Merasakan Kehangatannya

1001 Words
Mak Kar melambaikan jemari tepat di depan wajah Elleanor, karena gadis itu lama termangu. Elleanor tak kunjung merespons, ia masih asyik terlena dalam angan. "Non Elleanor!" seru Mak Kar agak keras. Elleanor terjingkat karena kaget. Ia mengelus d**a, jantung di dalam sana serasa sudah copot. "Kaget saya, Mak!" Jujur, Elleanor agak kesal karena aksi Mak Kar barusan. Padahal ia masih belum selesai mengingat kembali rentetan cerita Araya. Eh, Mak Kar malah mengagetkannya. "Maaf, Non. Habisnya Non Elleanor ngelamun. Kenapa? Apa sebegitu kagetnya setelah tahu bahwa BARRA adalah milik keluarga ini?" Elleanor terkikik dengan tidak alami, alias dibuat-buat. Ia tak mungkin jujur pada Mak Kar, tentang alasan mengapa ia sampai keasyikan melamun setelah mendengar fakta tentang BARRA dan keluarga ini. "Nggak kok, Mak. Aku tiba-tiba aja mikirin sesuatu tadi," jawabnya. Elleanor tidak berbohong. Ia memang memikirkan sesuatu, bukan? Mak Kar terlihat menelisik raut wajah Elleanor. Ia sepertinya penasaran sekaligus curiga dengan apa yang dipikirkan gadis itu. Semua terlihat jelas, meskipun Mak Kar berusaha menutupinya. "Kirain Mak kenapa. Syukur, deh, kalo Non Elleanor baik-baik saja. "Sekarang Non Elleanor sudah mengerti, kan? Karena keluarga ini adalah pemilik BARRA, maka baik Tuan, Nyonya, Den Jordiaz ataupun Den Rizaldi, semuanya jarang-jarang pergi ke kantor. Hanya sesekali saat ada rapat penting, seperti sore ini." Ah, jadi begitu. Elleanor mengerti sekarang. Jordiaz dan Rizaldi, mereka berdua pergi sore-sore karena harus melaksanakan sebuah rapat penting. Heran sekali. Baik, mereka memang tidak akrab. Tapi apakah setidak akrab itu sampai harus naik mobil sendiri-sendiri. Padahal tujuan mereka sama. Tak peduli bahwa mobil mereka sangat banyak, namun … tetap saja, kan? Elleanor benar-benar heran dengan kelakuan keduanya. Padahal mereka berdua sama-sama sudah matang dan dewasa. Tapi kelakuannya mirip ABG kemarin sore. "Tuan Zakaria sekeluarga sudah sepakat untuk menutupi fakta, bahwa mereka akan pemilik resmi dari BARRA. Saya juga kurang mengerti apa alasan mereka. Tapi sebagai seorang pengabdi, Mak nggak bisa melakukan apa pun. Mak hanya bisa terus mengabdi dengan baik, agar mereka tidak kehilangan kepercayaan atas Mak. Dan perlu Non tahu. Mak bisa terbuka seperti ini, karena sekarang Non bukan orang lain. Non adalah keluarga.” Elleanor hanya ber-oh ria. Dari semua cerita yang ia dapat dari Mak Kar, untuk sementara, Elleanor dapat menyimpulkan. Bahkan Jordiaz melakukan semua kebohongan itu padanya, demi melindungi rahasia keluarga mereka itu. Sayang, terungkapnya fakta ini justru membuat Elleanor gelisah. *** Mata Elleanor membulat lucu melihat Suzy berlari menuruni tangga. Tapi kesenangan hatinya tak bertahan lama. Suzy terus berlari, seperti sedang ketakutan. Elleanor mengikuti pergerakan kucing itu. Oh, tidak! Pintu depan tidak ditutup. "Suzy!" Elleanor mendengar suara Zaldi memanggil nama kucing kesayangannya. Elleanor segera mengejar Suzy. Ia tidak ingin kucing itu hilang. Lebih buruk lagi jika Suzy sampai .... Suara klakson terdengar dari arah selatan. Ada sebuah mobil yang melaju kencang. Sementara Suzy tengah berlari menuju ke jalanan sekarang. "Suzy!" Elleanor kembali mendengar suara Zaldi. Kali ini suaranya terdengar lebih dekat. Tak ingin mengulur waktu, Elleanor segera berlari. Ia harus berhasil mengejar Suzy, dan menyelamatkan kucing itu dari maut. Dengan cepat Elleanor mengangkat Suzy yang sudah hampir menginjakkan kaki di aspal. Saking cepat pergerakannya, Elleanor sampai terjatuh bersama Suzy. Mobil mengerikan itu bahkan sama sekali tak berhenti. Padahal pengemudinya hampir saja menyelakai dua makhluk Tuhan sekaligus. Elleanor mengelus-elus kucing dalam dekapannya. Ia bahkan tak peduli dengan luka terbuka dan berdarah di sikunya. "Kamu nggak apa-apa, Suzy?" "Itu bukan Suzy!" Elleanor menoleh. Zaldi tengah berjalan menghampiri dirinya dan Suzy. Eh, tapi Zaldi bilang ini bukan Suzy. Tapi tadi jelas-jelas Zaldi memanggil kucing ini Suzy, bukan? Atau Elleanor hanya salah dengar, karena terlalu panik. Zaldi segera mengambil kucing itu dari dekapan Elleanor. Zaldi mengelus kucing itu sayang. Terlihat sekali bahwa ia sangat bersyukur karena si kucing selamat. "Ini Irene. Suzy ada di atas sama yang lain." Elleanor menjadi pensaran, kira-kira ada berapa banyak kucing yang Zaldi miliki? "Oh. Kiran Suzy. Habisnya sama." "Beda. Matanya." Elleanor menajamkan penglihatannya pada mata Irene. Benar. Kucing ini memiliki sepasang mata berwarna hijau. Jadi, sudah dipastikan bahwa ia bukan Suzy. Dan ia benar - benar salah mendengar seruan Zaldi tadi. "Terima kasih!" ucap Zaldi tulus. Entah kenapa kata terima kasih itu membuat hati Elleanor terasa hangat . Mungkin karena, untuk pertama kalinya, Zaldi bicara padanya dengan benar . Biasanya, sang Adik Ipar bersikap sangat dingin padanya . Bahkan dari tatapannya, ia seperti membenci Elleanor . Maka mendapat perlakuan manis seperti ini, Elleanor sungguh senang. " Nggak perlu bilang makasih! " jawabnya. Zaldi menggeleng. “Tetep harus bilang makasih. Dan ... luka itu ...." Zaldi menatap darah yang mengalir dari siku Elleanor "Cepat minta tolong Mak Kar buat diobatin !" Sekali lagi Elleanor merasakan kehangatan itu. Oh, apa ia harus sering - sering menyelamatkan kucing - kucing Zaldi, sehingga si adik ipar senantiasa bersikap ramah ? *** Jordiaz sudah berada di dalam Elleanor. Mereka sama - sama bergerak, mengeluarkan desahan - desahan kecil. Elleanor sesekali memekik. Di saat yang bersamaan , Jordiaz lihai sekali memainkan lidah dan bibirnya , menyesap setiap inci leher Elleanor, kemudian berpindah pada bibirnya . Jordiaz melakukannya terus dan berulang - ulang . Menimbulkan bunyi kecipak yang kentara. Menciptakan lingkaran - lingkaran berwarna merah di sana - sini. "Emh ... kamu sempit banget, Elle!" "Emh ...." Elleanor hanya mendesah . Ia meringis, mengerNyit ... menikmati setiap detail pergerakan suaminya. Saat pertama kali Jordiaz melakukannya, Elleanor menangis saking sakitnya. Ia bahkan sempat tak ingin melakukannya lagi . Tapi semakin ke sini, semua pikiran buruknya berubah total. Ia mulai menikmati seks . Jenazah telah membimbingnya dengan begitu baik. Elleanor kadang berpikir. Kira - kira ada berapa banyak mantan pacar Jenazah , sehingga ia ahli sekali dalam berhubungan badan ? Atau jangan pacar lah. Kira - kira ada berapa baris wanita yang sudah pernah tidur dengannya ? Lalu kenapa Jordiaz tidak menikahi salah satu dari mereka ? Bahkan sampai usianya nyaris kepala empat . Elleanor kembali' memikirkan alasan Jordiaz menikah dengannya. Bagaimana jika ternyata ada alasan gawat di balik pernikahannya dengan Jordiaz ? "Mendesah lah lebih keras , Elle!" gumam Jordiaz. Elleanor menuruti permintaan sang suami, di antara pergerakan mereka yang semakin menjadi.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD