3 | Target

1600 Words
"Jika diamku menimbulkan rasa sesakit ini, apa aku harus bicara?" ○---○ "Ngeliatin apa sih Med, ampe segitunya" tanya Gavin sambil mengikuti arah pandangan Medlyn. Perasaannya mulai tak enak. "Target gue selanjutnya" ucap Medlyn tanpa mengalihkan pandangan dari objeknya, sambil menampilkan senyuman manis. Bukan sebuah smirk, tapi sebuah senyuman manis yang dapat memabukkan siapa pun. Siapa pun. ○---○ Semalaman Gavin tak bisa tidur. Perkataan Medlyn siang itu membuatnya gelisah. Ia hanya bisa bungkam. Tak mungkin ia melarang Medlyn karena pasti gadis itu akan menjawab, "Gavin, gue masih muda mau nikmatin masa muda" "Gavin, gue pengen ngoleksi mantan, kan seruu" "Gavin, gue mau cari hiburan" Dan bla bla bla. Namun pertanyaan yang bisa membuat Gavin bungkam se bungkam bungkamnya hanya, "Gavin, napa lo yang jelous sih. Lo suka sama gue?" Itu adalah pertanyaan paling mematikan dari Medlyn. Medlyn hanya bercanda tapi, candaanya itu mampu membuat Gavin salah tingkah dan kehilangan kata kata. Cukup. Cukup sekali Gavin diberikan pertanyaan seperti itu, dan ia tidak akan ingin ditanyai seperti itu. Ia sangat tidak nyaman jika jantungnya berdegup berkali kali lebih cepat. Ia takut Medlyn mendengarnya dan menertawakannya. Sebodoh itukah Gavin? Ya Gavin memang bodoh. Terlebih setelah setuju menjadi babu Medlyn:v ○---○ Pukul 6 pagi, Gavin telah sampai di rumah Medlyn. Untuk apa lagi jika bukan untuk menjemput sang majikan. Pagi tadi Gavin baru membuka ponselnya dan membaca pesan dari Medlyn, jika Gavin harus menjemputnya pagi ini. Ya, Medlyn memang suka seperti itu. Menyuruh seenaknya dan harus dituruti tanpa memikirkan orang lain. Namun jika hatinya sedang waras, ia mungkin bisa sedikit memikirkan orang lain. Lamunan Gavin terhenti saat mendengar teriakan seseorang. Seperti sedang bertengkar. Ya, Gavin berada diluar pagar rumah Medlyn. Bukan karena tak sopan, tapi Medlyn lah yang memintanya menunggu di luar. "DASAR ISTRI TIDAK TAU DIRI!" "SIAPA YANG KAMU MAKSUD TIDAK TAU DIRI?! HAH!!" "KAMU LAH!!" "JELAS JELAS KAMU YANG SELINGKUHIN AKU!!" "ITU KARNA KAMU NGGA BECUS NGURUS SUAMI!!" "Gavin" suara lemah itu membuyarkan lamunan Gavin. Ia sedang fokus mendengarkan perdebatan orang tua Medlyn. Karena ia yakin, Medlyn tidak akan bercerita semudah itu. Dilihatnya pujaan hatinya itu, matanya sembab bahkan masih sesenggukkan. Direngkuhnya bahu yang sedang rapuh itu. Tangannya terkepal. Ia benci melihat Medlyn menangis. "Suttttt, gue disini. Udah ya jangan nangis" bisik Gavin. "Hiks... Gavin..." Medlyn menangis sesenggukan. Ia sungguh tidak tahan. "Udah ya, kita berangkat sekarang" Gavin melepas pelukkannya dan menuntun Medlyn untuk duduk disamping kursi kemudi. Gavin lalu memutar dan masuk kedalam mobil. Medlyn mengalihkan pandangannya ke arah luar mobil. Gavin menggenggam sebelah tangan Medlyn. "Lo mau gue anter kemana?" "Ki...kita ke sekolah aja Gav" jawab Medlyn dengan suara paraunya. "Lo yakin? Mmm kalo lo ga mau kesekolah, ga papa kok. Gue temenin" "No, thanks. Ada... yang harus gue lakuin... di sekolah" Ya. Gadis itu menengok. Masih tersenyum. Gavin menghembuskan nafasnya, gadis ini selalu saja berusaha kuat. "Oke. Tapi lo tenangin diri lo. Gue ga mau orang lain liat lo nangis" ucap Gavin sambil menatap gadis dihadapannya. Dielusnya kepala gadis itu. "Iya Gav. Kalo mereka... hiks... liat gue nangis... mereka bakal nganggep... ka.. kalo... gue lemah" senyuman itu. Ia tak sepertinya tidak ingin pergi. "Lo tuh emang ga peka ato pura pura ga peka sih Med. Maksud gue bukan itu.. tap-" "Gavin kok bengong. Ayo berangkat" ucap Medlyn membuyarkan lamunan Gavin. "Eh.. iya kita berangkat" Gavin pun menyalakan mobilnya dan mulai meninggalkan rumah Medlyn. ○---○ Jarak rumah Medlyn ke EASH cukup jauh. Mereka harus menempuh sekitar 30 menit untuk sampai di EASH. Sesampainya mereka di EASH, mereka langsung menuju lapangan utama. Tempat dimana seluruh calon siswa dikumpulkan. Gavin berjalan sambil menggenggam tangan Medlyn. Medlyn pun membalasnya. Ia sama sekali tidak keberatan digandeng oleh Gavin, karena sudah terbiasa. Medlyn sudah bisa mengontrol emosinya. Ia sudah tidak menangis dan matanya tidak sembab lagi. Perihal kenapa ia menangis, mungkin akan ditanyakan Gavin saat pulang sekolah nanti. Medlyn celingukkan mencari teman temannya. Jujur saja, Medlyn hanya akrab dengan mereka walaupun di EASH terdapat banyak sekali teman teman yang satu smp dengan dia. Namun Medlyn tidak menyukai sikap mereka. "Medlyn!" Seseorang memanggil Medlyn. Yang dipanggil pun refleks menengok mencari yang memanggil. *ribet bat si ngomongny-_ OKE BACK! "Eh ren, cuma sama Candle? Risa mana?" Tanya Medlyn sambil celingukan lagi:v "Belom dateng ce, palingan juga bentar lagi" "Ohh" "Eghemm, aduh mesra banget sih lo Med. Kea mau nyebrang ae" sindir Candle pada tangan Medlyn dan Gavin yang saling menaut. Bukannya dilepas mereka berdua justru mengeratkannya. "Ye, kan emang udah kodratnya, babu bantuin majikannya nyebrang" jawab Medlyn sambil melirik Gavin jail. Yang dilirik hanya tersenyum sambil menggelengkan kepalanya. Heran dengan manusia yang satu ini. "Dorrr!!!" "Ga kaget, wle" "Apasi Med, orang gue ngagetin si Iren" "Gue juga ga kaget Ris" "Ya udah lah balik lagi aja" "Hee g****k, lo mau sekolah biar pinter. Bukan buat ngagetin orang" jawaban Candle sontak membuat mereka tertawa. Namun bel masuk membubarkan tawa mereka. Mereka pun mulai berbaris dan mengikuti pls dengan tertib. ○---○ Bel istirahat berbunyi. Medlyn, Risa, Candle dan Iren telah berada di kantin. Kali ini, Gavin tidak ikut bersama Medlyn karena tadi, ia bertemu dengan teman lamanya. Jadi mereka memilih untuk ke kantin berdua. Awalnya meja makan 4 gadis ini tenang dan tentram. Tapi ketika mata Medlyn melihat objeknya yang kemarin memasukki area kantin, Medlyn bersorak sorai dalam hati. "Guys, target masuk kantin" ucap Medlyn sambil melihat ke arah objeknya itu. "Med seriusan lo mau main dalem sekolah?" Tanya Risa was was. "Seriuss Risaa. Gue penasaran, rasanya pacaran 1 sekolah itu kea mana" "Awas karma ce" sambung Iren. "Aelah, belom apa apa dah ngomongin karma ae lo Ren" "Karma itu ada lho" Candle ikut menyahut. "Ihh ko malah mojokin gue" "Kalo gue sih terserah lo aja ce, apasi yang ngga buaat cecek" "Ah lo emang bestie gue Ren" jawab Medlyn sambil memeluk Iren. "Iyaa udah lepasin, dan silahkan beraksi" Iren melepas pelukkannya. Medlyn pun berdiri dan di berikan jempol oleh teman-temannya. Medlyn berjalan ke arah tukang bakso, karena targetnya juga sedang berjalan ke sana. Dan hap! Medlyn mendapatkan antrian tepat di depan sang target. Ia pun mengedipkan matanya sekilas ke arah teman-temannya. Medlyn pun mulai beraksi. Ia mengambil ponselnya dan membuka kamera. Tak disangka ia justru mengangkat ponselnya dan bersefi. Jelas sang target ikut terfoto. Targetnya pun sadar dan melihat hasil fotonya. "Eh, kak sorry ga sengaja ke foto" ujarnya sok lembut sok polos! Ihh gemesss sama Medlyn. "Eh iya ga papa kok, gue juga bagus disitu" "Okey sip masuk perangkap gue" "Iya sih ganteng" ucap Medlyn sambil melihat foto yang ia ambil dan menzoom gambar targetnya. "Oh iya, kenalin gue Zeno Degatra. Panggil aja Zen" ucap laki laki itu sambil mengulurkan tangannya. Tentu dibalas sangat baik oleh Medlyn. "Dewita Azkassyah Medlyn. Panggil aja Medlyn kak" jawab Medlyn dengan senyuman menatikannya. "Hmm boleh minta id line?" "Eh boleh kok kak" mereka pun bertukar id line. Iren, Risa dan Candle pun hanya melongo. Ajaib. Kelakuan sahabatnya yang satu ini sungguh ajaib. Namun tanpa Medlyn ketahui, Gavin menatapnya lekat sedari tadi. Mengawasi seluruh gerak gerik Medlyn dan juga Zen. Tangannya terkepal. Emosi? Tentu saja, ia tak suka melihat Medlyn bersama laki laki lain. Walaupun hal itu sudah dialaminya selama bertahun tahun. "Gav, lo suka ya sama cewek itu" "..." "Lo diem itu artinya iya Gav" "Dari mana lo bisa nyimpulin itu?" "Tadi pagi, gue liat lo gandeng dia. Ketawa bareng sama dia. Gue rasa dia juga tulus sama lo. Tapi kenapa sekarang dia malah sama cowo lain ya. Dasar cabe" "War. Gue ga suka lo bilang dia cabe. Lo ga kenal sama dia, lo ga tau apa apa soal dia. Jadi tolong ga usah ngomong yang aneh aneh" Gavin berdiri dari duduknya dan meninggalkan Idwar. "Lo bener bener jatuh cinta sama tuh cewe Gav" ucap Idwar setelah Gavin pergi. Gavin menghampiri tempat Medlyn duduk. Mereka sedang tertawa. Gavin yakin mereka sedang membahas aksi Medlyn. "Hei Gav, gue ada berita penting buat lo!" "Med, udah mau bel. Mendingan kita balik ke aula. Daripada telat" ucapnya lalu pergi meninggalkan Medlyn dan teman temannya. "Gavin kenapa ce?" "Mana gue tau. Jelas jelas gue sama lo pada dari tadi." "Udahlah, kita ke aula aja. Dari pada telat" Medlyn dan teman-temannya pun berdiri meninggalkan kantin dan menuju ke aula. Sesampainya mereka di aula, Medlyn langsung mengambil kursi disamping Gavin, dan 3 temannya di belakang Medlyn. Kini mereka telah difasilitasi kursi dan meja untuk pls. Yakali ndlosor maning:v Aula masi tidak terlalu ramai. Hanya ada beberapa pengurus OSIS dan juga peserta Pls. Sebenarnya Gavin menyesal meninggalkan Medlyn seperti tadi. Tapi ia telah terbakar api cemburu. Medlyn mengamati Gavin. Tak biasanya laki laki ini mendiami dia. Medlyn pun mendekatkan tubuhnya ke arah Gavin dan berbisik. "Gavin marah sama Medlyn?" Bisik Medlyn. Medlyn tau, Gavin paling lemah jika di bisiki oleh Medlyn seperti ini. "Medlyn minta maaf deh. Tapi Gavin jangan marah lagi sama Medlyn" sambung Medlyn. "Emang lo tau salah apa sama gue?" Jawab Gavin masih dengan pandangan lurus kedepan. "Ngga" jawab Medlyn pelan. Gavin menghembuskan nafasnya kasar. Lalu menoleh ke arah Medlyn. Mata mereka bertemu. Gavin sungguh membenci saat saat seperti ini. Mata itu selalu membuatnya lemah. Ia tidak mampu diam lebih lama lagi. "Eghem, kalo pacaran jangan disini mbak, mas" "Berisik lo Can" jawab Medlyn sambil menoleh kebelakang dan kembali lagi pada Gavin. "Gavin..." rengek Medlyn dengan pelan, sambil menarik kerah Gavin. "Hm" jawab Gavin datar tanpa menengok ke arah Medlyn. "Ish, jangan marah. Medlyn janji deh bakal nurutin permintaan Gavin" mendengar itu, Gavin langsung menengok ke arah Medlyn. "Apapun?" "Apapunn" "Janji?" Ucap Gavin sambil menjulurkan kelingkingnya. "Iya janji" jawab Medlyn sambil membalas kelingking Gavin. "Gue mau..." ○---○ Tbc... Part 3 ~4 April 2020
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD