3. Anka

1708 Words
Aku tak bisa terlelap walaun kupejamkan mata daritadi, hingga bosan. Kuraih tas yang ad di nakas dan mengambil gawaiku. waktu sudah menunjjukan pukul 7 malam. Anka yang tadi pamit keluaf belim kembali juga. Melihat Anka, aku kembali mengingat masa masa remajaku yang begitu terasa menyenangkan, lingkungan sekolah yang baik, keluarga yang saling menyayangi, rasanya ini adalah hidupku yang paling sempurna. Aku mengenal Anka waktu masih duduk di bangku SMP kelas dua. Karena hobiku yang selalu bersepeda keliling komplek perumahan di sore hari. Waktu itu sedang mulai musim penghujan seperti sekarang ini, walau cuaca mendung aku tetap keluar rumah dengan mengayuh sepedaku, jalanan komplek perumahanku tergolong sepi, gerbang gerbang yang tinggi saling berjejer, tetangga satu dengan yang lain tidak saling mengenal, individualisme di sini sangat dominan. aku terus mengayuh sepedaku menuju ke taman komplek dan bernyanyi nyanyi kecil mengikuti lagu yang ku putar d ipod ku. Jalanan masih lenggang masih belum jam kantor pulang. Sampai di taman, aku memarkirkan sepedaku dan duduk di salah satu bangku dibawah pohon rindang, kukeluarkan botol kecil yang berisi makanan kucing dari sakuku, disini banyak tinggal kucing liar tinggal. Seperti tahu kebiasaankku ada dua ekor kucing yang mendekat ke arahku, aku menuangkan sebagian makanan kucing di bangku tempatku duduk, dan dua kucing itu langsung makan berebutan, tanganku reflek mengelus bulu kucing kucing tersebut. " Kalian kelaparan ya" tanyaku seolah kucing kucing itu akan menjawab. " Andai kak Naka enggak alergi bulu kucing, pasti kalian sudah kubawa pulang." "meeeooow" aku tersenyum kecil sambil terus mengelus kedua kucing itu bergantian. "smooty... smooty..smooty" kudengar suara lelaki memanggil manggil sebuah nama, akupun menoleh mencari sumber suara, ad seorang lelaki yang tampak mencari cari sesuatu menoleh kesana kemari sambil terus berteriak smooty. Tak berapa lama kemudian dia sampai di dekatku lantas berbicara dengan nada kesal. " Ternyata kamu disini!" katanya sambil bertolak pinggang menghadapku yang masih duduk dengan dua kucing di sampingku yang masih menghabiskan makannya. aku mengernyit kebingungan, dia kenal denganku. " Dipanggil panggil daritadi diem aja gak nyahut nyahut" katanya lagi. "Hah?" aku kebingungan apa yang dimaksudkannya. " Bukan kamu, kucing itu" katanya setelah melihat aku yang kebingungan. "oh, ini kucingmu?" tanyaku sambil megelus lagi kucing abu yang sudah rebahan kekenyangan. " iya, smooty namanya" jawabnya mengambil kucing itu dan menggendongnya. " Kenapa bisa sampai disini. kukira itu kucing liar, tiap aku kesini dia selalu ada dan sendirian" "smooty suka kabur kaburan." " yang ini punyamu juga" kataku sambil menunjuk kucing satunya yang sedang menjilati badannya sendiri. " bukan, itu pacarnya smooty. Gara gara kucing itu smooty jadi kabur kaburan." "oh.." aku bangkit dan membereskan botol kecil yang sudah habis isinya. " makasih ya kucingku sudah dikasih makan" aku hanya tersenyum meenanggapi. "Anka" katanya sambil terus mengelus bulu kucingnya, makin keenakan smooty tidurnya. "siapa? nama kucing satunya?" tanyaku bingung. " mmmcchhh.. namaku Anka" dia berdecak sebal dengan muka cemberut lucu. Aku tak bisa menahan tawaku melihat ekspresinya. " Naya" aku mengulurkan tanganku sambil masih menahan tawa. dia menyambut tanganku. " Orang baru disini? kok gak pernah lihat? oh, aku yang jarang d rumah sih" dia menjawab kebingungannya sendiri. " Enggak, dari kecil udah tinggal disini. Aku duluan ya, sudah mulai gelap." tanpa menunggu jawabannya aku beranjak menuju ke tempat sepedaku terparkir. Sejak saat itu entah kenapa aku jadi sering bertemu dengan Anka, entah di taman, minimarket komplek, coffeshop, seolah dia ada dimanapun aku pergi. Dan kami jadi lebih akrab, dia sudah SMA kelas dua dan satu sekolah denganku. Tempatku sekolah adalah sekolahan swasta elit dengan fasilitas lengkap, dari playgrup hingga SMA ada, hanya berbeda gedung tapi masih satu komplek kawasan. Anka adalah orang yang easy going, orang yang selalu terlihat ceria, murah senyum, ramah, dan kadang bisa berbuat konyol. Aku yang tergolong orang yang susah untuk bergaul pun bisa dengan mudah untuk berteman dengannya, dan mungkin dia teman cowok satu satunya yang awet. Dia sering main kerumahku, belakangan kutau dia sama sama menjadi pengurus OSIS bareng kak Naka, hanya berbeda kelas saja. itu yang membuatku bisa akrab dengannya, kak Naka yang biasanya protektif dengan teman temanku pun diam saja seolah memberi ijin untukku berteman dengan Anka. Dengan Anka pula aku bisa minta ijin main ke mall tanpa ditemani kak Naka ataupun Ibuk. Ternyata rumah Anka pun tak jauh dari rumahku, hanya selisih tiga rumah, ayahnya juga pengusaha sukses seperti ayahku. Namun belum sekalipun dia mengajakku main ke rumahnya, diapum tidak pernah menceritakan tentang keluarganya. Aku tidak terlalu mempermasalahkan hal itu, selama dia baik denganku, itu tidak masalah. Hingga saat dia lulus sma, untuk pertama kalinya aku melihatnya murung. Sore itu kita sedang bersantai di taman komplek ditemani oleh smooty kucingnya. " kenapa?" tanyaku setelah kuperhatikan beberapa saat dia terlihat melamun. "kenapa apanya?" tanyanya bingung sambil menoleh kearahku. " kamu kenapa? gak biasanya gk ad suaranya, habis baterei ya" kataku bergurau, dia hanya tersenyum tipis lalu diam lagi dan melihat lurus kedepan menerawang. "tuhkan,,, ini bukan Anka banget" kataku kesal setelah melihatnya kembali melamun. "Emank Anka biasanya bagaimana?" "Tauk..lupa." jawabku pura pura kesal. Anka hanya tersenyum sambil mengelus rambutku. "Apaan sih elus elus,, aku bukan smooty" kataku sambil menepis tangannya dari kepalaku. " Ayahku ingin aku kuliah di luar negeri" katanya dengan tatapan menerawang ke depan. " Loh,, bagus dong. Kamu bisa sekalian jalan jalan keluar negeri" kataku ikut senang. "Tapi aku pengen disini aja, gak pengen ke luar negeri" kawabnya seperti agak kesal. "Kenapa?" " Ya gak kenapa kenapa, pengen disini aj." "ihh, gak jelas" " aku dari kecil sering ikut ayah dan bunda keliling dunia dengan urusan bisnis. Udah bosan aja kesana kemari. Baru setelah SMA, aku gak pernah ikut kesana sana lagi. Lagian aku pengen temenin bunda di rumah." " keputusan ayahmu sudah gak bisa di ubah?" " Entahlah,, udah dua minggu ini aku perang dingin dengan ayah. Hei, kamu gak usah ikutan pusing mikirin aku" katanya sambil mendorong pundakku dan menyadarkan lamunanku. "apaan sih kak, kepedean" " aku tau kalo aku pergi jauh, kamu bakalan kangen aku" " Sih, PDnya sejuta." kataku sewot, dan dia hanya terkekeh. " walaupun nanti aku jadi pergi, aku pasti akan tetap menghubungimu" " aku gak minta" jawabku jutek, entah kenapa rasanya jadi kesal sekali. "iya, aku yang bakalan kangen kamu terus" "iihhh..apaan sih" jawabku sambil melengos menghindari tatapannya memyembunyikan semburat merah dipipiku karena malu di gombalin, padahal recehan banget. Setelah pertemuan sore itu aku jadi jarang bertemu dengan Anka, dia juga tidak mengupdate media sosialnya. Hampir dua bulan aku tidak bertemu dengannya, dan tak pernah berbalas pesan dengannya. hingga suatu sore aku bersepeda sore menuju ke taman komplek, kudapati dia yang sedang bermain dengan smooty. aku hanya berdiri mematung dengan tangan yang masih memegang sepeda dan mengamatinya tampak begitu riang bermain dengan smooty. Senyumku pun terbit melihatnnya tertawa riang sambil berkejaran dengan smooty. apakah ini yang dinamakan rindu, melihatnya tertawa saja sudah begitu menyenangkan. Tak lama kemudian dia menyadari kedatanganku, sambil masih tetsenyun dia melambaikan tangannya meenyutuhku agar mendekat menghampirinya. akupun memarkirkan sepedaku dan mendekat kearahnya. " Hai" sapaku setelah dekat dengannya. Dia menatapku intens sambil masih tersenyum. "Hai, udah berapa lama sih gak ketemu, kok kamu makin cantik aj." gombalannya mulai keluar. " tauk, ada yang tiba tiba ngilang dari muka bumi" jawabku sambil duduk di bangku yang ad a dibawah pohon rindang. "kamu gak kangen aku?" "Enggak" " Padahal aku kangen banget sama kamu dan smooty" " Terserahlah" jawabku melengos menghindari tatapannya. "hey,,, gak usah ngambek" katanya menyentuh bahuku. "kamu kemana aja selama ini, gak ada kabar sama sekali?" tanyaku dengan nada kawatir. "oh, aku pindah rumah sama bundaku" "kemana?" "adalah, aku kasih tau juga kamu gak bakal tahu tempatnya." " nyebelin !" kataku sambil mencubit tangannya, Anka hanya tertawa menerima cubitanku. "mendung banget, aku pulang duluan ya kak," kataku sambil melihat langit yang sudah diselimuti awan abu gelap, sepertinya sebentar lagi akan turun hujan deras. "bentar Nay" kata Anka sambil memegang tanganku menahanku untuk beranjak. "Ada apalagi kak?" tanyaku sambil menoleh kepadanya. " Bentar lagi Nay, aku masih kange" "iihh... lebay ah" kataku sambil melepas tanganku dari genggamannya.. " Serius Nay, mungkin dalam waktu yang cukup lama aku gak bisa main sama kamu" jawabnya tetlihat sedih. "kamu jadi kuliah di luar negeri?" " enggak, aku pindah ke bandung dan kuliah disana" "Ya kan masih bisa saling kirim pesan kak" "kukira nanti aku akan sibuk kuliah Nay, entahlah, lihat nanti ya...kamu jangan ganti nomer ya, takut gak bisa menghubungimu lagi, kamu kan bukan anak yang apa apa update." "iyaa" "udah sana pulang,, bentar lagi pasti hujan, hati hati ya" "kamu juga pulangkan?" tanyaku masih belum beranjak dari tempatku berdiri. " iya, mau beresin itu dulu, sambil menunjuk ke tanah kosong di bawah pohon rindang, kuarahkan mataku kesana, dan teelihat beberapa bungkus snak dan botol minum berserakan disana. "jorok!!! Pulang dulu ya, bye" aku beranjak menonggalkannya menuju kesepedaku. Harus cepat cepat pulang kalau tak mau kehujanan. Baru saja sampai samping sepeda langkahku terhenti oleh sebuah tangan kokoh yang tiba tiba saja melingkar di leherku dari belakang, dengan kaget aku mendelikkan mata dan memegang tangan yang ada du leherku. Anka, tebakku, aku sudah hafal dengan parfum yang selalu dipakainya, dan aku tau itu parfum mahal yang tidak dijual bebas di pasaran. "Anka...." kataku sambil berusaha melepaskan diri. " begini sebentar Nay, aku beneran kangen kamu" katanya memotong ucapanku dan menyandarkan kepalanya di pundakku dengan dagu sebagai penopang. Lalu hening beberapa saat, aku pun hanya ikut mematung menikmati dekapanya yang hangat. " Anka!" kataku lagi memanggilnya setelah beberapa saat, pelukan ini gak baik untuk kesehatan jantungku. " maaf ya, aku beneran kangen kamu." katanya melepaskan pelukannya, dan membalik tubuhku untuk menghadap kepadanya dengan memutar kedua bahuku. " apaan sih Ka" mukaku hingga telinga terasa panas menahan rasa malu. " Udah pulang sana, nanti kehujanan beneran. Hati hati ya" katanya sambil mengacak acak rambutku dengan senyim mengembang, jangan tanyakan lagi mukaku sudah berwarna warni menahan malu, perasaan apa ini, kenapa rasanya begitu meledak ledak ingin dikeluarkan, tanpa menunggu aku beranjak, Anka sudah pergi dan berbalikmeninggalkanku yang masih menikmati tasa pink-pink. Rasanya lama sekali setelah pertemuan itu aku tak pernah melihatnya, diapun tak pernah menghubungiku, aku terlalu malu untuk menghubungi duluan. Hingga aku lulus SMA aku belum pernah melihatnya lagi, tapi seperti permintaannya aku tak pernah mengganti nomer kontakku. Aku jadi rajin mengunjungi laman sosial medianya, namun pembaruan disana juga terhenti sejak tiga tahun lalu. Anka bagai hilang di telan bumi.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD