pastikan masuk ke perusahaan ini,” ujarnay jujur. “Sebelum berfikir untuk masuk ke perusahaan ini, fikirkan dulu manajemen waktumu. Perusahaan ini tidak membutuhkan karyawan yang mengurus dirinya sendiri saja tidak becus.” Setelah mengatakan kalimat pedas tersebut, orang itu berlalu pergi. Bahkan tidak menunggu Ibra untuk menjelaskan situasinya. “Ash, untung saja gua terlambat. Kalau enggak, udah gua ajak gelut tuh orang,” omel Ibra. Pria itu meneruskan langkahnya menuju lift. Pintu lift masih tertutup karena lift masih berada di lantai 15. Ia mengedarkan pandangannya ke sekitar, ia juga sempat menoleh ke depan lobi, dimana pria dengan setelah jas necis itu tengah menyambut beberapa orang penting di depan lobi. Ting! Pintu lift terbuka. “Sepertinya dia orang penting di perusahaan ini. Gua harus fikir fikir lagi kalau mau ngajak gelut orang itu,” ujar Ibra sebelum masuk ke dalam lift. Ibra tiba di lantai 15 dan menghela nafas lega saat wawancara belum di mulai. Pria itu mengedarkan pandangan ke sekitar, rupanya ada sekitar 23 orang yang lolos di tes wawancara kali ini. Perusahaan Ganesha memang terkenal ketat dalam hal merekrut karyawannya. Tidak heran lagi jika dari ratusan calon pelamar hanya ada puluhan orang saja yang bisa masuk ke tes wawancara. Ibra berjalan ke arah kursi kosong, ia menaruh tas ranselnya di samping tepat di atas kursi yang korong. Pria itu mengibaskan tangan di depan wajahnya, mengibas ngibas karena cukup lelah setelah berlarian tadi. “Permisi, boleh saya duduk di sini?” Seseorang berbicara kepada Ibra. Ibra menoleh ke samping, ia mendongak lalu bertemu pandang dengan perempuan berhijab yang tadi berbicara kepadanya. “Boleh,” jawanya tanpa sadar tersenyum. Perempuan itu balas tersenyum, ia menunggu sampai Ibra mengambil tas ranselnya di atas kursi. “Tasnya?” tanyanya kemudian setelah menunggu namun pria di hadapannya hanya senyum senyum saja. “Ah, iya.” Ibra segera mengambil tasnya dan tersenyum kikuk. “Kebiasaan kalau ngelihat cewek cantik, langsung oleng,” batinya dalam hati. Keduanya duduk berdampingan sembari menunggu giliran wawancara. Ibra sesekali menoleh ke arah samping, perempuan yang duduk di sampingnya itu hanya menunduk menatap berkas di pangkuannya. “Ngajak kenalan nggak ya?” Ibra sibuk dengan pemikirannya. “Siapa tahu jodoh?” batinya lagi. “Tapi kayaknya ni cewek tertutup banget." Batin Ibra masih terus berdebat. "Tapi kalau nggak nyoba, mana tahu." Ibra sibuk mencri curi pandang. "Ah, nekat aja deh.” Ibra mengambil nafas panjang, lalu menoleh ke samping. “Hai, aku Ibra.” Pria itu mengulurkan tangannya ke atas samping. Perempuan yang duduk di samping Ibra cukup terkejut. Ia lalu tersenyum meminta maaf sembari menangkup tangannya di depan tanpa membalas jabatan Ibra. “Salwa,” ujarnya kemudian. Ibra menatap tangannya yang menggantung di udara. Ia lalu tersneyum sembari menarik kembali uluran tangannya. Ternyata perempuan itu berbeda dengan teman teman wanitanya yang lain. “Salwa, nama yang cantik. Secantik parasnya,” batin Ibra dalam hati. Ting! Pintu lift di lantai 15 terbuka lebar. Beberapa orang dengan setelan jas rapi keluar dari dalam lift lalu berbelok ke kiri menelusuri lorong menuju ke ruang rapat. Kenzo sempat melirik ke arah sisi lain, dimana beberapa calon pelamar sedang menunggu giliran untuk wawancara. Matanya lalu menangkap wajah yang tadi sempat membuatnya tidak fokus beberapa detik. "Dia calon karyawan baru," gumam Kenzo saat melihat perempuan itu duduk di antara para calon pelamar. "Pak Kenzo!" seru Aji, sekretaris Kenzo saat melihat atasannya itu sempat berhenti di lorong. Kenzo menoleh ke depan, lalu kembali berjalan menyusul beberapa orang yang lain. Beberapa calon pelamar, termasuk Ibra dan juga Salwa sempat melihat ke arah Kenzo dan juga sekretarisnya itu karena teriakan sekretarisnya yang cukup kencang. Salwa dan juga Ibra masih menatap punggung Kenzo yang semakin menjauh dampai hilang di balik pintu ruang rapat. "Namanya Kenzo," gumam dua orang itu dalam batin masing masing.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD