Author POV
Celia melamun dengan pikiran entah kemana, hal-hal aneh tentang para lelaki penghuni rumah tua ikut bercampur padu. Sudah hampir satu jam Celia diam dan melamun dengan berbagai macam keanehan. Celia dengan bosan duduk di sofa ruang tamu, ia bingung mau melakukan apa. Biasanya jika ia bosan, ia akan pergi ke rumah sahabatnya atau berkunjung ke tempat-tempat menyenangkan.
Ia kabur dari rumah tidak membawa apapun. Ironis, karena kecerobohannya tas berisi barang-barang berharganya tertinggal di bis kala itu. Celia melirik ke jam dinding yang menunjukkan pukul sembilan malam. Ia berkutik pada remot televisi, tapi acara televisi membosankan baginya. Celia kesepian. Rumah tua ini benar-benar sepi. Para pelayan sudah tidur dan para lelaki muda penghuni rumah tua ini belum pulang.
"Berburu seperti apa mereka ini?" tanya Celia sendirian.
Celia beranjak dari sofa lalu melangkah keluar. Angin malam lantas menerpanya, membuat gadis cantik itu merapatkan sweater-nya. Celia duduk di teras depan dengan kedua kakinya menyentuh permukaan tangga teras. Ia duduk sendirian sembari menatap arah gerbang. Gerbang yang tertutup, hanya ada dua lampu dengan penerangan yang temaram dibagian sisi kanan kiri dinding.
Celia memutuskan untuk menunggu para pria itu di depan teras. Entah kenapa ia merindukan suasana kota, daerah rumah tua ini seperti dunia lain. Gadis itu bergidik ngeri memandangi hutan yang pekat. Tiba-tiba sinar senter menyilaukan mata Celia, gadis itu menyipitkan mata melihat cahaya kecil dari arah hutan semakin mendekat ke arah rumah tua. Rasa takut menerjang Celia, cahaya itu semakin mendekat, dekat dan dekat. Celia beranjak dan hendak masuk ke dalam rumah, tapi sebuah tangan menepuk bahu Celia. Celia menoleh ke belakang.
"Oh, mio Dio!" teriak Celia ketika ia melihat tubuh pria yang lebih tinggi darinya. "Siapa kau?! Pergi! Jangan apa-apakan aku! Pergi!"
*(Italia | Ya Tuhanku)
Pria itu mengernyit bingung lalu mengarahkan cahaya senternya pada wajahnya. Celia terkejut melihat wajahnya. Ya, ternyata pemimpin gangster itu. Suara gelak tawa terdengar menggelegar. Celia menoleh ke arah belakang Franco, di sana ada Abel, Victor dan Larvell yang sedang menertawakan Celia.
"Kalian," gumam Celia dengan kening berkerut.
"Kami dari hutan sekitar sini. Melanjutkan berburu," kata Victor.
Celia bertanya, "Dimana mobil kalian? Bukankah kalian tadi pagi membawa mobil dan kenapa kalian bisa tiba-tiba dari hutan?"
"Kami sudah pulang dari sejam yang lalu, apa kau tidak dengar suara mobil kami? Ahhh.. kau tidak mendengarnya, Celia. Kami sempat melihatmu sebentar, takut-takut kau hilang. Kau duduk di ruang tamu dan melamun," jelas Larvell.
"Dimana mobil kalian kalau memang benar kalian sudah pulang dari sejam yang lalu?" Tatapan Celia begitu skeptis.
Abel tersenyum kecut. "Pergi ke garasi!"
Setelah Abel mengatakan itu, ia dan yang lain meninggalkan Celia yang masih dalam kebingungan di luar. Celia menuruni beberapa tangga teras lalu menuju garasi di samping rumah tua. Empat mobil sport terparkir di dalam garasi.
Oh, ya ampun Celia. Ada apa denganmu? Kenapa kau merasa mereka menyembunyikan sesuatu padamu? tanya Celia dalam hati.
Gadis itu tidak menyadari jika ada seorang pria di belakangnya. Celia selama di rumah tua itu sering melamun. Memikirkan hal-hal yang dirasa aneh baginya. Hal aneh di rumah tua itu. Franco mendengar dan membaca isi pikiran Celia.
"Kau!" pekik Celia merasa kaget saat membalikan tubuhnya.
Franco kembali keluar rumah untuk menjaga Celia takut-takut ada orang yang menemuinya dirumah tua itu lalu membawanya pergi. Franco tidak ingin umpannya lepas sebelum rencananya berhasil.
"Kau sudah membuatku terkejut dua kali! Apa kau ingin memberhentikan denyut jantungku?" tanya Celia sedikit berteriak dengan nada kesal.
Denyut jantungmu akan berhenti saat hari balas dendamku tiba, batin Franco.
Celia menghela nafas. "Aku masih bingung kenapa kalian bisa dari hutan itu. Apa kau benar-benar berburu?"
"Kau tidak mempercayai kami?" tanya Franco balik.
"Bukan begitu, aku hanya merasa aneh. Tapi jika kalian berburu mana hasil buruan kalian? Aku lihat Abel hanya membawa tiga tas yang besar," jawab Celia hati-hati.
"Isi tas itu hasil buruan kami, kau ini banyak bertanya. Cerewet sekali! Memangnya kau ini siapa? Ingin tahu saja urusan orang lain," ketus Franco.
Franco berbohong. Isi tas itu berisi uang. Hasil buruan rampasan mereka. Celia hanya ber-oh-ria, ia tidak mau lagi banyak bertanya dan membuat masalah dengan Franco.
Hening...
Celia dan Franco saling beradu mata. Entah kenapa kedua mata Celia menatap bibir Franco. Bibir itu membuat Celia ingin menyentuhnya dengan jemari lentiknya. Begitu seksi bibir Franco. Bayangan nakal Celia datang dalam pikirannya, membayangkan bagaimana rasanya berciuman dengan pria dingin seperti Franco. Franco tersenyum geli mengetahui pikiran nakal Celia. Tiba-tiba Franco juga merasakan gairah untuk mencecap bibir seksi milik Celia. Celia tersentak ketika Franco memeluk pinggangnya, lalu menarik dagunya dan mendekatkan bibirnya. Franco mendorong tubuh Celia ke badan mobil untuk merapatkan tubuhnya. Franco merasa haus. Melihat bibir seksi Celia saja sudah membuat Franco b*******h. Sudah beberapa hari ini Franco tidak menebus kenikmatan dengan wanita simpanannya di klub.
Kejantanan Franco sudah mengeras di bawah sana, tapi Franco menahan gairah yang sudah diujung dengan mengingat jika gadis yang diciumnya bukan bahan pemuas nafsunya. Melainkan anak dari orang yang dibenci, Manfredo Gaspard. Celia merapatkan bibirnya. Celia merasa kaget, takut, marah, pikirannya menolak, tapi tubuhnya tidak bisa menolak.
Sial! batin Celia.
Franco melepas ciumannya dan kedua mata mereka saling menatap, deru nafas mereka sama-sama terasa. Wajah mereka masih berdekatan.
"Buang pikiran nakalmu karena itu bisa memancingku untuk menciummu," ucap Franco.
Celia merasa kedua pipinya memanas, kalau lampu garasi terang pasti Franco sudah melihat semburat merah dikedua pipi Celia. Celia merasa menyesal telah berpikiran nakal.
Bagaimana bisa dia tahu? Tanya Celia dalam hati.
"Aku tahu isi kepalamu dari caramu melihat bibirku," ucap Franco.
Celia tersipu malu dan memilih diam. Namun ada rasa marah di dalam hatinya karena Franco lancang menciumnya.
"Jangan sampai membuatku ingin menyentuhmu, jangan lagi menatapku dengan tatapan nakal seperti tadi." Franco mengintimidasi.
Celia membelalak matanya mendengar penuturan Franco.
Tidak akan! Tidak akan ku biarkan lagi kau menyentuhku! Teriak Celia dalam hati.
Gadis itu tidak ingin berteriak atau mengungkapkan amarahnya di depan Franco, mengingat ia menumpang di rumah tua itu. Kalau Celia menyemprotkan amarahnya, bisa-bisa Celia diusir oleh Franco. Sedangkan Celia tidak punya tujuan kemana dia akan pergi. Mulai saat ini Celia menjaga dirinya agar tidak lagi berpikiran nakal dan menghindari Franco mendekatinya saat suasana sepi. Ia takut kalau Franco menyentuhnya lagi, bayangan pemerkosaan membuat Celia bergidik ngeri.
"Apa ini ciuman pertamamu?" Pertanyaan Franco membuat Celia mematung.
Ucapannya mengapa selalu tepat? Ya Tuhan. Jika aku mengakuinya. Dia akan bangga atau mengejekku? Kata Celia dalam hati.
Sebelumnya Celia selalu menolak untuk membiarkan bibirnya disentuh, karena Celia ingin merasakan ciuman dari pria yang benar-benar mencintainya. Celia memiliki banyak mantan kekasih, tapi ia tidak pernah berciuman seperti tadi. Pria yang menjalin hubungan dengan Celia hanya sebatas karena adanya kecantikan dan keseksian yang dimiliki Celia. Melakukan hubungan seksual pun Celia tidak pernah, banyak kekasihnya yang mengajaknya berhubungan intim, tapi Celia tetap menolak. Saat Celia menolak disentuh, kekasihnya akan mencampakkannya begitu saja.
Franco baru menemui gadis seperti Celia Francesca. Dia pikir gadis itu jalang seperti gadis lain yang ia kenal. Franco menarik tangan Celia dan mengajaknya untuk kembali masuk ke dalam rumah.
*********