Ervan keluar dari ruangannya bersama Nesya, mereka baru saja selesai bicara tentang materi tugas yang sempat diajarkan di kelas gadis itu, tentu kelas yang sama dengan Keyla juga.
Saat sampai di luar, Ervan celingak-celinguk mencari keberadaan Keyla. Dia ingat menyuruh gadis itu menunggu diluar sampai dia selesai bicara dengan Nesya.
“Lho, kok Keyla nggak ada, Pak. Bukan tadi Bapak suruh tunggu ya.” Ucap Nesya yang ikut celingak-celinguk mencari keberadaan Keyla.
Ervan menghela nafas dengan senyuman, kepalanya mengangguk.
“Mungkin dia lagi pergi, nanti juga balik.” Balas Ervan.
“Mau saya bantu cari, Pak?” Tawar Nesya dengan senyuman semanis mungkin.
“Nggak usah, kamu boleh pergi, Lagian, masih ada urusan kan tadi kamu bilang.” Tolak Ervan dengan senyuman.
Nesya pun mengangguk, usai berpamitan, gadis itu pergi meninggalkan Ervan yang masih berdiri di depan ruangannya.
Setelah Nesya pergi, Ervan pun melangkahkan kakinya untuk berkeliling sambil mencari keberadaan Keyla. Ada tugas yang harus ia berikan kepada gadis itu.
Langkah kaki Ervan menuju kantin, dan ia langsung menghela nafas melihat Keyla duduk sendirian, namun dia tidak benar-benar sendirian, melainkan ada 3 orang gadis yang berdiri di sekitarnya.
“Key, kemana semua temen-temen lo itu? udah capek juga ya temenan sama lo yang problematik?” Kata Yasiska, kemudian tertawa bersama teman-temannya.
Keyla tetap menikmati baksonya dengan tenang, tanpa mau menimpali ocehan Yasiska yang selalu mencari masalah dengannya.
“Si Sherly sama Kiran juga pasti capek nggak sih ngeladenin princess onar ini.” Timpal Bila, teman Yasiska.
“Mereka kan mau temenan sama si Keyla cuma karena dia anak orang kaya.” Tambah Bila masih diselingi tawa.
Tawa Yasiska semakin kencang. “Padahal belum tentu harta orang tuanya halal.” Celetuk Yasiska, kemudian melakukan tos tangan dengan kedua temannya.
Keyla menggebrak meja, kemudian meraih teh manis miliknya dan langsung menyiramkan ke wajah Nesya. Ingat, itu bukan es teh manis, melainkan teh manis hangat.
“Keyla, sialannn!!!” Teriak Yasiska, mengusap wajahnya yang basah.
Keyla kemudian menjambak rambut Yasiska, dan akibat keributan itu kantin pun menjadi semakin ramai.
“Lo jaga mulut sampah lo itu ya, sebelum gue robek.” Ujar Keyla dengan penuh penekanan.
Bila ingin membantu Yasiska, namun rambutnya pun mendapat jambakan dari Keyla saat ingin mendekat.
“Lo semua nggak berguna.”
Usai mengatakan itu, Keyla mendorong kepala Yasiska dan Bila dengan keras hingga mereka jatuh tersungkur.
“Keyla.” Suara itu membuat kebisingan berhenti, namun tak membuat Keyla mengalihkan pandangannya.
“Lo bertiga kalo masih ganggu gue, gue matiin kalian.” Ancam Keyla kemudian pergi dari kantin setelah menendang kursi.
Keyla tak melirik dosennya sama sekali, dia malah melewati Ervan begitu saja.
Ervan yang dicuekin oleh Keyla tampak cukup kesal, dia bingung apa yang sudah terjadi. Tadi dia sempat menjauh karena mau mengangkat telepon, namun saat ia kembali semua sudah kacau.
Pria itu menghela nafas, kemudian lekas menyusul Keyla yang sudah melangkah entah kemana. Jika bukan karena hal penting, tak akan mungkin ia mengejar mahasiswanya.
Setelah Keyla pergi dan kantin mulai bubar, tampak Nesya ada disana bersama temannya, Nadia.
Gadis itu melipat tangan di d**a, kemudian tersenyum meremehkan.
“Pak Ervan bakal sadar kalo belain si problematik itu kesalahan besar.” Gumam Nesya.
“Lo benar, Nes.” Timpal Nadia, ikut memasang wajah meremehkan.
Sementara di tempat lain, Keyla melangkah dengan perasaan kesal. Dia tahu jika langkahnya diikuti oleh Ervan, karena dosennya itu sejak tadi memanggilnya.
“Lho, Key. Lo kenapa?” Radit muncul di taman, bersama Keyla yang kala itu ingin pergi.
Tatapan Radit mengarah ke Ervan yang masih mengejar Keyla karena kepentingannya.
“Saya perlu bicara sama Keyla.” Ucap Ervan dengan wajah datar.
Keyla membalik badan, menatap Ervan dengan wajah yang kesal.
“Mau apa Bapak ngejar saya? mau marahin saya? mau nambahin hukuman saya? atau cuma mau sebut saya bikin masalah terus?” Tanya Keyla bertubi-tubi.
Keyla menatap dosennya itu. “Terserah Bapak mau mikir apa, saya capek.” Tambah gadis itu dengan kesal.
Radit tampak panik, dia memegang tangan Keyla sambil sesekali melirik Radit. Dia dengar soal Ervan yang cukup pelit soal nilai apalagi pada mahasiswa yang suka melawannya.
“Key, dia dosen lo. Nanti kalo hukuman lo ditambah, lo sendiri yang capek.” Bisik Radit dengan wajah khawatir.
Keyla tak menyahut, hanya memasang wajah kesal sembari melirik sahabatnya.
“Apa yang mau anda bicarakan sama saya, Pak?” Tanya Keyla dengan wajah malas.
Ervan masih memasang wajah datar, dia mengantongi kedua tangannya dicelana, kemudian melirik Radit.
“Ikut ke ruangan saya.” Titah Ervan, kemudian membalik badan.
Keyla menghentakkan kakinya kesal, dia lalu menatap Radit.
“Gue pergi dulu.” Pamit gadis itu.
“Gue tunggu sini ya, kita pulang bareng.” Kata Radit lembut.
Keyla hanya manggut-manggut, kemudian lekas menyusul Ervan yang mengajaknya ke ruangan pria itu.
Tanpa dibilang pun, Keyla paham bahwa tujuannya hanya untuk menambahkan hukumannya.
Sesampainya di ruangan pria itu, Keyla berdiri sebelum benar-benar di persilahkan duduk. Hal itu sejenak membuat Ervan diam.
“Duduk, Keyla.” Tutur Ervan mempersilahkan.
Keyla pun akhirnya duduk tepat di depan Ervan yang meraih buku-buku sembari sesekali membenarkan kacamatanya.
Keyla menatap malas buku itu, dia sudah sangat paham jika Ervan akan memintanya untuk menyalin isinya lagi.
“Saya nyalin isinya lagi?” Tebak Keyla dengan alis yang terangkat sebelah.
“Bukan itu, ini lebih sulit.” Jawab Ervan.
Pria itu menghela nafas. “Saya ada perjalanan dinas untuk datang seminar di Bandung selama tiga hari.” Kata pria itu.
Alis Keyla terangkat sebelah. “Terus hubungannya sama saya apa?” Tanya gadis itu heran.
“Jelas hukuman kamu harus tetap jalan walaupun saya nggak ada.” Jawab Ervan dengan sorot mata yang tajam.
Keyla melipat tangannya di d**a, kepalanya manggut-manggut dengan arti bahwa ia menerima jika hukumannya tetap berjalan.
“Selama saya nggak ada, Nesya yang bantu saya backup materi persiapan kuis minggu depan, jadi tugas kamu adalah bantu dia buat kumpulin buku yang isi materinya relevan.” Ujar Ervan.
Keyla bangkit dari duduknya.
“Saya nggak mau, Pak.” Tolaknya langsung.
“Mending Bapak suruh saya bersihin perpustakaan atau apa kek, tapi saya nggak mau bantuin Nesya.” Tambah Keyla.
Ervan mendongak guna menatap Keyla. “Tapi saya maunya hukuman kamu cuma itu selama saya nggak ada.” Timpal pria itu tegas.
“Kalo kamu nggak mau, saya bakal perpanjang hukumannya.” Ancam Ervan dengan wajah serius.
Keyla mengepalkan tangannya, berusaha menahan diri untuk tidak mengacak-acak barang di meja.
“Kenapa harus Nesya, Pak. Saya bisa bantu dosen yang lain.” Ujar Keyla.
“Karena dia pintar, saya percaya kalo dia bakal dapetin materi yang bagus.” Balas Ervan.
Keyla menghela nafas. “Oke.” Balas gadis itu singkat.
Keyla mengambil tasnya, kemudian membalik badan berniat untuk pergi, namun suara Ervan menghentikan langkahnya.
“Saya harap, selama kamu sama nesya, kamu bisa belajar dari dia gimana cara seorang gadis baik-baik bersikap.” Kata Ervan, membuat Keyla tersinggung.
Meski kesal, Keyla memilih untuk pergi tanpa menimpali dosennya itu.
To be Continued