Mengharapkan Malam Pertama(?)

1056 Words
~Menikah tanpa perasaan cinta bukanlah perkara mudah, tapi menyerah merupakan solusi terburuk.~ (Author, Moriz) Ribuan pasang mata kini tengah tertuju pada sepasang Raja-Ratu sehari yang tengah duduk bersanding di atas pelaminan mewah yang berada di ballroom Hotel Atlas, hotel berbintang lima lainnya yang sering di jadikan tempat berlangsungnya pesta pesta mewah. Entah berapa banyak sorot kamera yang tak ingin tertinggal mengabadikan moment bersejarah sepanjang perjalanan karir artis di tanah air, satu satunya artis yang melangsungkan pernikahan dengan pasangan yang berbeda dari yang di rencanakan. Terlebih, acara ini terbuka untuk umum, di siarkan secara langsung di berbagai stasiun televisi dan berhasil membuat kehebohan sejagat raya. Ya, mungkin itu lah bentuk keseriusan Zyan untuk meyakinkan Freya dan keluarganya jika dirinya bersungguh sungguh dalam melakukan pernikahan itu. "Sejak kapan kamu menyiapkan ini semua, mas?" Sejak resmi menjadi istri Zyan dua jam yang lalu Freya langsung mengganti panggilannya pada laki laki yang di segani banyak artis itu. Zyan mendekatkan wajahnya tepat di sebelah telinga Freya, membuat para wartawan semakin memfokuskan kameranya pada keduanya. "Sejak tahu kalau pacarmu selingkuh," bisik Zyan pelan. Spontan Freya langsung menoleh ke arah Zyan dengan ekspresi kaget, menyisakan dua centi saja jarak di antara keduanya. Bergerak sedikit, otomatis bibir keduanya akan menempel sempurna. Deg... Jantung Freya berpacu saat iris hazel miliknya bertemu pada iris pekat milik Zyan. Terlihat seringai di wajah Zyan, laki laki yang telah resmi menjadi suaminya itu menaikkan sudut alisnya. Cepat cepat Freya memundurkan wajahnya sambil meraba raba pipinya yang halus untuk menghilangkan rasa gugupnya. "Kenapa? Terkejut? Seharusnya kamu peka dan enggak mudah untuk tertipu dengan wajah polos pacarmu itu." Zyan kembali bersuara, tapi kali ini wajahnya sudah kembali menghadap ke arah para tamu. Rasanya, Freya ingin menangis dan berteriak sekencang kencangnya jika saja saat ini dirinya telah berada di dalam kamar. Namun, bukan Freya namanya jika tidak bisa menyembunyikan perasaan kecewa dan sedihnya di hadapan orang lain. Percuma saja menjadi artis yang terkenal karena bakat aktingnya tapi tidak bisa menjalaninya di kehidupan real. Begitulah kira kira moto hidup Freya selama ini. "Ya... Mau bagaimana lagi. Aku orangnya memang bodoh dalam hal itu sih. Kalau udah cinta ya cinta aja, enggak mikir yang macem macem. Ngenes banget ya mas?" Lalu tertawa kecil untuk menghibur dirinya sendiri. Hening, tidak ada jawaban dari Zyan. Merasa bersalah atau justru menertawakan Freya dalam hati, entahlah. Sangat sulit untuk menebak ekspresi wajah Zyan yang datar saat itu. Beberapa tamu kembali naik ke pelaminan, tentu saja untuk memberi ucapan selamat serta tak ingin ketinggalan mengabadikan moment mereka. Freya dan Zyan di limpahi banyak doa dan harapan dari para kerabat dan sahabat mereka yang datang. Tak jarang pula yang secara langsung menyampaikan rasa tak sabar mereka untuk segera melihat wajah anak dari keduanya. Katanya, wajah anak mereka akan di anugerahi kecantikan dan ketampanan luar biasa warisan dari kedua orang tuanya, membuat Freya malu setengah mati. Setelah memantapkan hatinya untuk menerima pinangan dari Zyan beberapa waktu lalu, Freya sudah harus siap dengan segala konsekuensinya. Menikah dengan laki laki yang tidak ia cintai, bahkan tak pernah terbayangkan di benaknya sekali pun untuk bersanding hidup bersama Zyan. Seperti kata papa Freya sebelumnya, pernikahan ini bukanlah sebuah permainan atau pun ajang balas dendam, menikah tidak bisa di paksakan, meski pun banyak orang tua yang sering memaksakan anak anaknya untuk menikah dengan pilihannya, tapi kedua orang tua Freya tidak pernah sekali pun memaksakan keinginannya pada Freya. "Sayang, papa dan mama bukan ingin melarang. Tapi, coba tolong kamu pikirkan lagi. Papa tahu kamu enggak punya perasaan apa apa sama Zyan," ucap papa Freya saat itu--saat Zyan melamar dadakan. "Pa, Freya yakin dengan keputusan ini. Lagi pula pak Zyan sudah menyiapkan semuanya, Freya yakin, pasti pak Zyan memang sudah lama menyimpan perasaannya sama aku." Bukan terlalu percaya diri, tapi Freya ingin meyakinkan papa dan mamanya jika Zyan pantas untuk bersanding dengannya bahkan lebih baik dari pada laki laki b******k yang lebih memilih untuk pergi dengan managernya itu. Meski pun terlihat terpaksa, akhirnya kedua orang tua Freya merestui pernikahan putri tunggalnya bersama CEO perusahaan ZE Entertaiment tersebut. 'Ya Tuhan, aku meminta keberkahan-Mu pada pernikahan ini. Teguhkan iman dan keyakinanku agar aku bisa menjadi istri yang baik bagi suamiku,' batin Freya setelah terlintas kata kata orang tuanya. Pesta telah usai untuk umum, tapi belum untuk kedua keluarga inti tersebut. Mereka masih berkumpul di sebuah ruangan khusus yang berada di dalam hotel yang sama, dan masih menggunakan pakaian yang sama. Saat ini, duduk lah enam orang dalam satu meja bundar besar yang sama. Freya dan Zyan duduk berdampingan di sebelah Freya terlihat satu orang perempuan paruh baya yang sedang duduk dengan wajah berbinar, di susul seorang laki laki yang berbeda usia tiga tahun lebih muda dari Zyan. Sementara di sebelah Zyan, sepasang suami istri paruh baya juga tengah duduk dengan rona yang bercampur aduk di wajahnya. "Freya, mulai saat ini, kamu harus memanggil saya mama juga dan ini adik ipar kamu, Jericho. Dia baru saja pulang dari Amerika beberapa jam yang lalu, khusus untuk menyambut pernikahan kalian berdua." Perempuan yang di ketahui Freya bernama Renata itu tampak mengelus punggung tangan Freya dengan lembut. Freya menganggukkan kepalanya, berusaha tersenyum manis di hadapan kedua orang yang akan menjadi bagian hidupnya mulai saat itu. Keenam orang itu terlihat salin bercengkerama, tidak terlihat kecanggungan sama sekali. Hingga akhirnya mereka harus terpisah karena hari telah larut dan kembali ke dalam kamar masing masing. Freya dan Zyan telah berada di dalam kamar dengan fasilitas dan pelayanan super mewah di hotel itu yang sengaja di pesan Zyan tepat saat Freya meliburkan dirinya di hotel milik keluarganya. Tanpa mengeluarkan sepatah kata pun, Zyan langsung bergegas ke dalam kamar mandi dengan membawa pakaian salinan ke dalamnya. Freya berfikir jika Zyan pasti sedang merasa lelah makanya suaminya itu tidak mengajaknya berbicara setibanya di kamar. Sambil menunggu sang suami, Freya duduk di kursi yang berhadapan langsung pada meja rias yang super besar, ia menghapus riasan di wajahnya, menyisir pelan rambutnya, karena masih terlalu malu untuk membuka gaun panjangnya di sana, Freya memilih untuk membukanya nanti di dalam kamar mandi, entahlah, bisa atau tidak yang jelas ia masih tak ingin sang suami melihat seluruh tubuh mulusnya nanti. "Mas, ka-" "Aku masih ada urusan, kamu istirahat saja. Enggak usah menungguku pulang." Berjalan melewati Freya begitu saja. "Oh ya, jangan pernah mengharapkan malam pertama dariku." Tanpa menoleh sedikit pun ke arah Freya. ____________ Readers, mohon dukungan kalian ya untuk cerita ini. Makasih...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD