bc

See Me As Grizella

book_age16+
1.5K
FOLLOW
7.0K
READ
powerful
dare to love and hate
drama
tragedy
comedy
twisted
another world
first love
school
affair
like
intro-logo
Blurb

"Mau nggak jadi pacar gue?"

"Lo itu kenapa sih, Rave? Pacar lo saudara kembar gue!"

"Tapi gue cintanya sama lo, Grizelle!"

Hari keseratus jadiannya dengan Aarave justru menjadi hari pecahnya hati Grizella. Laki-laki itu ternyata menyukai kembarannya.

Note : eps 4 dan 5 kebalik

chap-preview
Free preview
I. Hari Jadi Keseratus
Jakarta, 2021. Gadis itu tersenyum mengusap kotak berwarna biru laut di pangkuannya. Matanya menyorot bening saat kembali mengingat gelas bertuliskan namanya dengan sang pacar, Aarave. Dia benar-benar tidak sabar sampai di pantai dan memberi kejutan kepada laki-laki itu. Hari ini hari penting bagi Grizella. Gadis itu ingin memberikan kejutan kepada Aarave karena sudah menjadi pacarnya selama seratus hari. Dia menduga Aarave tidak tahu tentang hal ini karena perayaan ini dia dapat dari hasil menonton drakor, jadi jarang dilakukan di Indonesia. Taxi berhenti tepat di depan gapura masuk sebuah pantai. Grizella tersenyum membaca papan bertuliskan nama pantai yang akan menjadi saksi dirinya dan Aarave nanti. Grizella pun bertanya biaya yang harus dia bayar. Setelah itu, dia turun begitu selesai membayar biaya taxi. Sekali lagi, gadis itu mengusap kotak hadiahnya sebelum dia menatap layar ponsel yang menunjukkan posisi sang laki-laki. Senyumnya tentu semakin merekah karena dia tidak sabar akan bertemu dengan Aarave. Kakinya mulai melangkah menapak mencari keberadaan sang pacar. Dia tidak sabar, benar-benar tidak sabar untuk bertemu dengan Aarave yang sedang menghibur saudari kembarnya karena baru saja putus dari pacarnya, Marva. Dia tidak sabar menatap wajah terkejut Aarave dan berhambur memeluknya. Dia harap, hari ini akan menjadi hari penuh dengan kebahagiaan dan tidak akan terlupakan untuknya. Grizella sengaja merencanakan ini untuk kejutan hari jadi mereka yang keseratus. Meski Aarave tidak tahu, tapi tidak masalah bagi Grizella. Sedari awal memang harus dia yang berusaha, sesuai dengan kemauan Aarave. Membantu laki-laki itu mencintainya. "Eh, itu dia!" pekik Grizella dengan senyum semakin lebar. Dia bahkan hampir berlari karena tidak sabar sampai. Sayang, langkahnya memelan menatap kedua anak manusia yang sedang duduk di bawah pohon itu. Posisi yang tidak mengenakan untuk dilihat oleh mata Grizella. Bahkan membuatnya meremat kado yang dia bawa. Melangkah sedikit dekat, ingin menegur mereka berdua, namun langkahnya terhenti begitu mendengar Aarave mengucapkan kalimat yang harusnya tidak dia ucapkan. "Gue suka sama lo." Grizella terdiam kaku mendengar kalimat itu muncul dari bibir pacarnya. Meski jaraknya tidak begitu dekat, telinga Grizella masih bisa mendengarnya. "Apaan, sih?! Nggak lucu, Rave!" respons Grizelle, saudari kembarnya sambil menabok keras bahu Aarave. Tampak gadis berparas sama dengannya itu tertawa. "Gue serius, Zelle!" Tangan Grizella semakin menguat memegang kotak kadonya. Pasti ini cuma bercanda! Aarave bilang akan belajar melupakan Grizelle dan memulainya dengan dirinya. Tidak mungkin bukan kalau laki-laki itu berbohong kepadanya? Aarave tidak sebrengs*k itu bukan? "Rave, gue habis patah hati, lo jangan macem-macem dan ngaco gini dong!" "Lo mau nggak jadi pacar gue?" "Rave!" pekik Grizelle, bahkan gadis itu sudah berdiri dan terlihat marah menatap Aarave. "Lo itu kenapa, sih, Rave? Pacar lo saudara kembar gue!" "Tapi gue cintanya sama lo, Grizelle." Grizella tidak kuat. Dadanya benar-benar sesak mendengar pernyataan cinta Aarave untuk saudari kembarnya. Dia tidak menyangka Aarave yang dikenalnya adalah laki-laki yang gemar membagikan omong kosong. Sialnya, Grizella dengan mudah percaya dan berharap banyak kepada Aarave. Bodoh! "Intinya, lo mau nggak jadi pacar gue, Zelle? Gue suka sama lo sejak dulu, tapi lo malah jadian sama Marva! Gue, gue nggak tahu harus gimana, makanya gue tembak Zella karena kalian sama. Gue ngerasa kalau lo pacar gue setiap gue lihat Zella!" Sedari awal dia memang tahu Aarave menjadikannya pacar untuk membantu dirinya move on dari Grizelle, tapi apa seratus hari tidak ada satu pun sikapnya yang membuat Aarave jatuh cinta? Apa usaha Grizella sia-sia? Atau sedari awal hati Aarave tidak berniat untuk melupakan Grizelle? Kalau memang iya, brengs*k sekali Aarave! Rasanya sakit sekali mendengar semuanya dengan jelas seperti ini. "Rave, gue-" Sialan! Grizella sudah tidak kuat lagi melihat mereka. Aarave keterlaluan, dia bahkan memeluk dan mencium Grizelle tepat di depannya. Meski mereka tidak sadar akan kehadirannya, tapi lebih baik kalau mereka tidak melakukannya di tempat umum! Dengan kasar, Grizella melempar kotak hadiah itu sembarangan. Dia memilih berbalik, tidak jadi memberikan hadiah itu untuk Aarave. Hari jadi keseratus? Omong kosong! Yang ada adalah hari di mana kebenarannya terungkap, dia hanya pelampiasan. Bodoh sekali karena Grizella tertipu dengan janji Aarave! Namun, setidaknya tujuan Grizella ada yang berhasil. Menjadikan hari keseratus mereka sebagai hari yang tidak akan pernah dia lupakan! °^°^°^°^°^° Di sisi lain, Marva tersenyum sinis menatap pemandangan itu, pemandangan yang benar-benar memuakkan dan membuat matanya perih bukan main. Pemandangan yang bahkan lebih lama dia nikmati daripada Grizella karena laki-laki itu mengikuti Aarave dan Grizelle sedari rumah mereka berdua. Meski tahu ini akan terjadi secepatnya, hatinya tetap terluka melihat Grizella pergi dengan tangis yang begitu menyayat hatinya. Marva pun melangkah mendekat ke tempat Grizella tadi. Mengambil ponsel dan memotret hadiah yang Grizella persiapkan, kemudian sengaja mengambil kotak yang Grizella buang, dua gelas yang tercecer di pasir pantai itu terlihat masih bagus dan sangat di sayangkan jika dibuang begitu saja. Dua gelas couple bergambar animasi lucu terbuat dari keramik yang cukup langka dan membekas di hati penerimanya. Harusnya Aarave senang mendapatkan ini. "Bodoh, bahkan lo jauh lebih bodoh daripada gue, Rave." Setelah itu, Marva lebih memilih pergi meninggalkan dua anak manusia yang kini saling tersenyum karena menyadari perasaan mereka. Perasaan bodoh yang Marva doakan agar mereka menyesalinya. Grizelle, gadis itu licik sekali. °^°^°^°^°^°^° "Kalian baru pulang?" tanya Rada sambil mengusap rambut putri bungsunya. Aarave menyalami Rada. Mereka memang baru sampai rumah setelah menghabiskan waktu berdua cukup lama. "Iya, Ma. Maaf, ya, agak telat," ucapnya. Aarave memang akrab dengan kedua orang tua Grizella dan Grizelle karena memang rumah mereka yang bertetangga. Bahkan mereka bertiga itu sahabat sedari umur 10 tahun. "Kalau gitu Arave pamit dulu, Ma." Begitu mendapat anggukan dari Rada, Aarave berbalik dan berjalan menuju rumah di samping kediaman keluarga si kembar. "Bunda, Arave pulang!" teriaknya begitu melangkah memasuki ruang tamu. "Mandi sana, Bunda udah masakin kamu enak nih!" "Siap, Bos!" Aarave segera berlari menaiki tangga dan menuju kamarnya, kamar yang balkonnya berada di depan balkon kamar Grizella dan Grizelle. Laki-laki itu segera menyalakan lampu dan membuka tirai pintu kacanya. Senyum melebar begitu menatap kamar Grizelle yang sudah terang. Namun, matanya beralih saat menyadari lampu kamar Grizella yang sudah mati pada jam makan malam seperti ini. Ah, dia jadi ingat kalau seharian ini dia lupa menghubungi pacarnya. Aarave harus secepatnya memutuskan hubungan mereka agar Grizelle tidak cemburu dan salah paham, bukan? Tangan Aarave segera meraih ponsel, tidak ada satu pun pesan dari Grizella. Sangat aneh, biasanya gadis itu akan menanyakan sesuatu yang tidak penting atau sekadar spam karena mencari keberadaanya. Eh, tapi masa bodohlah! Tugas Aarave sekarang hanya perlu memutuskan gadis itu. Jadi, segera saja Aarave mendial nomor Grizella. "Nomor yang Anda tuju sedang tidak aktif-" Tut. "Tumben HP-nya mati?" °^°^°^°^°^°^° Bersaing dengan saudara sendiri, rasanya tidak etis. Cemburu dan sakit hati karena saudaranya sendiri, rasanya sangat-sangat tidak baik. Namun, sebagai saudara seharusnya tidak menyakiti saudaranya, bukan? Grizella bingung sendiri, bahkan gadis itu belum beranjak dari pantai ketika sang fajar sudah tinggal semburat kemerahan yang ditunjukkan. Air matanya tidak bisa berhenti meski sekuat hati Grizella mencoba mencegahnya. Diliriknya ponsel yang tergeletak dan menampilkan nama sang mama di sana. "Halo, Ma?" jawabnya berusaha sebaik mungkin. "Kakak di mana?" Grizella terdiam cukup lama. Dia tidak ingin pulang untuk hari ini, selain karena hari yang cukup malam, Grizella juga belum ingin bertemu dengan Grizelle dan Aarave. "Zella main ke pantai, Ma. Mau nginep di resort karena udah malam. Zella takut kenapa-kenapa di jalan." "Sama siapa kamu? Ini Zelle sama Aarave udah jalan pulang, kamu kok sendiri?" "Zella tadi emang berangkat sendiri kok, boleh, ya, Ma?" "Ya udah." Akhirnya, Grizella mampu bernapas lega. Gadis itu segera beranjak dan mulai mencari resort terdekat untuk menginap. °^°^°^°^°^°^° "Pagi, Ma! Pagi, Pa!" Grizelle menyapa kedua orang tuanya dengan riang. Perasaan patah yang sempat membuat seisi rumah heboh sudah berganti menjadi bunga mekar yang mematahkan hati orang lain. Senyumnya cerah, sangat-sangat sejuk untuk dinikmati. "Pagi, Sayang," balas Rada dan Sean bersamaan. “Seneng banget kayanya kamu?” “Gara-gara dihibur Aarave kali, Pa,” jawab Rada kepada Sean. Grizelle lantas duduk dengan anggun setelah mengangguk mengiyakan ucapan sang mama. Sedetik dia tertegun saat menatap bangku kosong di sebelahnya. "Ma, kak Zella belum turun?" tanyanya heran. Biasanya, Grizella akan menjadi yang pertama duduk di sana setelah selesai membantu Rada menyiapkan sarapan. Rada menggelengkan kepalanya. "Kakak kamu belum pulang." "Maksudnya?" "Dia nginap di resort gitu, semalem kemaleman mau pulang," jelas Rada berhasil menciptakan rasa tidak nyaman pada diri Grizelle. "Oh," gumam Grizelle pelan, otaknya lantas berpikir tentang berbagai kemungkinan yang menyebabkan Grizella tidak pulang. Apakah kakaknya menyusul ke pantai kemarin? Apakah Grizella mengetahui bahwa Aarave dan dirinya berpacaran sekarang? Apakah ketidakpulangan Grizella karena Aarave memutuskan hubungan mereka? "Dimakan, Zelle, nanti dingin loh!" tegur Sean membuatnya tersadar. Grizelle akhirnya memakan sarapannya dengan perasaan tidak tenang. Tapi tidak mungkin bukan kalau Grizella tahu soal kemarin? °^°^°^°^°^°^° Grizella terbangun dari tidurnya, matanya yang sembab terasa berat untuk terbuka. Semalam dia menangis sampai ketiduran, makanya untuk membuka kelopak mata Grizella tidak bisa dibilang ringan. Tangannya meraih ponsel yang sengaja dia matikan sejak terakhir kali menghubungi mamanya. Dia benar-benar ingin ketenangan, lebih tepatnya tidak ingin membuat dirinya mempermalukan diri sendiri. Grizella yakin, sangat-sangat yakin bila semalam ponselnya dibiarkan hidup, pasti ratusan pesan akan dia kirim kepada Aarave. Entah untuk meminta penjelasan atau untuk berdebat sengit dengan Aarave. Gadis rambut sepundak itu menunduk, menatap gaun biru laut yang melekat indah di kulit putihnya. Rasa sesak itu datang lagi, gaun ini mengingatkannya tentang kejadian kemarin. "Kuat, Zella, nggak boleh sedih dan benci sama adik sendiri. Kalau emang Zelle bahagia sama Aarave, lepasin aja, ya?" gumamnya pada diri sendiri. Dia mendongak, menatap langit-langit kamar yang putih bersih. Air matanya ternyata belum mengering, butirannya masih sanggup jatuh bebas melewati pipi mulusnya. "Makasih," gumamnya lagi dengan senyum pahit setelahnya. Grizella berjanji akan menjauhi Aarave tanpa diminta dan akan membiarkan mereka bahagia. Jadilah, dia kembali menghidupkan ponselnya. Ternyata ada beberapa panggilan tidak terjawab dan beberapa pesan dari Aarave. Bisa ketemu hari ini? °^°^°^°^°^°^°^° Bandung, 2014. “Ma! Ini taruh di mana?” Grizella kecil berlari membawa tiga buku cerita terbaru yang papanya bawakan saat dinas ke luar kota. Rada yang sedang mengepak baju sang anak pun menoleh. “Kamu taruh aja di atas kasur, ini Mama rapihin punya Grizelle dulu, ya?” Grizella mengangguk. Gadis itu pun membuka koper miliknya yang masih kosong. “Aku masukin baju aku boleh, Ma? Biar cepet.” “Boleh,” ucap Rada dengan senyum. Ibu satu anak itu merasa senang diberikan putri kembar identik yang cerdas dan cantik. Dia juga bangga, terlebih kepada Grizella si putri sulungnya. Gadis cilik itu tampak mandiri dan begitu mengerti dengan keadaan mamanya yang sedang sibuk. “Ma, kenapa harus pindah? Temen Zella udah banyak di sini. Mereka nangis karena Zella tinggal.” “Papa dipindah tugas ke Jakarta, Sayang. Kita ikut biar papa nggak usah bolak balik.” “Jakarta jauh, ya, Ma, dari sini?” tanya Grizella dengan polos. Rada tertawa pelan. Ibu si kembar itu kemudian menjelaskan dengan sabar jarak Jakarta dengan Jawa Barat itu tidak terlalu jauh, namun jika tinggal terpisah dengan papa mereka, pasti sang papa akan kesepian. °^°^°^°^°^°^°

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Byantara-Aysha Kalau Cinta Bilang Saja!

read
284.8K
bc

DENTA

read
17.1K
bc

Head Over Heels

read
15.9K
bc

Tentang Cinta Kita

read
190.5K
bc

(Bukan) Pemeran Utama

read
19.6K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
206.0K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook