02. The Evil Queen (2)

2195 Words
Natella memperhatikan pantulan wajahnya dari cermin kecil yang ia pegang. Matanya masih bengkak akibat menangis semalam, untung concealer yang dipolesinya disekitar mata cukup menutupi itu. Sempurna, make up yang melapisi wajah cantiknya tidak ada cacat sedikitpun. Dia juga mengenakan anting hoops yang membuat penampilannya terlihat makin menarik. Dengan senyum yang sengaja ia kembangkan, cewek itu berjalan ke arah sebuah meja yang diduduki oleh enam orang yang sedang mengrobol. Dia langsung duduk di sebelah Arkasa, cowok yang sempat meliriknya sebentar kemudian langsung buang muka, sedangkan empat lainnya memberikan fokus sepenuhnya ke arah Natella, menghentikan oborolan seru mereka sebelumnya, mungkin terganggu. Sadar diabaikan oleh laki-laki disebelahnya, Natella tetap tidak menghilangkan senyum dari wajahnya. Dengan lembut dia berkata, "Arka haus ya? Ini aku bawain Vanilla Frappe." ucapnya sembari meletakkan minuman yang ia bawa ke atas meja. Perbuatannya itu tentu semakin menjadi pusat perhatian orang-orang yang kebetulan ada di kantin, terutama yang duduk di meja yang sama dengan Arka. Natella kemudian meletakkan kotak Pizza yang ia bawa ke atas meja, "ah, aku juga bawain Pizza untuk kalian, di makan ya." lanjutnya manis. Benar-benar manis, seperti Natella yang mencaci-maki Arka dengan berbagai serapahan kotor kemarin menghilang di culik peri apinya mimi peri. "Kok pada natap aku begitu, sih?" tanyanya heran, dia menatap sinis ke arah cewek yang duduk paling ujung sebentar kemudian pandangannya terarah pada Aji, satu-satunya cowok selain Arka yang duduk di bangku itu. "Jangan diliatin doang Ji, ayo di makan." Tawarnya manis. Aji mengangguk, terpana dengan senyum manis Natella, ini cewek kalau lagi cemberut sama senyum bedanya bisa sampe 180 derajat. Aji membuka kotak Pizza yang tadi dibawain Natella, kemudian mengambil satu potongan, tidak lupa menawarkan teman-temannya yang lain, yang tentu saja menolak halus. Sedangkan Natella masih belum menyembunyikan senyum lebarnya, tidak peduli dengan 3 orang cewek yang duduk di bangku ini memberinya tatapan risih terang-terangan. "By the way, aku boleh pinjam Arka-nya bentar?" tanyanya basa-basi. Namun tnpa menunggu jawaban siapapun, dia langsung menarik tangan Arka yang daritadi hanya diam itu beranjak dari sana. Sekesal ataupun semarah apapun Arka padanya atas perbuatan labilnya kemarin, Natella tahu kalau Arka bukan tipe yang suka mempermalukan orang lain. Setuju ataupun tidak untuk diajak pergi, Arka tidak akan menghempaskan tarikkan tangan Natella, tidak di depan orang lain. "Beneran sakit jiwa itu cewek. Fix psikopat!" Nadine, cewek mungil yang duduk di meja itu langsung menyuarakan isi hatinya yang terpendam setelah Natella dan Arka dilihatnya menjauh. "Jelas-jelas gue kemaren ngintip apa isi chatnya dia ke kak Arka. Kak Arka dikatain anjing, b******k lah segala macem. Ga habis pikir deh gue." "Iya. Gue pikir kak Arka bakal terbebas beneran dari jeratan ular betina kayak dia. Eh, malah ditarik masuk lagi." Lisa merespon, "Gue kadang kasian sama Kak Arka, dia kayak terpaksa gitu berada dalam status tanpa cinta dengan si ular betina. Mending sama Mentari kemana, iya ga, Tar?" Lisa kemudian melirik ke arah Mentari, meminta persetujuan si cewek kalem yang terus diam daritadi. Mentari menggeleng, "Kak Arka sama kak Natella cocok kok," jawabnya seadanya. "Cocok apanya? Kak Arka tuh pangeran, si Natella mah evil queen." Nadine merespon tidak terima, nada suaranya penuh emosi. Cewek mungil itu sebenarnya tidak mengerti kenapa dia bisa seterbawa perasaan begini kalau membicarakan Natella. Mahasiswi ilmu komunikasi yang entah kenapa bisa jadian sama pangeran di fakultas mereka. "Kalian tuh kenapa sih? Mending di makan Pizza-nya," ajak Aji, cowok berbadan agak besar itu sudah melahap potongan kedua. "Diomongin sampai mulut berbusa juga yang tahu hubungan mereka cuma mereka berdua." "Helah, emang kita semurah elo disogok pakai Pizza langsung layu?" balas Nadine sewot. "Mending kita berdoa aja, Din, moga-moga kak Arka kali ini ditunjukkan jalan yang benar dan menolak si wanita psiko itu. Serem tahu, kita jadi ga enakkan kalau deket-deket sama kak Arka. Padahal kak Arka kan baik banget." ucap Lisa selanjutnya yang tentu saja disetujui Nadine. Oh tentu, mereka hanya beberapa mahasiswi kedokteran yang tidak menyukai Natella. *** Natella telah memasang raut semelas mungkin, sementara Arka memilih memandang ke arah lain. Kemana saja asal tidak Natella yang matanya sedikit berair. Kedua orang itu sedang berada di belakang toilet gedung H, tempat yang dipikir Natella sepi untuk membicarakan hal serius. "Arka marah ya sama aku?" tanya Natella pelan. Dia menatap sendu cowok yang hampir dua puluh centi lebih tinggi darinya itu. Iya, Arka pasti marah, itu jelas dan Natella tahu. Kejadian Natella mencaci maki Arka sampe minta putus belum genap dua puluh empat jam berlalu. Ucapannya terlalu kasar. Bahkan Natella yakin dia tidak mau memaafkan begitu saja orang yang sudah menudingnya seenaknya dengan kata-kata keterlaluan. Dan Natella belum lupa bagaimana cowok ini sangat membenci hal-hal yang tidak sopan dan diperlakukan seenaknya. "Iya, aku tahu aku salah. Menyimpulkan tanpa mikir dan cari tahu dulu. Mulut aku jahat. Gausah dengerin kata-kata aku kemaren, aku kilaf." Ucapnya pelan, sebisa mungin mengeluarkan nada suara bersalah. Karena Natella memang merasa bersalah.. "Aku lagi 'dapet' makanya impulsif." Lanjutnya beralasan, mencoba menyalahkan hal lain agar dirinya tidak terlihat salah-salah amat. Natella mendengar decakkan Arka, yang masih belum sudi memandang ke arahnya. Natella kemarin memang keterlaluan, sangat malah. Apalagi untuk cowok sensitif seperti Arkasa, "Iya deh, emang salah aku. Pokoknya salah aku." Tekannya, mengingat kalau cowok ini tidak suka apabila dia melemparkan kesalahan ke hal lain. "Maafin aku ya, Ka? Aku sayang sama kamu dan gamau kehilangan kamu." Lanjutnya lagi, kedua tangannya memegang tangan kanan Arka, memberikan pergerakkan sedang memohon. Sayangnya, cowok tinggi itu tetap tidak merespon, hanya memberikan kesan dinginnya yang cuek. Salah siapa langsung menuduh tanpa pikir panjang? "Arka, tatap aku dong." Pintanya, mulai frustasi. Memang tidak gampang berdamai sama cowok satu ini, Arka jarang marah tapi dia juga bukan tipe yang mudah memaafkan. "Aku kan udah minta maaf dan ngaku salah." "Minta maaf dan ngaku salah aja ga cukup, Nat." ucap cowok itu kalem, berbicara untuk pertama kali. Deg. Kenapa kata-kata Arka barusan begitu dingin dan membuatnya tertohok? "Aku janji gabakal ngulang lagi." Balas Natella semakin pelan. Arka kemudian mengarahkan tatapannya ke arah Natella. "Kamu tahu ga apa kesalahan kamu?" tanyanya tenang, tapi dingin. Ini cowok yang biasanya terlihat polos dan manis di mata Natella kenapa jadi serem dan dingin kayak begini, sih? Sesebal itu, kah? Natella tentu mengangguk. "Salah aku banyak." Balasnya yakin. Alis tebal Arka terangkat, menunggu Natella mengabsen apa saja kesalahannya. "aku udah nuduh kamu selingkuh, ga percayaan sama kamu, terus ngomongin kamu b******k, b******n, jahat, gatau malu, anjing, di line. Terus bilang benci sama kamu. Itu ngga sopan, aku tahu." Natella bernapas sebentar, dia sudah menghapal apa saja hal-hal tidak sepatutnya yang ia katakan kemarin. "Aku juga ngangkat telepon kamu dan marah-marah, ngomong kotor lagi. Aku juga bilang kamu murahan. Maafin aku ya." Pintanya setelah menyebutkan semua kesalahan yang dia ingat. Sayangnya, Arka terlihat masih menunggu jawaba lain. "Terus?" "Aku ngomongin Mentari p***k. Iya, aku salah." "Terus?" "Aku juga sempet ngomongin kamu di intastory." "Terus?" Tanyanya lagi. Dahi Natella berkerut bingung. "Apalagi sih, Ka? Itu sudah semua." "Kamu belum merasa salah kalau gitu." An to the jinx. Natella menyerapahi cowok ini lagi, untung dalam hati. Karena kalau dia betulan mengeluarkannya, urusan akan semakin panjang. Kayaknya lebih ribet minta maaf ke Arka deh daripada minta maaf sama dosen yang lagi sebal ke kita. "Kamu kasih tau aja kalau gitu. Aku lupa." "Kamu ga serius minta maaf." 'Gue udah mohon-mohon begini daritadi sampai bolos kelas buat ke starbucks dan beli pizza, ga serius apanya sih anjing? 'Keluh Natella dalam hati, berusaha menahan sisi pemberontaknya untuk tidak keluar. "Maafin aku ya, Ka. Aku beneran lupa." Natella memberikan jawaban aman. "Coba kamu kasih tau aku apa lagi." "Kamu ngomongin diri kamu sendiri bitch." Gumamnya. Dahi Natella berkerut, tidak mengerti."Itu juga kesalahan?" tanyanya bodoh. "b***h means jalang, anjing betina, cabul." Arka menjelaskan. Natella dalam hati langsung menggerutu, 'memangnya bahasa inggris gue sebego itu sampai gatau arti b***h apaan?' Cowok berkemeja putih rapi itu kemudian melanjutkan lagi, "Jangan merendahkan diri kamu sendiri, Nat. Aku gasuka." Natella membasahi bibirnya yang terasa kering. "b***h itu singkatan dari beautiful, intelligent, talenter, creative and honest, tahu." Ucap Natella masih bisa ngeles disaat begini. Namun langsung dia sanggah di detik berikutnya, "Iya, iya. Aku minta maaf juga untuk itu.". "Kamu masih punya satu kesalahan lagi." Arka memberitahu, membuat Natella sontak melepaskan pelukannya yang tidak di balas cowok tinggi itu. 'Apalagi, sih ka? Kok banyak amat kesalahan gue?' Natella lagi-lagi mengeluhkan dalam hati. Berpacaran satu setengah tahun dengan Arka membuatnya berpengalaman dalam beberapa hal, salah satunya berpura-pura mengalah sepenuhnya seperti yang ia lakukan sekarang, "Apa?" Tanya Natella. Sudah kelewat pasrah dan tidak mau berpikir lagi. Selama ini, Natella selalu berusaha sebisa mungkin untuk tidak cari gara-gara sama Arka karena dia tidak mau Arka meninggalkannya. "Kamu mutusin aku." Gumamnya pelan. "Kan tadi aku udah bilang aku lagi impulsif, jangan didengerin yang itu!" balas Natella cepat. Dia takut kalau Arka akan memperpanjang persoalan yang ini. Natella belum sanggup untuk putus beneran dari Arka. Lagian kenapa kemarin dia ga cari tahu dulu kebenaran baru main tuduh-tuduh gitu, sih? Mana nuduh dan caci-makinya tidak tanggung-tanggung lagi. "But, I listened." Natella menggigit bibir bawahnya, makin pusing. Lalu, dia menatap ke arah Arka yang juga menatap ke arahnya. "Maaf, Ka. Aku salah dan bener-bener minta maaf. Aku janji akan memperbaiki dan gabakal ngulangin lagi." Natella mengatakan dengan nada suara pelan yang sungguh-sungguh, dibuat agar terdengar sungguh-sungguh sebetulnya. Cowok itu kemudian memberikan anggukan singkat. "Ok, dimaafin." Barulah senyum cerah Natella datang lagi. "Damai kan kita?" tanyanya meminta persetujuan. Arka memberikan anggukan singkat, kembali menjadi si Arka yang lugu dan menggemaskan di mata Natella. "Sini peluk dulu." Natella melebarkan ke dua tangannya yang langsung di sambut Arka. *** Kalau saja Jeana tidak memaksanya membuka instastory Aji, mungkin Natella masih menangisi kesalahpahamannya terhadap Arka hingga detik ini. Natella betulan ingin berterimakasih dengan siapapun pencetus instastory, karena berkat fitur ** tersebut, hubungannya dengan Arka bisa terselamatkan. Cowok itu tidak mungkin menjelaskan dengan mulut sendiri, mengingat dia tidak mencoba menghubungi Natella ataupun tidak mengangkat telepon Natella sejak dia sadar atas kesalahpahamannya. Iya, yang kemarin itu benar-benar salah paham. Setelah membuka instastory Aji, barulah Natella sadar kalau Arka membantu juniornya itu untuk melobby sponsor di GI. Cewek yang disebelah Arka itu Nadine, bukan Mentari. Siapa suruh bentuk belakang mereka mirip-mirip? Natella memang bisa sesensi itu kalau udah bawa-bawa Mentari. Dan mereka pergi hanya bertiga, ada Aji, Arka dan Nadine. Dalam instastorynya Aji, cowok berbadan besar itu mengatakan kalau dia benar-benar mengidolakan Arka yang meskipun bukan urusannya, Arka tetap mau direpotkan dan membantu junior-juniornya dalam berbagai hal, termasuk mencari dana. Natella tahu kalau cowoknya memang kadang sebaik itu sama siapapun. Tapi, tetap saja, meskipun mereka sudah damai sepenuhnya, beberapa persen dalam diri Natella masih merasa kesal. Bagaimapun, Arka lebih memprioritaskan organisasinya daripada Netella. Selalu begitu. "Nat, gila lo ya. Kok bisa balikkan sama Arka!" Meira yang baru tiba di kamar Jeana langsung mengatakan itu setelah melihat keberadaan Natella. "Ya bisa lah. Gue sayang sama di," jawab cewek itu masa bodoh. Mereka sedang piyama party di rumah Jeana. Kegiatan bulanan yang selalu cewek-cewek cantik itu lakukan sambil membicarakan hal-hal tidak penting seperti lelaki, rambut dan make-up. "Lagian yang kemaren cuma salah paham. Lo sih udah fitnah cowok gue." lanjutnya tidak terima, mengingat awal kesalahpahaman itu dimulai dari foto yang dikirim Meira. Meira berdecak. "Dih siapa yang fitnah?" cewek berambut pirang itu tidak terima. "Anak-anak pada ngomongin lo ga waras dan terobsesi sama Arka, tau ga?" tanya Meira dengan raut tidak habis pikir. Meira memang setidak suka itu melihat hubungan Natella dengan Arka karena cowok temannya itu terlalu dingin dan cuek. "Memangnya kenapa?" "Harga diri lo minus? Lo gamalu sampe mohon-mohon minta maaf sama Arka di sebelah gedung kedokteran sampai sujud di kakinya?" Natella bingung sendiri. "Lo tahu darimana, Ra?" "Dari sepupu gue yang anak kedokteran. Gossipnya udah menyebar." Ucap Meira tidak habis pikir. . "Gue emang minta maaf. Tapi gapernah sampe sujud juga kali di kaki Arka." balas Natella membela diri. Sedangkan Jeana dan Dennisa yang tadinya sedang mengoleskan masker menatap sepenuhnya ke arah dua orang temannya yang tengah beradu argumen itu. Lagian siapa sih yang nyebarin? Natella yakin kalau hanya ada dia dan Arka ketika mereka berbicara empat mata. Mana mungkin Arka yang nyinyir, kan? Atau ada yang menguping? "Bersihin nama lo. Anak spice girls itu disembah, bukan menyembah." ucap Meira lagi. "Gue sedang mikirin caranya ini. Nama lo harus kembali wangi kayak parfum gue." Natella hanya memberikan jawaban jutek, "lo gajelas banget deh, Ra." "Ini karena gue prihatin dan sayang banget sama lo, cun." balas cewek yang tengah sibuk membuka plastik masker itu. "Kenapa ga putus aja sih, nyet? Kan mayan kalau lo putus beneran bisa makan-makan elit di Thamrin." Natella memutar bola matanya malas. Memang ada perjanjian di antara mereka. Siapapun yang putus, harus traktir. Semakin lama waktu jadian, traktiran semakin mahal. Dan diantara mereka berempat, memang Natella yang bisa pacaran lebih dari setahun. "Nat, lo sayang banget ya sama Arka?" Dennisa bertanya, kenapa harus menanyakan sesuatu yang sudah jelas? Natella menjawab dengan anggukan. "Ah sayang banget, padahal temen gue ada yang naksir elo banget. Ditolak nih dia?" Natella mengangguk masa bodoh. "Gimana kalau Arka bukan jodoh Nate?" Giliran Jeana yang kemudian bertanya. Dia merasa yang paling dekat dengan Natella dan tahu dikit drama-drama yang kedua orang itu hadapi. Natella menatap handphonenya dengan pandangan tak peduli, "Kalaupun Arka bukan jodoh gue, tinggal minta aja ke bokap nyokap biar gue dijodohin sama Arka." jawabnya enteng. Kemudian kepala cewek itu langsung ditoyor oleh Meira yang berada disebelahnya. Sementara Dennisa dan Jeana hanya memberikan gelengan kepala aneh untuk Natella. "Lo beneran kayak cewek-cewek antagonis di FTV yang hopeless romantic dan bakal melakuin apa aja demi cinta." Dennisa berkomentar lagi. Sedangkan Natella masih tidak peduli, lebih asik memainkan handphonenya untuk menghubungi cowoknya itu yang pastinya sedang belajar. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD