14. sandiwara

1048 Words
Yasmin melihat Kaizan tengah kebingungan, sejak tadi mondar-mandir seolah menunggu kabar, Yasmin tahu bahwa ini semua kesalahannya, ia sudah mendorong Rafka agar mau pergi bersama mamanya, melihat Kaizan pulang dari luar kota tanpa istirahat dan malah memikirkan Rafka yang tengah di tangan Latif dan Sarah. Yasmin merasa bersalah, Yasmin sudah minta maaf, namun kata Kaizan tidak masalah, ini juga bukan salahnya, namun Yasmin tetap saja merasa bersalah. Jika bukan dirinya, Rafka juga akan menolak ikut mamanya, bahkan Rafka juga sempat mengajaknya ikut, namun Yasmin menolak karena ada kuliah online. “Yas, Nyonya Sarah benar-benar keji ya,” kata Nur. “Ini semua salahku, Mbak,” lirih Yasmin. “Ini bukan salahmu, kenapa kamu menyalahkan diri?” “Aku yang mendorong Tuan Muda Aka untuk ikut mamanya, bahkan tadi mbak dengar sendiri kalau Tuan Muda Aka mengajakku pergi bersamanya, namun aku menolak.” “Ya kan kamu nggak tahu akan terjadi hal seperti ini.” “Kasihan sekali Tuan Kai.” “Kamu sudah mulai suka sama Tuan?” “Apa? Suka? Tidak kok.” “Apakah dendammu sudah menanamkan perasaan pada Tuan?” tanya Nur menggoda Yasmin. “Ahh tak akan ada hal seperti itu.” “Kamu memiliki tujuan untuk membuat Tuan suka dan jatuh cinta sama kamu, tapi malah kamu yang jatuh cinta,” geleng Nur. “Itu nggak benar, Mbak. Aku memiliki seseorang.” “Sudahlah. Tuan juga nggak kalah tampan kok dari pacarmu itu. Bahkan Tuan juga lebih kaya dari pacarmu itu. Setia atau nggak juga kita nggak tahu.” “Makanya nggak usah cari tahu.” Yasmin menggelengkan kepala. “Pergi sana, temani Tuan, kan kamu merasa bersalah tadi. Jadi, kamu harus menemani Tuan.” Yasmin mengangguk. Yasmin lalu melangkahkan kakinya menghampiri Kaizan yang saat ini kebingungan. “Tuan,” ucap Yasmin. “Heem? Ada apa, Yas?” tanya Kaizan. Yasmin lalu duduk disamping Kaizan, Kaizan langsung menyandarkan kepalanya dibahu Yasmin. “Menurut kamu, aku harus berikan 20 milliar untuk Latif dan Sarah?” tanya Kaizan. “Jika sudah tak ada jalan lain, mau bagaimana lagi.” “Baiklah. Demi Rafka, aku akan memberikan 20 milliar pada mereka. Tapi, aku harus cepat bercerai dari Sarah, sangat bahaya pria yang bersamanya.” Yasmin tersenyum simpul mendengar apa yang dikatakan Kaizan, ia bersyukur jika itu terjadi, agar Sarah bisa mendapatkan ganjaran dari perbuatannya di masa lalu. Yasmin duduk diam dan menjadi sandaran untuk atasannya tersebut, apakah memang dia tidak punya perasaan terhadap Kaizan? Mengapa rasanya sakit melihat kaizan terluka atas ini semua? Tapi, Yasmin selalu mengatakan kepada dirinya sendiri bahwa ini semua karena ia merasa bersalah. “Terima kasih, Yas,” ucap Kaizan. “Terima kasih untuk apa, Tuan?” “Terima kasih karena kamu sudah mau menemani saya di saat aku gundah seperti ini.” “Tidak masalah, Tuan, ini sudah menjadi tugas saya untuk menenangkan majikan saya.” Kaizan terdiam, mengapa ia nyaman berada didekat Yasmin? Apalagi Kaizan selalu membayangkan mereka berciuman di hutang belakang rumah. Kaizan selalu tersenyum sendiri ketika membayangkannya. “Tapi, Tuan, Nyonya Sarah adalah mama kandung Tuan Muda Aka, tapi mengapa Nyonya Sarah melakukan itu pada putranya sendiri?” tanya Yasmin menoleh sesaat melihat Kaizan. “Karena selama ini, Sarah memang tak pernah menyayangi Rafka, tak pernah berpikir untuk mengasihi dan mencintai Rafka, setelah melahirkan semua tanggung jawab mengasuh di berikan oleh ibu saya, dan ia menganggap Rafka selalu merepotkannya,” kata Kaizan menjelaskan. “Apa Nyonya Sarah memang orang seperti itu?” “Dulu, Sarah tidak seperti itu, saya sangat mencintainya dengan tulus, saya menyayanginya dan selalu menghormatinya sebagai istri, beberapa kali mengajukan perceraian, namun endingnya kami selalu kembali bersama dan kami selalu berusaha menumbuhkan rasa cinta itu lagi, namun sepertinya tak ada kecocokan lagi diantara kami, hingga ini lah akhir dari semuanya.” Yasmin baru mendengar Kaizan berbicara sepanjang ini kepadanya, Yasmin merasa bahwa saat ini Kaizan memang membutuhkannya. “Anda benar-benar suami yang baik,” puji Yasmin. “Tapi menjadi baik saja tak cukup, Yas.” “Bagi saya … itu semua cukup.” “Tapi, tidak bagi Sarah.” “Mungkin pandangan Nyonya Sarah berbeda.” “Ya. Mungkin saja,” jawab Kaizan. “Tuan, jika bisa saya menyarankan, jangan berikan 20 milliar kepada Nyonya Sarah.” “Bukankah tadi kamu mengatakan itu tergantung saya?” “Iya. Itu jika tidak ada jalan lain, tapi saya punya ide,” kata Yasmin menoleh melihat Kaizan. “Ide? Ide apa, Yas?” “Bukankah Tuan Muda Aka bersama Nyonya Sarah? Seburuk-buruknya seorang Ibu, Ibu tak akan pernah menyakiti anaknya sendiri, darah dagingnya sendiri, selama ini bukankah Nyonya Sarah mau rujuk dengan Anda?” tanya Yasmin. Kaizan menggelengkan kepala. “Tapi saya tak mau rujuk lagi dengan Sarah. Ini sudah keterlaluan, dia sudah menjadikan anaknya sendiri sebagai jaminan untuk memint 20 milliar dariku.” “Tuan, bagaimana jika kita buat sandiwara? Tuan harus melakukan ini agar Rafka bisa kembali.” “Sandiwara? Sandiwara apa yang kamu maksud?” “Berpura-pura rujuk dengan Nyonya Sarah, selagi belum panggilan terakhir dari pengadilan.” “Tapi, itu sama saja memberikan Sarah harapan.” “Tipe seperti Nyonya Sarah, dia tidak akan pernah meninggalkan Latif Dia mencintainya dan tidak mau pisah dengan Latif karena Latif selalu memacu adrenalinnya, seolah ketagihan dengan hubungan terlarang itu, namun tidak ingin pisah dengan Tuan karena menganggap Tuan adalah orang yang dapat memberikannya uang. Jadi, selagi belum putusan pengadilan, cobalah bersandiwara untuk rujuk dengan Nyonya Sarah.” “Apa itu harus, Yas?” “Daripada Tuan berikan 20 milliar pada Nyonya Sarah, namun bukan Nyonya Sarah yang menerimanya.” Kaizan mendapatkan secercah harapan dalam hidupnya, akhirnya ia mendapatkan petunjuk bagaimana ia bisa membawa Rafka kembali. *** Kaizan keluar dari kamarnya karena ia tidak bisa tidur, ia hendak mengintip di kamar ART, apakah Yasmin sudah tidur, jika belum Kaizan ingin mengajak Yasmin bercerita di malam hari, walau malam sudah menunjukkan pukul 11. Kaizan hendak melangkah, namun suara desahan dari kamar Yasmin kembali terdengar, Kaizan seolah candu mendengar suara itu, suara yang gemercik dihatinya, suara yang memancingnya untuk melakukan sesuatu yang sudah lama tak di lakukan. “Ahh, ahhh, ahhh, oh no, ahhh,” desahan demi desahan keluar dari kamar Yasmin, membuat Kaizan menutup mata dan menikmati suara desahan yang indah itu. Ada apa sebenarnya dengan Yasmin? Kenapa suara desahan it uterus keluar dari kamarnya? Apa yang sebenarnya terjadi?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD