Cocok

1186 Words
Keyla beberapa kali tampak menguap karena kantuk mulai menyerang. Membayangkan kasur empuk dengan suasana sunyi dan adem, tentu ia ingin sekali lekas mendatangi, namun apalah daya, tugasnya masih begitu banyak dan perlu perhatiannya. Radit, pria yang menawarkan bantuan kepada Keyla tampak senyum-senyum melihat gadis itu sudah mengantuk. “Mau udahan?” Radit membuka suaranya. Keyla menatap sahabatnya. “Heum? gimana, Dit?” Tanya Keyla, tak begitu mendengar ucapan sahabatnya. “Udahan, lo kayaknya udah ngantuk banget.” Jawab laki-laki tampak itu lembut. Keyla menguap lagi, kemudian ia melirik ke arah kertas kertas di meja dengan wajah ditekuk. “Tanggung, sedikit lagi.” Kata gadis itu. “Tapi ini emang udah malem, Dit. Lo pulang aja nggak apa-apa, gue beresin sisanya.” Tutur Keyla, merasa tak enak hati. Radit mengulurkan tangannya, mengusap rambut Keyla dengan lembut. “Nggak apa-apa, gue bisa kok nemenin lo sampe ini selesai, abis itu gue pulang.” Balas Radit. Keyla menatap Radit, kemudian tersenyum dengan lebar. “Radit … lo baik banget, tahu nggak? lo temen terbaik gue.” Ungkap Keyla dengan riang. Radit hanya senyum-senyum, sembari mencocoki jawaban hasil ujian itu. Keyla mengambil gelasnya, berniat untuk minum, namun ternyata gelas itu kosong, minumnya habis. Keyla melirik gelas Radit. “Minum lo udah abis, gue bikin lagi ya.” Ujar gadis itu, sembari bangkit dari posisinya. “Eh nggak usah, nanti kalo gue mau, pasti gue minta.” Cegah pria itu, sembari memegang pergelangan tangan Keyla. Keyla yang tadinya mau pergi, namun ditahan akhirnya duduk lagi. “Minum gue juga abis, gue haus banget.” Kata Keyla. Radit menunjuk teko kaca berisi air putih dengan gerakan dagunya. “Nggak mau, minumannya nggak ada rasa.” Tolak Keyla, paham sekali maksud dari kode dagu yang temannya berikan. Keyla suka minum air mineral, namun ada satu waktu dia tidak menginginkannya dan merasa bosan untuk mengkonsumsi itu. “Harus minum air putih, Key. Lo kan akhir-akhir ini jarang istirahat,” kata Radit. Keyla pun akhirnya nurut. Ia minum air putih di teko dengan menuangnya ke dalam gelas, sebelum menelannya hingga tandas. “Ya ampun, berapa lembar lagi ya …” Ucap Keyla setengah merengek. “Dikit lagi kok, Key.” Radit menimpali, sembari memberikan sisa jawaban yang belum dikoreksi. Keyla menerimanya, dan kembali melanjutkan sisa pekerjaan dengan harapan selesai segera dan ia bisa tidur nyenyak. “Eh Radit masih disini.” Mama Nadine datang, menghampiri mereka di ruang tamu. “Iya, Tan. Ini tanggung soalnya.” Sahut Radit dengan sopan. Mama Nadine kemudian melirik putrinya yang hanya diam, jelas ia tahu bahwa anaknya masih marah karena semua fasilitas diambil darinya. “Mama buatin mie mau nggak, biar nggak bosen ngerjain ini?” tawar mama Nadine. “Nggak, aku bisa buat sendiri nanti.” Tolak Keyla, tanpa menatap ibunya. Radit mengerutkan keningnya, merasa jika sahabatnya ini mungkin sedang ngambek kepada orang tuanya. “Iya, nggak usah Tante. Aku masih kenyang kok.” Tolak Radit. Mama Nadine akhirnya hanya bisa mengangguk dan pamit pergi meninggalkan mereka berdua lagi di ruang tamu. Jam menunjukkan pukul 11 malam, berarti hampir 4 jam mereka habiskan waktu untuk mengkoreksi jawaban. “Lo nggak mau nginep aja, Dit? disini ada kamar kok.” Kata Keyla menawarkan. “Nggak, Key. Lagian ini masih sore kok, gue balik aja ya.” Balas Radit pamit. “Besok gue jemput ke kampus ya, Key?” kata Radit, terdengar seperti sebuah permintaan. Keyla manggut-manggut. “Asal nggak ngerepotin lo.” Balas gadis itu. Radit dan Keyla tertawa bersama, merasa lucu tanpa sebab. “Oke, Key. Gue pamit ya,” Radit pamit, dan langsung pergi meninggalkan rumah Keyla. Keyla masuk ke dalam rumah, merapikan alat tulis dan perlengkapan lain termasuk kertas ujian yang besok harus ia serahkan kepada si dosen. “Beres juga tugas si dosen galak, akhirnya bisa tidur nyenyak gue …” Gumam Keyla, sembari kakinya melangkah menuju kamarnya. Keesokan harinya, Keyla sarapan bersama dengan kedua orang tuanya. Meja makan itu tampak sepi, hanya suara dentingan alat makan yang terdengar. “Kamu patuh kan sama dosenmu, Key?” papa Stephen membuka suara. “Memang aku bisa apalagi selain patuh.” Balas Keyla, tanpa menatap papanya. Mama Nadine memegang tangan suaminya. “Pa, Keyla kan udah nurut, jadi bisa kan mobil sama kartunya dibalikin?” bujuk wanita itu. Papa Stephen tampak merogoh saku celananya, mengambil dompet membuat mama Nadine bahagia, berpikir putrinya sudah tidak di hukum. “Hukuman tetap hukuman, semua fasilitas dikembalikan sampai tugas kamu sama dosenmu selesai.” Ujar papa Stephen sembari memberikan lima lembar uang seratus ribuan. Keyla hanya diam tidak membalas. Meski malas, namun ia mengambil uang saku dari ayahnya, daripada ia tidak makan sama sekali kan. “Makasih, Papa.” Ucap Keyla, menundukkan kepalanya. Ponsel Keyla bergetar singkat, lantas gadis itu membaca pesan dari Radit yang sudah sampai di depan rumah. “Aku pamit, Ma, Pa.” Ucap Keyla, mencium kedua tangan orang tuanya. Keyla langsung berlari kelujar dari rumah tanpa melewatkan benda apapun, terutama lupa membawa hasil koreksiannya semalam. Saat Keyla keluar dari pagar rumah, dia lantas tersenyum pada Radit. “Pagi, Key!” sapa Radit ceria. “Pagi juga, Dit.” Balas Keyla tak kalah ceria juga. “Langsung berangkat?” tanya Radit memastikan, dan gadis itu menimpali dengan angukkan kepala saja. Radit dan Keyla pergi menaiki motor milik pemuda itu, sampai mereka berhasil sampai di kampus. Keyla turun duluan, karena gedung fakultas teknik masih harus ke belakang. “Dit, makasih ya.” Ucap Keyla, sembari memberikan helm pria itu. Radit tersenyum manis. “Sama-sama, Key. Nanti bareng ya pulangnya?” kata Radit. “Boleh.” Balas gadis itu. Akhirnya Radit pergi meninggalkan Keyla untuk mulai kuliah di jurusannya, pun dengan Keyla yang langsung melangkah ke ruangan Ervan. Sampai di lantai tujuan, Keyla lantas mengetuk pintu ruangan Ervan, kemudian lekas membuka pintunya saat ada yang menyahuti dari dalam. Saat gadis itu membuka pintu, Ervan terlihat sedang bicara dengan orang lain. Nesya, mahasiswa pintar katanya. Melihat kedatangan Keyla, Nesya lantas tersenyum. “Pagi, Key.” Sapa Nesya hangat. Keyla tak membalas, hanya meletakkan kertas jawaban ujian di meja Ervan. “Sudah selesai semua?” Ervan mengerutkan keningnya heran. “Sudah, bapak bisa cek lagi kalo nggak percaya.” Jawab Keyla tanpa ragu. “Kenapa cepet banget, ini lumayan banyak lho jawabannya.” Ujar Ervan keheranan. “Anda bilang harus selesai pagi ini.” Balas Keyla dingin. Ervan bangkit dari duduknya. “Saya nggak bilang gitu, Keyla. Saya hanya minta tolong koreksi, saya nggak mepet butuh datanya.” Ujar Ervan tak mau kalah. Keyla menghela nafas. “Yaudah, yang penting saya selesai. Tugas saya abis ini apa?” tanya Keyla. “Saya kasih tugas baru selesai saya ngomong sama Nesya ya, jadi sementara itu kamu bisa menunggu di luar.” Kata Ervan. Keyla tak membalas, hanya langsung keluar dari ruangan Ervan dan duduk di kursi yang berada tepat di depan ruangan. Saat Keyla diluar, gadis itu bisa mendengar suara tawa dari mulut Ervan dan juga Nesya. Dia tidak peduli, dia kesal karena sudah dibudaki tapi tugas yang sudah ia kerjakan malah tak di hargai. “Emang cocok banget mereka berdua itu.” Gumam Keyla geram, bahkan tangannya sampai mengepal. To be Continue
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD