Keesokan paginya saat Soraya menyerahkan beberapa file pada Daniel, Jim mengedipkan sebelah matanya pada Soraya dan Daniel melihat hal itu. Dia menatap Jim curiga sebelum kembali fokus pada file di atas meja yang diberikan Soraya. Soraya tampak memperhatikan Daniel dengan seksama. Antara masih tidak percaya sekaligus heran kenapa Daniel tidak ingin Soraya tahu kalau dirinya memang Daniel?
“Pagi ini Anda tidak menyuruhku untuk mengambil wine dan membuat kopi?” tanya Soraya dengan nada suara angkuh.
Daniel mendongak. Menatap wajah natural Soraya. Ya, dia berbeda dengan Soraya delapan tahun lalu. Lebih natural dan dewasa. Dulu, Soraya lebih suka make up full color dan rambut curly sekarang rambutnya dibiarkan lurus natural dan make upnya hanya lipstik, bedak dan maskara.
“Ekhemm,” Jim berdeham mencoba memecah tatapan mata dua orang yang dulu sempat dekat itu. “Aku rasa aku harus segera ke ruanganku. Bye!” Dia melambaikan tangan pada Soraya seakan Soraya adalah teman mainnya bukan sekretaris Daniel.
Setelah Jim lenyap dari hadapan mereka Daniel kembali mendongak menatap Soraya. “Pertanyaanmu tadi tidak sopan.” Katanya dingin.
“Tergantung bagaimana Anda memahami pertanyaan saya.”
Daniel mengernyit.
“Lagian saya cuma bertanya kan?”
“Ambilkan aku file di atas sana.” Daniel menunjuk rak tertinggi.
Soraya menelan ludah saat matanya melihat file yang diperintahkan Daniel untuk mengambilnya.
“Kamu bisa mengambilnya kan?” tanya Daniel sinis.
“Tentu.” Soraya menarik kursinya agar dia bisa menjangkau file yang ditunjuk Daniel. Dia mengangkat tumit kakinya tinggi agar dia bisa meraih file namun naas saat dia berhasil meraih file itu, dia kehilangan keseimbangan dan dengan pekikan yang nyaring, Soraya terjatuh. Untungnya, Daniel dengan sigap meraih tubuh Soraya.
Mereka saling bersitatap sepersekian detik. Pergelangan tangan Daniel melingkari pinggang Soraya sedangkan pergelangan tangan Soraya melingkari leher Daniel.
Tatapan mata Daniel seakan mengajaknya bernostalgia ke masa-masa saat Soraya masih menganggumi pria yang digilai banyak wanita di kampus. Dia dipuja teman-teman kelasnya dan Soraya masih ingat tatapan sinis Loli, Kans dan Sasa pada Relisha saat mereka tahu kalau Daniel naksir pada Relisha.
“Astagaaa!!” Kans terkejut melihat adegan itu.
Tanpa Soraya sadari kalau pekikannya tadi membuat para karyawan datang ke ruangan Daniel dan melihat adegan seperti adegan pelukan itu.
Soraya dan Daniel menoleh ke arah sumber suara tanpa melepaskan pergelangan tangan mereka satu sama lain.
Seseorang yang ingin tahu kejadian di dalam ruangan Daniel, mendorong Kans dan mereka—para wanita yang berada di depan ruangan terjatuh masuk ke dalam ruangan dengan bertumpuk-tumpuk dan sangat memalukan.
Kedua daun bibir Soraya terbuka lebar. Dia dan Daniel kembali bertatapan kemudian dengan kesadaran penuh melepaskan pergelangan tangannya dari leher Daniel. “Ma’afkan aku,” ujarnya.
Soraya terdiam sesaat saat dia hendak mendekati deretan wanita yang terjatuh itu. Dia menyadari kalau pergelangan Daniel masih melingkari pinggangnya. Pria itu belum melepaskan tangannya dari pinggangnya atau dia mungkin tidak ingin melepaskan pergelangan tangannya dari pinggang Soraya.
Para wanita yang terjatuh kembali berdiri dengan raut wajah kesal.
“Kenapa kalian bisa terjatuh begitu?” Daniel berkata sembari melepaskan pergelangan tangannya dari pinggang Soraya. “Kalian mengintip, heh?!”
“Emmm—ma’af, Pak, kami pikir ada apa soalnya tadi ada yang berteriak.” Kata Kans yang tampak malu. Kans dan kedua sahabatnya adalah pengaggum Daniel dan Soraya yakin mereka masih mengaggumi Daniel sampai saat ini.
“Silakan kalian pergi, kalian hanya mengganggu kami saja!” ucapan Daniel sukses membuat para wanita di sana ternganga.
Soraya menoleh pada Daniel dengan tidak percaya akan apa yang diucapkannya.
Apa-apaan dia?!
Setelah pintu tertutup, Soraya bertanya pada Daniel. “Kenapa Anda bilang mereka mengganggu kita?” katanya agak terbata.
“Memangnya kenapa dengan kalimat itu?” tanya Daniel dengan sebelah alis terangkat.
“Mereka akan berpikir yang macam-macam apalagi tadi mereka melihat kita—“
“Melihat kita berpelukan?” Daniel mengulurkan kepalanya tepat ke arah Soraya hingga Soraya dapat merasakan embusan napas atasannya itu.
“Niel...” lirih Soraya.
Daniel terdiam tanpa mengatakan apa-apa.
“Kamu Daniel.” Soraya tersenyum kaku. Ada haru di matanya.
“Papaaaaah!” seorang anak kecil berusia tujuh tahun muncul dengan seorang wanita berambut cokelat gelap bergelombang.
Soraya menoleh ke arah anak kecil itu yang langsung digendong Daniel. Daniel menatap Soraya seolah dari tatapannya dia memberitahu Soraya kalau dia sudah memiliki seorang anak laki-laki.
***
Daniel meninggalkan kantornya setelah putra dan mantan istrinya datang. Soraya berada di dalam toilet menatap pantulan wajahnya di cermin. Kans, Loli dan Sasa datang.
“Apa Daniel sudah pergi?” tanya Kans dengan kipas angin kertasnya yang bergambar Tom Cruise.
Soraya mengangguk tanpa berkata apa pun. Dia juga enggan menatap ke arah ketiga wanita yang sudah dikenalnya itu.
“Ngomong-ngomong, dia memang Daniel.” kata Kans memberitahu.
“Ya, aku sudah tahu.” Soraya sibuk mencuci tangannya di wastafel.
“Dia sudah berkeluarga.” Kata Loli sembari mengikat tinggi rambutnya yang baru diwarnai semalam dengan warna ombre purple.
Soraya tidak berkomentar apa-apa.
“Tapi sudah berpisah.” Sasa mengelap wajahnya dengan tissue basah.
“Jadi,” Kans duduk di atas wastafel dan menatap Soraya intens. “Apa yang terjadi tadi di ruangan Daniel?” tanyanya penasaran.
“Tidak terjadi apa-apa.” Soraya menatap Kans menantang.
“Tidak mungkin, pasti kalian ‘ekhemm-ekheem’.” Kata Sasa yang mengatakan ‘ekheem-ekheem’ dengan cara yang aneh.
Loli terbahak mendengarnya.
“Tidak terjadi apa-apa.” ulang Soraya.
“Semua orang sudah membicarakan tentang kamu.”
“Tentangku?” Soraya bertanya pada Kans.
“Ya, mereka bilang kamu menggoda Pak Daniel.” kata Sasa dramatis.
“Padahal, kalian kan berteman ya. Lagian, tidak mungkin Daniel sama kamu, Soraya. Dia kan mantannya sahabat kamu.” Kans berargumen.
Berbicara dengan ketiga wanita yang selalu mengenakan lipstik merah menyala ini membuat Soraya mendadak pening. Dia memilih meninggalkan Kans, Loli dan Sasa.
Aku karyawan baru dan kejadian tadi pasti akan membuat orang berpikir macam-macam tentangku.
Soraya menarik napas perlahan dan tepat di hadapannya Jim muncul. Tersenyum sehangat mentari.
“Mau ngopi bersamaku?”
***
“Kamu sudah melihat Cleo kan?”
Soraya mendongak menatap wajah Jim. Pria itu seperti biasa tersenyum sehangat mentari. Kalau saja Soraya bertemu Jim terlebih dahulu sebelum dia bertemu Daniel dia yakin kalau dirinya pasti akan jatuh cinta pada Jim dibandingkan Daniel.
“Ya,” sahut Soraya mengalihkan tatapan matanya dari Jim ke secangkir kopi.
“Ceritakan padaku bagaimana kamu dan dia bisa—ekhem—“
“Jim, tadi—tidak seperti yang orang-orang lihat.” Soraya terdengar khawatir akan penilaian Jim padanya.
“Sayang, aku tidak ada di sana. Coba kalau aku ada di sana. Dan sayang sekali, Cleo muncul di waktu yang tidak tepat. Kalau saja dia datang saat kalian—“
“Jim, aku dan Daniel tidak melakukan apa-apa. Dia menyuruhku mengambil file di atas rak dan aku nyaris jatuh tapi Daniel menolongku.”
“Menolong dengan memelukmu?” Bukan hanya bibir pria itu yang tersenyum tetapi juga matanya.
“Aku hanya—“
“Hanya apa?” Mata indah pria itu jelas menggodanya.
“Aku bilang kalau dia Daniel, tapi dia diam saja. lalu putranya datang bersama Cleo.” Soraya menundukkan wajah kembali.
Jim menatap Soraya seperti tatapan seorang pria yang mengagumi seorang wanita yang baru saja patah hati karena ditinggalkan kekasihnya. Jim tidak tahu kenapa dia seakan berusaha mendekati Soraya meskipun tak memiliki maksud apa-apa.
Jim terus-terusan menatap Soraya tanpa mengatakan apa-apa. Dia hanya suka memandangi wajah wanita yang baru dua hari bekerja sebagai sekretaris Daniel. Jim melihat sesuatu yang mungkin tidak bisa dilihat Daniel. Sesuatu yang membuatnya ingin memeluk Soraya. Jim mengerjapkan matanya.
Apa yang aku pikirkan?
Saat matanya terbuka matanya kembali tertuju pada Soraya. Ada kesedihan lain di sana. Kesedihan yang tak kan bisa dilihat orang lain. Kesedihan yang lain. Bukan tentang Daniel.
Soraya menangkap tatapan mata Jim padanya.
“Well, kamu ada acara tidak nanti malam?”
“Memangnya kenapa?”
“Aku ingin main ke apartemenmu.”
Hening.
“Kenapa?”
“Aku akan menemui keponakanku. Maksudku—“
“Oke, Soraya. Tidak masalah. Aku hanya ingin mengenalmu lebih dekat. Aku rasa ada sesuatu yang membuatmu itu unik.”
“Hahaha,” Soraya terbahak merasa apa yang dikatakan Jim itu lucu.
“Apa perkataanku itu lucu?”
“Semua orang tidak menyukaiku, Jim. Kamu tahu Loli, Kans dan Sasa? Mereka teman sekelasku dulu. Aku membenci mereka dan mereka pun begitu. Ya, aku tidak punya teman selain Relisha.”
“Daniel?”
“Oh, aku hanya kagum pada Daniel dan Daniel mendekatiku karena dia naksir Relisha.”
“Tidak ada yang membencimu, Soraya.”
Soraya menoleh. Senyumnya lenyap.
“Hanya saja kamu merasa mereka membencimu karena kamu pun membenci mereka.” Kata Jim serius. Dia tidak tersenyum tapi perkataannya dan ekspresinya serius hingga Soraya terdiam.
“Aku yakin Daniel menyukaimu.” lanjutnya.
“Ya, sebagai teman.” Kata Soraya mematahkan anggapan Jim.
“Sebagai calon istrinya.” Ucap Jim dengan tatapan mata jenaka.
“Hahaha,” ini kedua kalinya Soraya tertawa lepas bersama Jim. “Aku yakin aku tidak masuk dalam kriteria wanita idaman Daniel.”
“Oh ya? Apa karena kamu terlalu jelek? Apa kamu merasa kalah saing dengan Loli, Kans dan Sasa?”
“Karena Cleo jauh lebih cantik dariku.”
“Ayolah, cantik itu relatif. Menurutku, kamu jauh lebih cantik dari Cleo.”
“Apa kamu mengatakannya agar aku merasa senang? Bukannya tadi kamu bilang aku terlalu jelek.”
“Hahaha,” kali ini Jim yang tertawa. “Itu kalimat pertanyaan bukan pernyataan. Well, aku rasa aku perlu memberitahu Daniel soal ini.”
“Soal apa?” Soraya mendadak khawatir.
“Soal kamu yang mau menjadi istri Daniel.” Jim bangkit dan berjalan cepat sambil tersenyum dan sesekali tertawa.
“Jim!” Soraya mengejar Jim dengan perasaan takut kalau sampai Jim serius dengan ucapannya untuk memberitahu Daniel. Ini sama saja dengan menjatuhkan harga diri Soraya kan.
Awas kalau sampai dia mengadu pada Daniel, akan kubunuh dia!
***