2 | Labrak

1743 Words
"Terlalu sering bermain api, tidak menjadi alasan jika suatu saat nanti, api itu juga bisa membakarmu" ○---○ "Gue tau kok, lo pasti bakal ikut keluar" kata Medlyn cengengesan pada pria itu, setelah mereka berdua keluar dari ruangan tadi. Medlyn menatap mata itu. Mata yang kini juga sedang menatapnya. ○---○ Pria itu menghembuskan nafasnya dengan kasar. Lelah menghadapi gadis ini. "Med, sampe kapan lo kaya gini? Hem?" Tanya nya sambil menatap dalam mata lawan bicaranya ini. "Gavinnn gue ga salah kok! Emang lo ga kasian sama yang lari 30 kali muter lapangan ?" Tanya Medlyn pada Gavin. Ya, dia adalah Gavin, sahabat Medlyn. Lebih tepatnya Gavian Vicenzo Lonata. Medlyn lebih suka memanggilnya Gavin. Dia adalah anak dari Presdir Lonata Group. Tidak perlu ditanya, seberapa banyak harta kekayaan orang tua Gavin. Dulu hidupnya sangat flat, sampai akhirnya Gavin bertemu dengan gadis manis bermata hitam pekat. Gadis yang menorehkan banyak warna dalam hidup Gavin, sampai Gavin lupa kalau ia sebelumnya hanya sebuah kertas polos. Ya, Dewita Azkassyah Medlyn. Gadis yang melindunginya dari bullyan kakak kelasnya saat ia masih kelas 2 sd. Dengan syarat, Gavin harus menjadi babu Medlyn. Lucu. Namun Gavin menyetujuinya. Gavin yang dulu, bukanlah Gavin yang sekarang (kea lirik lagu anjir?, oke skip). Dulu, Gavin hanyalah anak cupu, yang selalu diam ketika ditindas. Anak manja yang akan merengek ketika tidak bisa melakukan sesuatu. Tapi, Medlyn berhasil merubahnya. Medlyn bukanlah gadis biasa. Ia adalah seorang gadis yang tangguh. Didikan keras dari kedua orang tuanya lah yang membuatnya tumbuh menjadi gadis yang keras kepala, troublemaker, dan egois. Namun dilain sisi, Medlyn menjadi tempat menangis oleh banyak orang. Ia akan terlihat sangat dewasa dan bijak, dalam menasehati orang lain. Ia adalah pendengar yang baik, ia cukup humoris hingga banyak orang yang bisa tertawa bersamanya. Tapi itu semua hanya bisa dilakukannya untuk orang lain. Sejak 10 tahun lalu, Medlyn melupakan cara untuk tertawa, ia sangat mudah memahami perasaan orang lain. Tapi tidak dengan perasaanya sendiri. Medlyn dengan benteng besi di luar dan daun kering di dalam, akhirnya berhasil keluar dari zona kelam itu bersama Gavin. Gavin selalu menghibur Medlyn, mencoba untuk mengerti akan perasaan Medlyn, dan membantu gadis itu disegala kesulitannya. Bukan karena apa apa, tapi Gavin mencintai Medlyn. Hanya Gavin yang mencintai Medlyn. Dan ya jangan lupakan kalau Gavin adalah babunya Medlyn. Perjajian mereka di umur 8 tahun itu masih dilakukan Gavin. Medlyn tidak pernah tau akan cinta Gavin padanya. Kalimat Cinta memang tak pernah keluar dari mulut Gavin. Namun apakah sikap Gavin tidak bisa membuat Medlyn sadar akan perasaan Gavin padanya? Oh, sepertinya kita lupa. Perasaan Medlyn sudah mati sejak dulu. Yang bisa ia rasakan hanya bahagia yang palsu dan rasa sakit yang sangat besar. Broken home yang dialami Medlyn, membuatnya menjadi player. Ia suka mendekati banyak pria, menaruh harapan palsu, lalu pergi meninggalkannya begitu saja. Hal itu sudah terlalu sering dilakukan Medlyn. Dan Gavin lah yang akan mengurus segala masalah yang terjadi setelahnya. Sudah sering Gavin melarang Medlyn untuk tidak melakukan hal itu lagi. Tapi, Medlyn tetaplah Medlyn. Gadis keras kepala. "HEH GAV! malah bengong! Gue tau gue cantik, semua korban gue mengakui kecantikan gue yang paripurna ini. Tap-" "Stop. Oke, gue udah tau kelanjutan bacotan lo tadi. Mending sekarang kita ke ruang kepsek aja, oke" ucap Gavin sambil memegang bahu Medlyn dengan kedua tangannya. Medlyn pun hanya mengangguk setuju dan berjalan beriringan dengan Gavin. ○---○ Awal yang cukup buruk. Menurut Gavin. Namun berbeda dengan pandangan Medlyn. Ia merasa sangat senang karena si ketos telah di scors oleh pihak sekolah, dan dihapus dari keanggotaan OSIS. Kenapa hal itu bisa terjadi? Ulah siapa lagi, tentunya Gavin. Ia yang melaporkan hal itu pada kepsek. EASH adalah salah satu aset dari lonata group. Dimas, ayahnya Gavin, ia adalah pemilik saham terbesar dari EASH. Untuk mengeluarkan seorang siswa saja bisa dilakukan oleh Gavin, apalagi cuma meminta scors dan pengapusan anggota, itu adalah hal yang mudah bagi seorang Gavin. Bel istirahat telah berbunyi, tapi Medlyn dan Gavin sudah berada didalam kantin EASH. Setelah laporan yg dibuat oleh Gavin tadi, Beni langsung dipanggil bk, dan dipulangkan. Medlyn yang sudah merasa puas hari ini pun, dengan senangnya menyantap semangkuk mie ayam didepan Gavin. "Lo ga ada niat buat nawarin gue gitu?" Tanya Gavin sambil memandangi Medlyn, yang mungkin telah tidak menganggap kehadiran Gavin. "Ngga" jawabnya singkat. "Gue laper Med,," rengek Gavin. Jika kalian ada disana sekarang, mungkin kalian tidak akan percaya kalau Gavin yang sedang merengek dan cemberut ini adalah Gavin yang sama, yang dengan santai nya keluar dari aula saat pls dilaksanakan. Hanya untuk membela gadis keras kepala. "Kalo lo laper tinggal pesen aja elah" jawab Medlyn masih dengan posisi fokus pada mie ayamnya. "Gue maunya punya lo" rengek Gavin. Lagi. "Hm, kumat." Medlyn pun menaruh garpunya dan menatap Gavin datar. "Med boleh ya" ucap Gavin sambil berusaha meraih mangkok Medlyn, nampun keduluan si empunya. "Ck, bisa ngga mata lo ga usah memelas gitu" sarkas Medlyn. Ia pun mengangkat mangkuk mie nya tinggi tinggi. "Ngga Medd, makanya kasiin mie nya" Medlyn diam. Ia menghembuskan nafasnya kasar. Ia sungguh lemah jika dihadapkan dengan mata anjing dari Gavin. (Gavin manusia ya gaes bukan anjing:v) "Nih" Medlyn memberikan mienya pada Gavin. Ia kadang kadang heran dengan mahluk ciptaan Tuhan yang satu ini. Terkadang ia sangat serius, sangat manja, dan sangat menyebalkan di hari bahkan waktu yang sama. "Ga usah liatin gue ampe kea gitu napa si, serem tau" ucap Gavin bercanda sambil mencubit gemas pipi Medlyn. "Gavinnn sakitt" "Sakit? Utututututu kaciaann Memed nyaa gapinn" ucapnya sambil mengelus manja pipi Medlyn. Mungkin jika orang awam melihat kejadian ini, mereka akan mengira kalau Gavin dan Medlyn berpacaran. "Gavin stop CUPING! jijik gue. Mending lo makan aja deh!" "Iya iya Med, jan marah marah. Nanti lo tambah cantik." "Huffttt gombalan lo mental Gav, nembus kulit ari gue aja kaga, apalagi nyampe ke ati gue. Hahaha" Medlyn tertawa. Tawa palsu yang hanya bisa di lihat oleh Gavin. Garis matanya tak ada. Hanya ada tatapan sendu itu. "MEDLYNNN!!! ASTAGAAA CEEE LO KEMANA AJAAA!!!" Teriak Iren tepat di depan wajah Medlyn. "Edtah busett. Santay njir. Kaget gue" "Med, kita kita bingung tauk nyariin elo, eh taunya malah enak enakan makan mie ayam disini" "Risaaa, you can look this situation right? Gavin yang makan bukan gue" "Dah gapen banget sii ngomongin Gavin. Mending lo dengerin berita terbaru dari gue ce." Potong Candle sebelum perdebatan unfaedah antara Medlyn dan Gavin terjadi. "Hm apa?" "Nyet kasi tau cece" titah Candle pada Iren. (Ogeb emang-_) "Ce, kak Beni di scors. Jangan bilang itu salah satu kelakuan ajaib lo?" "Gue yang ngelakuin" "Apa Gav? Lo yang buat kak Beni ampe di scors?" Tanya Iren dengan sangat terkejut. "Iya" jawab Gavin singkat. "Lo ngelindungin Medlyn lagi Gav. Sampe kapan lo kaya gini terus? Medlyn ga akan sadar sama perasaan lo ke dia, kalo ngga lo ungkapin Gav" batin Risa. Risa memang lebih banyak diam jika bersama orang lain seprti Gavin. Namun akan banyak bicara jika mereka hanya berempat. Risa, Medlyn, Iren, dan Candle. Hal itu membuatnya menjadi pengamat yang baik. Selain Gavin, ia lah yang paling cepat memahami segala perubahan sikap Medlyn. Bahkan sampai menyimpulkan perasaan Medlyn pada Gavin. Namun satu hal yang tidak pernah mereka tau, Medlyn tidak suka membagi miliknya. "Tapi yang lain pasti ngiranya itu semua ulah gue kan?" Tanya si pembuat masalah dengan pandangan kosong. "Aelah lu kaya ngga pernah buat masalah aja ce" "Tapi ren, ini tuh beda. Ini masi pls aj-" belum selesai Candle berbicara, tiba tiba ada perempuan yang berteriak memotong ucapan Candle. "HEH! CEWE GA TAU DIRI!! PASTI LO KAN YANG BUAT BENI DI SCROS 2 MINGGU!!" Teriakan perempuan ini membuat perhatian seluruh kantin terpusat pada mereka. Medlyn masih diam di tempat duduknya. Ia hanya menatap mata perempuan yang bila dikatakan dengan kasar "sedang melabrak Medlyn" "Kalo emang iya kenapa?" Jawab Medlyn dengan tenang plus tampang watadosnya. "Berani beraninya lo ya!" Perempuan itu mengangkat tangannya hendak menampar Medlyn. Namun kalah cepat dengan Medlyn yang telah menahan tangan perempuan itu. Suasana semakin memanas ketika Medlyn mendekatkan bibirnya ke telinga perempuan itu dan membisikkan sesuatu di telinga perempuan itu. "Ga usah macem-macem sama gue, kalo lo ga mau berakhir sama kaya si Beni. Oh, atau mungkin lebih parah dari Beni" bisik Medlyn. Perempuan itu bergemin. Kata kata Medlyn mampu membuatnya terdiam sekaligus ngeri. Aura yang dipancarkan dari Medlyn sulit ditebak. Tangan perempuan itupun dilepaskan oleh Medlyn dan jatuh tanpa tenaga. "Ayo guys, kita cabut. Lama-lama kita bisa jadi bioskop dadakan disini" ucap Medlyn setengah berteriak guna menyindir penghuni kantin yang menonton aksinya dengan benar benar exited. Medlyn dan teman-temannya pun pergi meninggalkan kantin. "Garang banget sih kakel yang tadi, ga suka gue sama dia" gerutu Candle saat berjalan ke aula. "Yang dilabrak gue yang kesel elo. Ngakak si Can" jawab Medlyn sambil merangkul sahabatnya itu. "Heh Gav, lo ngapa ga ngejelasin sih kalo lo yang ngebuat kak Beni di scors?" Tanya Iren dengan agak kesal kepada Gavin. "Kalo dia jelasin kea gitu, tuh kakel bukannya kesel tapi malah jatuh cinta sama Gavin gue. Gavin kan ganteng, ga mungkin tuh cewe ga kesemsem. Kalo itu terjadi, mereka bakal deket, terus pacaran... kan gue ga suka!" Jawab Medlyn sambil menghentikan langkahnya, dan menyilangkan lengannya didepan d**a. Gavin membeku. Pernyataan Medlyn barusan membuatnya salah tingkah. "...terus gue ga punya babu senurut Gavin lagi dong" sambung Medlyn enteng dengan wajah cemberut. Sungguh Gavin ingin menendang gadis yang telah membuatnya jatuh cinta ini sampai ke antartika. Raut wajah Gavin berubah, tanpa seorang pun menyadarinya. Sedangkan Iren, Candle dan Risa sibuk tertawa. Mereka mengetahui perjanjian kecil yang terjadi pada Gavin dan Medlyn. Gavin akan menjadi babu Medlyn selama yang Medlyn mau, jika Gavin ingin dilindungi dari bullyan teman temannya. Menarik bukan? Seorang gadis kelas 2 sd memberikan tawaran semenyebalkan itu. Dan bodohnya Gavin menyetujuinya. Ia lebih memilih disuruh suruh oleh seorang gadis daripada banyak orang. Hm, mereka berdua bodoh. Kurasa. Mereka pun lanjut berjalan ke aula melewati lapangan basket. Medlyn melihat sesuatu. Tidak bukan sesuatu. Tapi seseorang. Ia mengamatinya lekat-lekat, sampai yang diamati pun tersadar dan menatap balik. Namun bukannya membuang muka karena telah tertangkat basah, Medlyn justru tetap tenang menatap orang itu. Yang ditatap pun menjadi gugup dan lebih dulu memutuskan "acara tatap menatap" mereka. "Ngeliatin apa sih Med, ampe segitunya" tanya Gavin sambil mengikuti arah pandangan Medlyn. Perasaanya mulai tidak enak. "Target gue selanjutnya" ucap Medlyn tanpa mengalihkan pandangan dari objeknya, sambil menampilkan semyuman manisnya. Bukan sebuah smirk, tapi sebuah senyuman manis yang dapat memabukkan siapa pun. Siapa pun. ○---○ TBC... Part 2 ~2 April 2020
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD