Otewe Bintang Satu

945 Words
Ya Tuhan! Apakah akan terjadi sesuatu antara aku dan Mas Rafka sebentar lagi? Unboxing seperti buka paket misalnya? Kedua pipiku mendadak panas saat membayangkan jika malam ini mungkin bakal menjadi malam bersejarah untuk kami berdua. Setelah lebih dari dua bulan menikah. Di kamar itu? Di lantai dua? Apakah akan terjadi peristiwa penting? Kenapa aku jadi deg-degan begini, ya? "Rafka! Masih sore, loh, padahal!" seru mama mertua cukup lantang. Suamiku tak menggubris ucapan mamanya. Lelaki ini tampak terus fokus ketika melangkahkan kaki menaiki tangga satu persatu. Masih dengan menuntunku tentunya. Ya ampun! Kalau begini ceritanya, berasa ditawan sama penculik good looking jadinya. "Padahal, Mama masih pengen ngobrol banyak sama Liona sebenarnya," sambung mertuaku lirih, tapi masih terdengar di telinga. "Tau, nih, mau apa coba," ucapku pelan, tapi tak digubris juga oleh lelaki dingin satu ini. Melihatnya terus diam, mendadak, muncul perasaan was-was dalam hati. Takut juga kalau dia bakal melakukan KDRT sebentar lagi. Bukan melakukan unboxing seperti halnya unboxing paket seperti yang kubayangkan. Kalau itu yang terjadi, uh … betapa ngerinya. Ah, ya Tuhan! Apakah dalam diam Mas Rafka tahu aku mencampurkan sesuatu di minumannya? Aku terus berdoa dalam hati kalau siapa pun, termasuk Bik Marliyah, tak mengetahui apa yang kulakukan saat di dapur tadi. Sungguh, itu aib besar yang tak pantas diketahui oleh siapa pun. Sampai di lantai dua, masih dengan gayanya yang terlihat arogan, lelaki dengan tinggi hampir enam kaki ini terus menarik tanganku menuju kamarnya tanpa berbicara sepatah kata pun. Rupanya, dengan atau tanpa obat itu, dia masih tetap sama. Sama-sama menjengkelkan! Tak bisakah dia bersikap sedikit gentleman dengan istrinya? Kenapa selalu arogan dan menyebalkan seperti ini? "Masuk!" Sekalinya bersuara, bengis sekali nadanya. Cuma satu kata, loh, sebenarnya, kenapa selalu bikin jantungku berdebar tak karuan? Aku membeku. Tak tahu harus menuruti perintahnya atau tidak. "Masuk, Liona," ulangnya, terdengar lebih nyaman di telinga. Namun, aku masih bergeming. Aku yang sebenarnya memang takut dan penasaran dengan apa yang akan dilakukannya, menahan langkah ketika satu kaki suamiku menahan pintu di hadapannya agar terbuka lebih lebar. "Jangan banyak berdrama, masuk," ucap suamiku dengan tatapan mengintimidasi. Akhirnya, aku mengalah. Menurut juga apa yang diperintahkan olehnya. Jantungku berdegup begitu kencang saat Mas Rafka tampak buru-buru mengunci pintu begitu kami telah masuk ke kamarnya yang berada di lantai dua ini. Ya ampun, sampai mengunci pintu segala? Mau apa dia? Benarkah dia bakal memarahiku habis-habisan? Ta-tapi, tapi … apa yang dia lakukan? Mataku membelalak lebar dengan jantung yang terasa memompa lebih cepat saat dia …. Ah, ya ampun! Apakah obat yang kubeli di toko online itu benar-benar mujarab? Aku menyembunyikan senyum dalam diam. "Mas, kamu … kamu mau apa?" tanyaku dengan hati berdebar saat melihat suamiku tiba-tiba membuka baju dan menampilkan perut kotak-kotak miliknya di hadapanku. Aku refleks menarik langkah mundur saat dia yang sedari tadi tak menunjukkan raut wajah ramah, tiba-tiba mendekatiku dan membuat kami hampir tak berjarak setelah baju atasannya dilepaskan. Aku yang gugup karena pertama kali dihadapkan pada situasi ini, buru-buru menutup mata ketika dia mendekatkan wajah. Dekat … dekat …. dan semakin dekat. Ya ampun! Apa dia akan menciumku? Aku tak bisa berpikir positif saat napasnya yang hangat membelai wajahku. Cukup lama aku menunggu, sampai …. "Buka matamu, Liona! Aku tidak akan menciummu. Jangan kegeeran." Mendengar itu, refleks aku membuka mata sambil menelan ludah dengan berat. "Ja-jadi …?" "Apa kau mencampurkan sesuatu di minumanku?" tanyanya to the points dan terkesan menuduh. Ya … walaupun sebenarnya tuduhan itu benar, aku ada hak untuk menyangkal, kan? Buktinya, jenderal bintang dua yang terlibat kasus saja sering melakukan penyangkalan, kan, walaupun sudah di persidangan? "Ti-tidak. Siapa bilang?" sahutku terbata. "Jangan berbohong!" "Siapa yang berbohong, sih, Mas? Jangan main tuduh sembarangan, ya," ucapku sekenanya. "Tapi Bik Marliyah bilang, kau sendiri yang memintanya mengantar teh untukku. Jadi, sekarang katakan padaku, apa yang kau campurkan ke dalam minumanku itu, Liona?!" desisnya tajam. "Bukankah kau sempat pergi ke dapur sebelum aku meminum teh? Jadi, apa yang kau lakukan saat di dapur, hm?" Aku menggeleng cepat. Masih ingin menyangkal tentang apa yang memang sudah kuperbuat. "Apa kamu merasakan sesuatu, Mas?" tanyaku saat melihatnya diam dengan wajah yang terlihat memerah. "Ya, aku panas dan gerah," balasnya tanpa menatapku. "Panas dan gerah?" tanyaku hati-hati. Masih berharap obat herbal yang sebenarnya cuma memiliki rating 4,4 itu mempan saat diminum oleh suamiku. "Ya, tapi tidak sampai ingin menghamilimu," jawabnya mengagetkan. Membuatku kesulitan, bahkan untuk membalas ucapannya. "Aku curiga kau memasukkan obat nggak bener di minumanku, makanya aku jadi gerah begini," ucapnya lantas menatapku dengan pandangan tajam. Membuatku buru-buru membuang pandangan. Takut dia sanggup membaca pikiranku. Bisa kacau nanti! "Tolong jangan menuduh sembarangan," kataku, masih ingin membela diri. Mas Rafka mendengkus kecil. "Bukankah kau gadis licik yang sanggup melakukan apa pun untuk mewujudkan ambisimu? Termasuk saat memaksaku agar mau menikahimu?" cibirnya dengan tatapan mengejek. Dia kemudian berjalan ke kamar mandi setelah sebelumnya mengambil handuk di dalam lemari. "Kau, diam di situ! Aku belum selesai memarahimu." Jari telunjuknya yang panjang, mengarah tepat di depan wajahku. Aku menautkan jari-jemari dengan kaku mendengar ancaman itu. Dia yang katanya kegerahan, melangkah ke kamar mandi dengan sewot setelah handuk besar berwarna biru dia kalungkan di lehernya. Mungkin, dia akan mengguyur seluruh tubuhnya setelah ini. Aku spontan mengusap d**a saat dia menutup pintu kamar mandi dengan sedikit keras. "Oh … pantes aja ratingnya cuma 4,4, ternyata emang jelek obatnya," gumamku sembari mengambil botol kecil yang kusimpan di dalam saku celana jeans panjang yang kukenakan. Kulihat kembali ulasan salah satu pembeli di aplikasi online yang menjual bebas ramuan yang katanya mampu membuat harmonis pasangan suami-istri. Oh, ya ampun! Ternyata memang sudah ada yang ngasih rating bintang satu. Oke, kalau begitu, aku juga otewe bintang satu. Karena aku bukannya di-unboxing, tapi malah kena marah! Dasar! Obat perangsang tidak berguna!
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD