BAB 3

771 Words
        Madava Bagaswara kini sedang sibuk dengan laporan di atas meja kerjanya. Ia harus menyelesaikan pekerjaannya sebelum dikirim ke pusat. Dava begitulah panggilannya bekerja sebagai Direktur pusat perbelanjaan ternama. Saat ini Dava juga sedang dipromosikan sebagai CEO untuk pusat Indonesia.         Madava Bagaswara seoarang anak dari seorang Satrya Bagaswara yang mempunyai perusahaan terbesar juga di Indonesia, enggan untuk bekerja dan bergantung kepada keluarganya. Ia tidak ingin mengandalkan orangtuanya karena ia ingin sukses dengan namanya sendiri tanpa mengandalkan nama orangtuanya.         Dava keluar dari ruangannya dan melihat Shania Cecillia sedang membagi kotak makanan kepada karyawannya, hal itu disambut dengan sangat antusias semua karyawannya karena mendapat makanan gratis dari pacar bos mereka. Hal ini bukan sekali atau dua kali yang dilakukan Shania, hal ini sudah dilakukannya berulang-ulang kali terhadap karyawannya.         Shania yang melihat Dava langsung menghampiri pria itu dan menggandeng tangannya dan langsung di tepis oleh Dava, karena ia tidak suka menjadi pusat perhatiaan. “Udah selesai di sini? Segera kembali kegedung kamu.” “Kamu kok gitu sih, aku kesini datang baik mau ketemu sama kamu. Kamu mau kasih laporankan. Yaudah gih sana aku tunggu diruangan kamu ya.”         Shania langsung masuk keruangan Dava tanpa izin yang diberikannya, pria itu menghela nafas dan pergi untuk memberikan laporannya. Setengah jam Shania menunggu akhirnya Dava kembali ke ruangannya dan masih mendapati Shania menunggu diruangannya. “Sayang kamu udah makan belum, kita makan siang keluar yuk.” Dava berjalan untuk duduk di kursi kerjanya dan mengabaikan permintaan Shania. “Aku sibuk lagi banyak kerjaan.” “Aku udah lihat jadwal kamu, masih bisa kok.”         Dava menatap Shania dengan kesal karena perempuan yang menjadi kekasihnya ini selalu ikut campur dengan semua yang dilakukannya. “Maaf sayang, setidaknya aku harus tahu jadwal kamu. Malam ini aku juga udah atur janji makan malam sama keluarga kamu.”         Lagi dan lagi Dava kembali menatap Shania, ia tidak suka dengan sikap mengaturnya Shania, karena perempuan itu terlalu berlebihan menurutnya dan ia tidak suka terlalu di atur oleh siapapun termasuk Shania yang berlebihan menurutnya. “Bisa tidak kamu tidak sesuka hati untuk mengatur jadwalku? Kamu bukan sekretarisku.” “Tapi aku pacar kamu Dava, aku berhak dong untuk ikut campur tangan.” “Tapi tidak perlu berlebihan.” “Aku tidak berlebihan, aku cuma mau yang terbaik untuk kamu kok ga lebih. Aku melakukan ini semua untuk kamu bukan untuk aku.” Dava kembali menghembuskan nafasnya kasar. “Terserah kamu. Silahkan kamu pergi aku mau lanjut kerja.” “Oke sayang, aku tunggu kamu nanti malam ya.”         Shania menghampiri Dava untuk menciumnya tetapi Dava menolaknya dengan menghindari Shania, perempuan itu terkejut dengan sikap Dava tetapi ia sangat bisa untuk menguasai dirinya kembali. Maka Shania langsung pergi keluar dari ruangan milik Dava, membuat Dava menggeram.         Ia kesal pada Shania dengan sikap mengaturnya, ia sudah menjalin hubungan dengan Shania selama empat tahun, awalnya ia memang mencintai perempuan itu melihat bagaimana Shania sangat pintar untuk berbicara di depan banyak orang, makanya Shania merupakan Public Relation di kantor miliknya.         Dari situlah mereka pertama bertemu dan Dava menyukai perempuan itu, sampai akhirnya Dava yakin untuk mengenalkan Shania kepada orangtuanya. Tetapi dua tahun belakang ini membuat Dava semakin mengenal sikap Shania dan banyak hal yang didapatkannya tidak bisa menerima hal itu sehingga membuat Dava jenuh dengan hubungannya.         Tetapi sekelilingnya sangat menyukai Shania karena sikap ramahnya dan murah tersenyum pada orang lain, bahkan banyak mendamba perempuan itu dan menganggap bahwa mereka adalah pasangan yang sangat serasi. Terutama Mamanya yang sangat mengharapkan dirinya segera menikah dengan Shania karena yang mereka tahu bahwa Shanialah kekasih putranya.         Di umurnya yang tiga puluh tahun Dava sudah dituntut untuk menikah karena umurnya sudah tidak lagi muda dan tidak ada lagi yang perlu dicari karena semuanya sudah ada, baik itu harta dan wanita. Tetapi Dava masih belum yakin atas hubungannya dengan Shania sehingga ia tidak menanggapi permintaan kedua orangtuanya untuk menikah. “Pak Boss, besok Pak Boss harus ke Lombok untuk menghadiri rapat untuk promosi jabatan.”         Karena melamun memikirkan hubungannya dengan Shania, Dava tidak sadari bahwa Daniel yang merupakan sekretarisnya sudah masuk keruangannya dan kini tengah duduk di depannya. Daniel bukan hanya sekedar sekretaris untuknya tetapi juga sahabat. “Lo ikut kan?” “Enggak Pak Boss dari surat yang disampaikan hanya Pak Boss aja. Tiket dan hotel untuk Pak Boss udah beres, besok pagi sekalian dikasih waktu dibandara ya Pak Boss.” “Flight jam berapa gue?” “Jam sepuluh pagi Pak Boss.” “Berapa hari gue disana?” “Lima hari Pak Boss.” Dava menganggukkan kepalanya mengerti, apabila sedang rapat seperti itu biasanya juga dibarengin dengan liburan antara para jajaran karena CEO Pusat mereka sedang datang dari Amerika, maka ia berpikir sekalian menghilangkan jenuh pikirnya. “Oke kalau gitu tolong siapkan keperluan gue disana ya gue titip juga nih kantor sama Lo. Kalau ada apa-apa Lo hubungi gue.” “Siap Pak Boss, kalau gitu keluar dulu ya Pak Boss.” Setelah mengatakan itu Daniel keluar dari ruangan Dava sedangkan pria itu bersandar pada kursi kebesarannya dan menatap atap kantornya sambil memikirkan hal yang seharusnya tidak dipikirkannya, entahlah ia bingung dengan hati dan pikirannya menurutnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD