Bab 3

1018 Words
Adi terkekeh."Cuma itu?" Rara menatap Papanya dengan kesal."Kok cuma itu, sih, Pa." "Ya itu karena dia pengennya lebih dekat sama kamu. Kamunya jutek sih makanya dia jahil. Nanti kalau kalian menikah kan enggak bakalan jahilin kamu lagi," kata Adi yang terlihat tenang sekali membalas ucapan Rara. "Lagi pula kata Elang, kamu pengen nikahnya dipercepat. Makanya...kamu enggak boleh kerja lagi. Persiapkan pernikahan kamu, perawatan, dan lain-lain," sambung Sumi. Rara tersenyum miris. Ternyata ia tidak bisa bicara asal dengan Elang. Pria itu akan menanggapinya dengan serius dan ini justru menjadi bumerang untuk dirinya sendiri. "Rara." Sumi meletakkan sendoknya lalu menatap Rara dengan serius."Kamu sudah bertunangan dengan Elang. Tidak ada alasan untuk mundur. Elang juga dengan serius mengatakan mau menikahi kamu secepatnya. Lalu...tunggu apa lagi?" "Rara enggak cinta sama Elang, Ma,"kata Rara. "Lalu, mana laki-laki yang kamu cintai? Suruh datang ke sini lamar kamu!" kata Sumi dengan tegas. Rara menggeleng. Tentu saja tidak bisa dibawa ke sini karena ia memang berstatus jomlo selama tiga tahun belakangan."Rara kan jomlo, Ma." "Ya udah...makanya enggak usah macem-macem." Rara terlihat begitu khawatir. Ia masih belum ingin menikah, tapi tidak ada jalan lain."Terus...Rara di rumah ngapain?" "Perawatan!" Rara mengangguk pasrah, rasanya ia tidak punya energi lagi untuk membela diri. Energinya benar-benar habis menanggapi sikap Elang yang menyebalkan semalam. Sesuai dengan perintah sang Mama, hari ini Rara mulai perawatan. Sore ini ia melakukan senam di rerumputan halaman rumah. Saat sedang melakukan pendinginan, sebuah mobil masuk ke area rumah. Rara melirik mobil itu, ia langsung siaga. Manusia yang menguras energinya semalam datang. "Eh, Elang!" sambut Sumi dengan ceria. Elang mencium tangan Sumi dengan hormat."Iya, Tante. Elang kebetulan lewat sini. Jadi, Elang mampir." "Wah, enggak apa-apa. Sering-sering aja main ke sini," kata Sumi membuat mulut Rara komat-kamit sendiri. Elang melihat ke arah Rara yang masih melanjutkan senam."Tante, ini martabak favoritnya Om." Sumi tersenyum."Ya ampun, tahu aja kalau sore-sore begini Om memang suka ngemil. Ya udah...Tante bawa masuk ya. Kamu kalau mau masuk ayo...." "Elang ...mau bicara sama Rara dulu, Tante." "Oh, iya...silahkan. Nanti masuk aja ya jangan sungkan!" Sumi masuk ke dalam rumah. "Hai, Ra!" Rara melirik Elang dengan wajah sebal. Kemudian membuang wajahnya, tidak menjawab sapaan Elang. "Lagi senam, ya. Bagus tuh ... Biar kelihatan muda!" Mata Rara langsung menyipit, memandang Elang dengan tajam."Memangnya aku keliatan tua apa sekarang?" "Iya. Memangnya kamu enggak sadar? Tuh lihat di kaca jendela!" Tanduk di kepala Rara mulai keluar."Aku enggak tua!" Elang melipat kedua tangannya di dada."Masa, sih...banyak kerutannya gitu." Rara bergerak ke mobil Elang, berkaca di spionnya, memeriksa kerutan di wajah."Enggak ada!" Elang mendekat."Masa, sih. Ada tuh!" "Mana?" Rara berkaca lagi, mengeceknya ulang. "Sini aku tunjukkin." Elang memberi isyarat agar Rara mendekat. Rara mendekatkan wajahnya ke Elang. Elang menatap wajah Rara, lalu tiba-tiba ia mengecup pipi Rara dan lagsung berlari masuk ke dalam rumah. "Elang!!" teriak Rara kesal. Elang berhenti di depan pintu."Ayo masuk, sayangku!" Rara medengus sebal, ia berjalan masuk sambil mengusap bekas kecupan Elang di pipi dengan tangannya."Kalau terus-terusan begini stok kesabaran aku bisa-bisa habis!! Masa iya, sih makhluk kayak Elang gitu nanti jadi suamiku!" Tiba-tiba Elang muncul kembali di hadapan Rara.”Kamu kenapa, Ra?” “Tau, ah!” Rara melewati Elang yang kini tersenyum penuh arti. **   Dua Minggu berlalu, pernikahan benar-benar terlaksana. Elang benar-benar menepati janjinya untuk menikahi Rara dalam waktu yang cepat. Rara sendiri tidak bisa mengelak karena dulu dengan sombongnya ia menantang Elang untuk segera menikahinya. Sekarang, pria itu dengan berani mewujudkannya. Rara tak berdaya, ia harus jalani dan terima semua. Sebelum menikah, Elang sudah membelikan Rara sebuah rumah yang nantinya akan menjadi tempat tinggal mereka nanti. Rara sendiri tidak merasa keberatan bila harus tinggal di rumah yang tidak begitu besar seperti rumah kedua orangtuanya. Ia tahu, semuanya butuh proses. Ia juga tidak ingin terlalu menekan Elang agar memberikan kemewahan padanya. "Ra,"panggil Elang saat mereka duduk di pelaminan sambil memerhatikan tamu yang berdatangan. "Kenapa?" "Kamu cantik banget, seksi juga," bisik Elang. Rara melirik Elang, pria itu mulai menyebalkan."Kenapa, sih...kamu pikirannya m***m?" "Karena aku laki-laki normal dan memiliki isteri,"jawab Elang dengan santai. "Elang...kita belum membicarakan sesuatu." Wajah Rara terlihat serius. Elang terlihat mengerti kemana arah pembicaraan Rara. "Iya? Apa itu?" "Aku mau...kita punya perjanjian yang harus kamu ikuti." "Oke. Apa itu?" Elang menahan napasnya. Sebenarnya ia tidak siap utuk mendengar apa yang akan dikatakan Rara. Tapi, mau tidak mau ia harus ikuti keinginan Rara. Rara tersenyum."Syarat pertama...kamu enggak boleh sentuh tanpa seizinku." Elang memasukkan kedua tangannya ke dalam kantong celana. Ia mulai resah dengan syarat tersebut."Maksudnya...kita sudah suami isteri tapi enggak bersetubuh gitu?" Rara mengangguk."Iya." "Oke, terus?" "Itu aja, sih." "Kalau gitu aku juga punya syarat, kita harus tetap tidur dalam satu kamar dan satu ranjang." Elang menatap Rara dengan jahil. "Kenapa harus satu ranjang? Kan ada kamar yang lain." Rara mulai terlihat tidak setuju. Elang tertawa kecil. Ekspresi Rara terlihat begitu menggemaskan."Setuju atau perjanjian ini tidak akan pernah ada." "Asal kamu ingat bahwa kamu enggak boleh sentuh aku." Elang mengulurkan tangannya pada Rara."Baiklah. Deal!" Rara membalas uluran tangan Elang. Ia sudah tenang sekarang. Pernikahan mereka yang dilangsungkan di sebuah hotel mewah sudah berakhir. Tamu sudah pulang. Gedung pun sudah mulai sepi. Waktunya mengakhiri malam yang indah itu. Rara dan Elang berjalan beriringan, memasuki mobil yang sudah menunggu di depan hotel. Malam ini, mereka langsung pulang ke rumah baru mereka karena Rara menolak untuk menginap di hotel. Mereka sudah sampai di rumah, Rara mengembuskan napas lega. Ia bisa beristirahat dan tidur nyenyak. "Kamu masuk duluan aja. Aku mau kasih tahu ke Pak RT kalau malam ini kita sudah masuk ke rumah," kata Elang begitu mereka berdua turun. Rara mengangguk, dilihatnya Elang pergi ke rumah sebelah, rumah Pak RT. Ia langsung bergegas mandi karena ia sudah merasa tidak nyaman seharian memakai gaun pengantin. Urusan Elang dengan Pak RT sudah selesai, ia segera kembali ke rumah. Ia sudah tidak sabar tidur bersama isteri barunya. Meskipun ia sudah berjanji tidak akan menyentuh Rara, tapi berada dalam satu tempat tidur dengan Rara saja sudah membuatnya bahagia. Mungkin seiring berjalannya waktu, ia bisa meluluhkan hati Rara. Elang masuk ke kamar, lalu dilihatnya sang isteri sedang mengeringkan rambut di depan cermin. Gerakan Rara terhenti, lalu pura-pura tidak peduli dengan Elang.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD