10. Rachel

1110 Words
Baru saja Alista tiba di sekolah, dia sudah diinterogasi oleh teman-temannya. Apa dia baik-baik saja, terluka atau tidak, bagaimana rasanya diselamatkan oleh Bagas, salah satu Cowok terpopuler secara mendadak di sekolah ini. Alista dengan malas menjawabnya, sembari memendam perasaan marah karena sebal ditanyai tentang hal yang sama. Alista bersama teman-temannya masuk ke dalam kantin yang dipenuhi murid-murid kelaparan. Paras cantik mereka dengan ciri khas masing-masing membuat kedua iris mata legam Para murid laki-laki terpana pada mereka. Alista, Karisa, Kiara dan Rifka duduk di bangku yang berjejer dengan meja panjang sekaligus lumayan besar di tengahnya. Namun selang beberapa menit setelah keempatnya duduk, tiba-tiba suasana jadi riuh. Kali ini bukan riuh karena pesanan yang tak kunjung datang, melainkan ribut lantaran ada sekumpulan Cowok populer melintas di dekat Mereka. Namun dari deretan beberapa Cowok yang ada di sana, fokus Alista terpusat pada Arsen. Laki-laki itu dengan angkuhnya berjalan di antara wanita yang tengah terpana. Tidak munafik, ia mengakui Arsen memang tampan. Dilihat dari sisi manapun. Tapi, satu larangan Alista pada dirinya sendiri; ia tak boleh menyukai Arsen karena hal itu konyol baginya. "Kenapa kemarin enggak ikut kita-kita, Al?" pertanyaan Kiara memecah fokus Alista. "Itu gue enggak dikasih izin sama Kakak," "Lo punya Kakak? Cowok atau Cewek?" "Cowok," "Harusnya panggil 'Abang' dong." timbrung Rifka. "Gue lebih nyaman panggil 'Kakak'," balas Alista. "Gimana, sih, tampang Kakak Lo? Coba sini gue liat fotonya," pinta Rifka. Alista diam, berpikir sejenak. Jika memberitahu kalau Arsen adalah Kakaknya, bisa-bisa dia dikatai halu. "Di rumah." Raut Rifka berubah menjadi malas. "Enggak asyik Lo," "Kita main aja akhir pekan nanti di rumah Alista. Gimana? setuju, kan, ide gue?" sergah Kiara. "Nah! Bener juga tuh!" Karisa membelalakkan mata, "Eh, jangan." Karisa dan Rifka kompak menengok ke arahnya. "maksud gue..., kita tanya dulu ke Alista. Bisa enggak dia menerima tamu Minggu depan. Takutnya, kan, kita mengganggu dia. Iya, enggak, Al?" Karisa menyenggol sikut lengan Alista di sebelahnya. "Minggu depan... gue ada acara keluarga. Sorry, guys." terpaksa dia berbohong. Ada rasa bersalahnya tersendiri, tapi ia tidak mau dirinya diteror oleh penggemar Arsen seperti masa SMP lalu. "Guys, boleh gue tanya sesuatu?" tanya Alista ragu dengan suara lirih. "Tanya aja," "Yaelah, pakai izin lagi. Dikira kita orang asing yak?" "Sasya ada masalah apa kemarin, sih, sampai dibully cowok-cowok SMA sebelah?" "Oh, Sasya..." Rifka menggantungkan kalimatnya. Ia menengok ke sekitar, membuat Alista terheran-heran. Rifka lantas memajukan kursinya, tepat menghadap wajah Alista. "Dia emang punya masalah sama empat Cowok itu. Setau gue, dulunya si Sasya playgirl di sekolah SMA nya yang lama. Udah banyak Cowok yang jadi korban, termasuk adiknya si Eros. Siapa, ya, namanya, Ra?" Rifka menengok ke Kiara, lupa dengan nama orang yang ia maksud. "Andi." "Nah, Andi. Si Andi ini suka sama Sasya, tapi Sasya jual mahal dan nolak Andi berkali-kali. Ya, jadinya Andi depresi terus bunuh diri, lompat dari gedung rooftop SMA sebelah. Makanya sampai sekarang tempat itu kosong dan enggak pernah didatengin siapapun. Mungkin karena bunuh diri itu, si Sasya sadar kalau selama ini sikapnya salah. Dia berubah jadi pendiam kayak sekarang. Tapi apapun masa lalunya, gue sama Kiara tetap terima sebagai teman kok. Iya enggak, Ra?" lagi, Rifka bertanya pada Kiara. Kiara balas mengangguk. "Makanya kalau lo berpikir buat jaga rahasia kejadian kelam yang terjadi di masa lalu Lo, Lo jangan ragu buat cerita ke kita-kita. Kita enggak akan menjauh ataupun menghina Lo. Sebaliknya, kita bakal beri penghiburan biar Lo bisa ngelupain kejadian buruk itu. Tapi sebaiknya cerita ke gue aja. Si Rifka mah suka bocor mulutnya," jelasnya panjang membuat hati Alista menghangat. Rifka melirik sinis. "Gue mah kalau mau bocorin rahasia, gue memandang siapa dia dulu. Enggak mungkin lah gue bocorin rahasia sahabat gue begitu aja," "Sayang! Minta nomor teleponnya dong," suara menggelikan itu mengalihkan fokus mereka berempat. Alista hampir saja terkekeh melihat Arsen digelayuti oleh seorang perempuan berambut merah sepinggang. "Sial. Mas crush gue," respons Rifka histeris. Alista mengerjap, ia tidak mengira Rifka menyukai Kakaknya. "Dia Rachel, loh, Rif. Yakin Lo mau tetap ke sana buat menghentikan?" peringat Karisa. Tatapan Alista teralih, memang ada apa dengan Rachel? "Rachel siapa?" "Dia anak baru yang datang di kelas kita. Anak donatur terbesar di sekolah ini juga. Rifka sama dia udah jadi musuh bebuyutan banget. Biasa tuh gara-gara rebutan Cowok," jelas Kiara. "dan sekarang sejarahnya kayak mau terulang lagi," "Udah cukup gue mengalah. Gue enggak akan biarin dia merebut Mas Crush!" tekad Rifka. Kiara geleng-geleng kepala. "Jangan diladeni. Biasalah. Kumat dia," ujar Kiara pada Alista juga Karisa. "Nomor telepon? Keluarin pulpen Lo," respons Arsen dengan senangnya. Rachel adalah Perempuan ke 20 yang meminta nomor telepon dirinya. Ia merasa paling keren sekarang. Sesudah Rachel menyerahkan pulpen itu, Arsen menuliskan rentetan nomor di telapak tangan Rachel. Pekikan wanita di sampingnya ini terdengar ketika Arsen menuliskan emot love. "Arsen, aku minta telepon kamu dong," Altair mencoel pundak Arsen, membuat sang empunya menengok sembari berdesis jijik. "Gue masih normal, Bro. Jadi sorry-sorry aja," kata Arsen. "Makasih, Sayang." dengan tangan yang masih merangkul, Rachel memajukan wajah, detik berikutnya dia mengecup rahang Arsen. Semua orang yang melihat itu bersorak heboh. Alista membulatkan bola matanya. Entah mengapa, ada rasa yang bergejolak di hatinya. Dia spontan berdiri dan menggebrak meja. Pandangan mereka pun kompak terpusat pada Alista, termasuk Arsen. Keberanian Alista untuk menegur, mendadak lenyap diganti dengan kekehan yang keluar dari Gadis itu. "Gue cuma mau ngambil pesanan yang belum datang kok," katanya lantas menghampiri Bu Patmi, yang tengah sibuk menyiapkan makanan. Barulah semua murid teralih pada makanan di depannya masing-masing. "Tunggu aja, Al. Siapa tau sebentar lagi datang." saran Kiara. "Enggak. Pesanannya kan banyak. Jadi mungkin kelupaan. Gue mau ke sana aja," balas Alista dengan senyum. "Tapi, Al..." "Cuma sebentar kok, Ra." Alista melanjutkan langkahnya. Saat melintas di meja yang ditempati Arsen, dia melihat Kakaknya melirik. Rasanya Alista ingin mencolok kedua mata itu. "Bu, es teh sama bakso saya sama temen-temen saya kok belum datang?" "Oh, tunggu, ya, Neng. Ini akan selesai." Bu Patmi tampak buru-buru. Alista jadi kasihan melihatnya. Dia meraih salah satu mangkuk dan membantu membubuhkan bumbu. "Eh, tidak perlu, Neng." "Biarin, Bu. Kasihan liat ibu dari tadi kewalahan." sahut Alista tanpa mengalihkan pandangannya dari mangkuk. Semua murid spontan memerhatikan Alista. Terutama para Cowok, pandangan Mereka tak hentinya menatap paras jelita Gadis itu. "Dia ngapain bantu Bu Patmi?" "Orangnya enggak tegaan." Karisa menyahut. Rachel yang melihat itu menyunggingkan senyum. Rupanya perempuan itu adalah anak penjaga kantin. Sepertinya dia mangsa yang tepat untuk masa SMA nya beberapa tahun ini. Hingga akhirnya Alista selesai. Ia mengambil makanannya sendiri lengkap dengan es teh manisnya dan tak mengindahkan semua mata yang mengarah nya. Rachel tiba-tiba menyelonjorkan kakinya, ingin sekali melihat Gadis itu malu. "Singkirin enggak kaki Lo!? Lo sengaja mau nyelengkat gue?!" gertak Alista, menyadari Rachel akan menyelengkat dirinya. "Hah? Siapa?"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD