PART 6

1714 Words
Pukul 15.10 WIB Aura sedang meyiapkan baju yang akan ia kenakan dan segera bergegas mandi. Ia sudah mengingatkan kepada Dirga untuk mengantarkannya ke rapat kepanitiaan sie perlengkapan yang telah diberitahukan oleh Fasa dua hari yang lalu. Dirga sudah membalas chat w******p nya dan mengabari bahwa akan berangkat ke rumah Aura pada pukul 15.30 WIB setelah ia selesai dengan kuliah terakhirnya hari ini.  "Kamu mau kemana sore-sore gini, Dek?" tanya Haqi yang kebetulan berpapasan dengan Aura yang sudah selesai mandi saat ia keluar dari kamarnya. "Rapat kepanitiaan, Mas," jawab Aura sembari berjalan kearah jemuran untuk menjemur handuknya.  "Dimana? Kampus kah?" tanya Haqi dengan penasaran. "Di Bakso Kleng*r daerah Seturan, Mas," ucap Aura lalu melemparkan handuk kepada Haqi.  "Apaan ini? Minta dianter?" protes Haqi sembari mengalungkan handuknya di leher.  "Kan Mas Haqi belum mandi seharian. Makanya mandi sekarang!" jawab Aura dengan malas dan masuk ke kamarnya.  Aura langsung melakukan ritual make up natural nya. ia hanya butuh Mousturizier, Sun screen, Concealer, Loose Powder, dan yang terakhir untuk bibirnya ia menggunakan Lip Tint. Lalu ia mengganti daster rumahan nya dengan kemeja flanel kotak-kotak berwarna abu-abu dengan list warna putih yang dipadukan dengan celana kulot jeans berwarna hitam. Setelah merasa sempurna dengan penampilannya ia mengambil waistbag berbahan kulit yang berwarna hitam pada gantungan tasnya dan menata apa saja yang harus ia bawa.  Aura beranjak dari tempat tidurnya dan turun ke ruang keluarga sembari menunggu kedatangan Dirga. DI ruang keluarganya terlihat bunda dan kakak laki-lakinya yang sedang bersantai menonton televisi. Tapi Haqi sepertinya lebih berminat memakan camilan yang berada di meja dan mengajak ngobrol bundanya yang dibalas omelan karena mengganggu fokus bundanya dalam menonton drama korea yang ditampilkan di layar televisi.  "Ngapain duduk disini?" protes Haqi saat Aura menyandarkan tubuhnya pada bahu Haqi dengan manja.  "Sandaran doang lho, Mas. Sewot banget jadi cowok," jawab Aura dengan cemberut.  "Halah! pasti ada maunya kamu," ujar Haqi sembari mengelus rambut Aura dengan lembut.  Aura memandang kearah bundanya yang sepertinya masih sangat fokus menonton drama korea karena tidak terusik dengan adu mulut kedua anak-anaknya, "Kasih sangu dong, Mas! Aku nggak ada uang cash," bisik Aura agar tidak terdengar oleh bundanya jika bundanya tahu ia akan kena omel habis-habisan oleh bundanya. Ia sudah sering sekali seperti itu selalu jarang memiliki uang cash karena sudah terlalu sering bertransaksi menggunakan uang digital dengan dalih jika ia memiliki banyak uang cash nantinya malah jadi boros pengeluarannya. "Dompetku di kamar. Ambil seratus lima puluh. Terus balikin ke tempatnya lagi," jawab Haqi dengan malas.  "Makasih! terbaik emang kakak aku yang satu ini," bisik Aura dengan cengengesan.  Aura langsung beranjak cepat ke kamar Haqi. Haqi hanya menggeleng-gelengkan kepalanya saat melihat adik perempuan satu-satunya menaiki tangga rumahnya dengan semangat. Kelakuan adiknya tersebut memang sangat ajaib. Tapi ia sangat senang jika pulang ke rumah setiap minggunya ataupun saat ada tugas kerjaan di Yogyakarta karena ia bisa berkangen ria dengan bunda dan adiknya yang absurd itu.  "Tumben ini duit cash banyak kali," batin Aura dengan menghitung lembaran uang lima puluh ribuan yang tertata rapi di dalam dompet kakak laki-lakinya kemudian ia langsung mengambil uang seratus lima puluh yang boleh ia ambil dan mengembalikan dompet tersebut ke dalam saku celana yang tergantung di gantungan baju.  Aura mampir ke kamarnya sebentar untuk mengambil charger hand phone nya. Lalu ia langsung melangkah kembali ke ruang keluarga dan duduk kembali di samping Haqi.  "Adek mau kemana?" tanya Kirana saat melihat anaknya sudah rapi akan bepergian.  "Ada rapat kepanitiaan, Bunda," jawab Aura dengan mengusap lehernya.  "Sore banget berangkatnya. Kamu naik apa? kan motornya di kos an Dirga," introgasi bundanya. Susah memang menghadapi Bundanya yang over protect kepadanya. Tiba-tiba bel rumah berbunyi. Siapa lagi si pemencet bel tersebut jika tak lain adalah Dirga orang yang ia tunggu-tunggu sejak tadi. Haqi yang tidak ingin ikut campur dengan obrolan kedua perempuan dihadapannya itu langsung berjalan ke ruang tamu untuk membukakan pintu sang pemencet bel.  "Dek, ojekmu dateng!" teriak Haqi yang terdengar hingga ruang keluarga.  "Aura sama Dirga kok, Bun. Nggak bakalan deh pulang malem-malem. Ya ya ya?" ucap Aura meyakinkan Bundanya dan menggunakan waistbag nya. Aura yang sudah mendapatkan izin dari Bundanya langsung melangkah cepat ke ruang tamu. Kirana mengikuti langkah anak perempuannya untuk menemui Dirga.  "Lama banget sih? udah telat ini. Ayok langsung berangkat!" omel Aura.  "Dirga baru juga nyampe, Dek. Biarin dia minum dulu," ucap Kirana yang disalami oleh Dirga, "Bunda titip Aura ya, Nak. Jam delapan maksimal di luarnya dan sudah harus sampai rumah ya". "Siap Bunda! Nanti Dirga anterin pulang lagi sebelum jam delapan," ucap Dirga dengan semangat.  Pukul 16.10 WIB mereka berdua baru bisa meninggalkan rumah Aura. Aura sejak tadi hanya diam. Dirga tahu sahabatnya ini pasti sedang ngambek dan dia tahu caranya agar Aura tidak diam seribu bahasa kepadanya.  "Dirga! pelan-pelan dong bawa motornya!" protes Aura sembari memukul helm lelaki tersebut.  "Katanya tadi udah telat. Makanya gue ngebut," jawab Dirga dengan santai.  "iya emang harus cepet. Tapi nggak kayak orang kesetanan gitu dong. Helmku sampai mau terbang ini," jawab Aura dengan memegangi tali helmnya yang dibalas Dirga dengan tawanya dan akhirnya mengurangi kecepatannya menjadi normal.  "Kan gue udah bilang lu kabarin grup lu kalau datengnya telat kan bisa. nggak ada salahnya juga kalau lu telat kecuali jabatan lu ketua sie ya emang kudu duluan. Lagian juga gue telat jemput karena kuliah bukan ketiduran kayak biasanya," ucap Dirga.  "Ya kan nggak enak kalau telat," jawab Aura dengan cemberut.  Akhirnya pukul 16.39 WIB mereka sampai juga di parkiran Bakso Kleng*r. Aura langsung turun setelah motor Dirga mendapatkan tempat parkir dan memberikan helmnya pada Dirga. Lalu ia bergegas mencari meja tempat kumpulan rapat sie nya yang sudah diberitahukan oleh Lifa yang sudah tiba duluan di lokasi.  "Maaf telat teman-teman dan Mas Fasa! Tadi yang ngatar baru selesai kuliahnya sore," ucap Aura setelah menemukan tempat kumpul mereka.  "Nggak papa, Dek. Duduk aja. Udah pesen makanannya?" tanya Fasa.  "Belum, Mas. Nanti sekalian aja sama temen saya pesennya," jawab Aura dengan cengengesan.  Aura langsung duduk di samping Lifa yang memang kebetulan kosong. Kemudian ia mengeluarkan notes, Pulpen, dan hand phone dari dalam waistbag nya.  "Udah sampai mana pembahasannya, Lif?" bisik Aura.  "Baru mulai jam setengah empat kurang kok. Jadi baru tanya kabar kayak biasanya aja, Ra," jawab Lifa, "By the way pawang mu kemana?". "Oh iya! Aku malah lupa sama Dirga," ucap Aura sembari menepuk jidatnya.  "Kenapa, Ra?" tanya Raga yang duduk dihadapannya.  "Anu, Mas. Saya lupa sama temen saya," jawab Aura dengan meringis.  Hand phone Aura berkedip-kedip pertanda adanya pesan w******p dari Dirga.  Dirga Ogeb: Gue di dua meja dari kumpulan kalian. Belakang lu. Kagak usah tolah toleh nyari-nyari. Dirga Ogeb: Udah pesen belum? sekalian gue pesenin kalau belum mah. Dirga Ogeb: *Mengirim foto* Me: Hilih! Belum pesen. Pesenin bakso klenger komplit sama es cincau selasih s**u. Bayarnya ntaran bareng aku ya! Dapet traktiran dari Mas Haqi.  Dirga Ogeb: Oke. Udah lu fokus rapat lagi. Fasa ngeliatin gue terus nih.  Aura bingung dengan jawaban Dirga. Lalu ia ingin membalas chat itu.  Dirga Ogeb: Kagak usah di bales Njirr!  Tapi tiba-tiba chat baru dari Dirga membuatnya mengakhiri acara mengetiknya. Ia langsung mematikan layar hand phone nya dan fokus mengikuti rapat kembali. Rapat berjalan dengan lancar hingga akhirnya makanan pesanan teman-temannya datang. Pesanannya belum datang karena tempat tersebut sangat ramai jadi ia harus menunggu dengan sabar.  "Ada pembahasan lain lagi nggak? kalau nggak kita tutup aja rapatnya terus lanjut makan-makan," ucap Fasa dengan diplomatis. Semua anggotanya mengatakan "tidak" dan akhirnya rapat tersebut selesai juga. Kemudian mereka mengambil makanan dan minuman yang mereka pesan untuk mereka santap.  "Maaf ya, Dek! Kita makan duluan," ucap Fasa sembari menatap Aura.  "Nggak papa kok, Mas. Saya juga udah dipesenin sama temen saya," jawab Aura dengan senyumnya.  "Mbak Aura dianter siapa, Mbak? Pacar ya?" tanya Ayu yang berada di sebelah Lifa.  "Nggak kok. Sama temen aku, Dek," jawab Aura dengan cengengesan.  "Tak kira pacarnya e Mbak. Hehe. Soalnya dari sini tadi keliatannya Mbak di bonceng sama cowok," ucap Ayu dengan cengirannya.  "Bukan kok," jawab Aura dengan tegas.  "Namanya siapa, Mbak? Masih jomblo nggak? Satu Fakultas?" tanya runtut Ayu.  "Ngopo sih kowe Yu? gek madang gelak wes ora panas meneh baksone! Nggak usah ditanggepin Mbak Aura. Dia tuh cuma mau gateli aja," jawab Rafi dengan dingin yang duduk disamping Raga.  "Udu urusanmu juga kali!" protes Ayu.  "Wes gek ndang madang wae kowe cah loro!" ujar Raga menengahi mereka.  Makanan mereka sudah habis satu persatu dan setelah sesi foto bersama banyak yang pamit pulang terlebih dahulu karena ada acara lain setelahnya. Pesanan Aura masih belum datang sedari tadi. Lalu ia melihat kearah meja Dirga. Sahabatnya itu sibuk dengan hand phone nya dan hanya ditemani oleh segelas es jeruk yang sudah diminum setengahnya plus segelas es cincau selasih s**u yang masih utuh.  "Pesenannya belum dateng ya, Dek?" tanya Fasa yang sudah pindah tempat disamping Raga.  "Kalau minumnya udah, Mas. Itu ada di meja temen saya. Kalau Mas Fasa dan Mas Raga mau balik duluan nggak papa kok, Mas," jawab Aura dengan tidak enak.  "Ya udah kita balik duluan ya. Soalnya Mas ada rapat lagi setelah ini," jawab Fasa.  "Iya, Mas. Maaf ya tadi malah telat banget," ucap Aura.  "Nggak papa kok, Dek. Tadi juga banyak yang pada nggak on time," ucap Fasa sembari berdiri dari duduknya, "Yuk kita anter ke mejanya Dirga". Aura terkaget ternyata Fasa masih mengingat Dirga. "Pantas saja tadi Dirga bilang dilihatin sama Fasa" batinnya.  "Nggak usah, Mas. Biar saya sama Lifa aja," jawab Aura.  "Nggak papa. Lagian sekalian jalan ke parkiran," ucap Raga.  Akhirnya mereka berempat berjalan kearah meja Dirga. Dirga yang merasa digeruduk menatap Aura dengan bingung.  "Udah selesai ya?" tanya Dirga dengan berdiri dari kursinya. "Udah, Ir" jawab Aura, "Makasih ya Mas Fasa, Mas Raga".  "Sama-sama. Sorry udah nunggu lama ya, Bro," jawab Fasa sembari menyalami Dirga.  "Santai kok, Bro. Mau langsungan apa gabung kita-kita nih?" ucap Dirga dengan welcome.  "Gue langsung pulang, Ga, Ra," jawab Lifa.  "Lha kenapa, Lif?" tanya Aura dengan kening mengkerut.  "Lifa pulang bareng aku, Ra," jawab Raga dengan lempeng.  Aura dan Dirga langsung menatap heran kearah Lifa yang terlihat salah tingkah. Sepertinya ada cerita yang terlewat dari sahabat mereka tersebut. Tapi mereka tidak sempat menanyakannya saat ini karena Fasa dan Raga sudah pamit terlebih dahulu karena ada acara setelah ini dan tomatis Lifa mengikuti Raga untuk pulang. Ya sudahlah mereka hanya bisa menahan rasa penasarannya dan akan menanyakannya nanti saja.  TBC    . 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD