PART 9

1208 Words
Aura dan kedua sahabatnya sudah selesai membersihkan semua peralatan yang ada kecuali petridish pengamatan yang berjumlah dua puluh lima buah karena prosedur mensterilkannya lumayan memakan waktu lama. Mereka bertiga sudah sangat bosan berkutat selama empat hari tiga malam di dalam Laboratorium penelitian tersebut. Rasanya tubuh mereka remuk karena tidur yang tidak nyenyak dengan matras dan selimut seadanya yang tersedia di Laboratorium penelitian itu. Rasanya tubuh mereka akan langsung terlelap nyenyak jika sudah menyentuh kasur kesayangan masing-masing.  "Udah selesai beres-beresnya?" tanya Arka yang baru saja mengangkat telpon dari luar ruangan.  "Sudah. Tinggal matiin lampu sama kunci ruangan aja," jawab Aura dengan menatap Arka dalam. "Ni orang beneran mau pulang bareng aku?" batinnya.  "Oke. Saya tunggu di Pos satpam parkiran ya," ucap Arka, setelah mendapat balasan anggukan dari Aura yang terlihat tidak ikhlas ia langsung berjalan ke arah pintu untuk keluar dari ruangan.  Aura menggendong tas ranselnya setelah mengenakan jaketnya dan memasukkan kunci motor di saku jaketnya. Kedua sahabatnya memandang ke arah Aura yang sudah siap untuk pulang. "Jadinya pulang bareng beneran nih, Ra?" tanya Lifa saat mereka bertiga berjalan ke luar ruangan.  "Ya mau gimana lagi. Daripada debat nggak jelas dan tambah kemalaman pulangnya. Ya udahlah pulang sama dia. Lumayan juga sih setidaknya dia yang nyetir," ucap Aura dengan lesu.  "Nggak papa, Ra. Kan ada untungnya juga tetepan karena sama dia," ucap Raya sembari mengusap punggung Aura.  "Aku baru tahu ternyata Mas nya Mbak Ghina yang dielu-elukan selama ini ngeselinnya selangit banget," gerutu Aura.  "Haha, Sabar-sabar, Ra. Mungkin dia modelan cowok yang langsung nyablak gitu kalau nggak suka sama perlakuan orang yang nggak sepemikiran sama dia. Tapi mending gitu sih daripada yang sok-sokan baik," ucap Raya.  "Bener tuh kata Raya. Kayak Mas Raga juga gitu tipenya. Tukang protes," ucap Lifa dengan ceria.  "Halah kang bucin aja kamunya! Iya tahu yang lagi PDKT-an," dengus Aura.  Mereka bertiga sudah sampai di parkiran. Kedua sahabatnya langsung berpamitan lebih dulu ke motornya. Sedangkan Aura berjalan ke arah Pos satpam untuk mengembalikan kunci Laboratorium kepada Pak Satpam dan menjemput lelaki yang akan pulang bersamanya.  "Pak Agus, ini kunci Laboratorium penelitian jurusan Ilmu Pakan, Pak," ucap Aura saat sudah berhadapan dengan Pak Agus yang sedang ngobrol dengan Arka.  "Oke. Makasih Mbak Aura. Tak pikir seminggu pengamatannya," ucap Pak Agus dengan terkekeh.  "Kalau yang penelitian sekarang alhamdulillah sekali pengamatan cuma empat hari aja, Pak. Jaga sendirian nih, Pak?" tanya Aura yang melihat ketidakhadiran Pak Deden.  "Sama Pak Deden kok, Mbak. Tapi baru keluar buat cari cemilan katanya tadi," jawab Pak Agus.  "Ayok kita pulang. Udah jam sepuluh malam. Nanti kemalaman sampai rumahnya. Saya tidak enak sama orang tua kamu," ucap Arka yang menginterupsi Aura yang akan menjawab Pak Agus.  "Ya udah. Mas udah dapet helm?" tanya Aura.  "Sudah pinjam ini," jawab Arka sembari menunjukkan helm berwarna hitam dari suatu merk motor, "Besok saya titipkan ke Bapak ya, Pak Agus." "Nggak usah buru-buru, Mas. santai aja. Di sini masih ada helm banyak," jawab Pak Agus dengan tawanya dan menunjuk rak helm yang berisi lima helm. "Haha. Ya sudah, Pak. Kami pamit pulang dulu ya, Pak," ucap Arka sembari menjabat tangan Pak Agus.  Setelah berpamitan dan mengucap salam kepada Pak Agus, Aura langsung berjalan ke arah motornya yang berada di sebelah motor Pak Agus. Ia langsung menggunakan helmnya dan memberikan kunci motornya kepada Arka. Kemudian dia menunggu Arka mengeluarkan motornya dan setelah itu ia naik dan Arka langsung melajukan motor dan mengklakson Pak Agus yang menunggu mereka di depan pos satpam dan dijawab dengan "hati-hati di jalan" dari Pak Agus.  "Rumahmu dimananya stadion Maguwoharjo?" tanya Arka memecah keheningan diantara keduanya.  "Hah? Masih ke timur lagi. Daerah Purwomartani, Mas," jawab Aura yang tersadar dari kantuknya.  "Oke. Kita lewat Ringroad aja ya. Kamu jangan tidur ntar jatuh saya yang repot," ucap Arka mewanti-wanti gadis di belakangnya karena tadi dia melihat Aura menguap terus dari spion.  "He'em. Terserah Mas aja," ucap Aura dengan malas.  "Kalau kamu mau tidur pegangan saya biar nggak nggelebak ke belakang," perintah Arka karena perjalanan mereka masih jauh. Mereka baru sampai Jalan Gejayan.  "Nggak ngantuk kok. Mas ajak ngobrol aku aja biar aku nggak tidur," tolak Aura.  "Saya cuma mengingatkan saja. Lagian kamu dari tadi sudah menguap terus. Kamu selama tiga hari nggak tidur apa?" tanya Arka saat mereka berhenti di lampu merah Ringroad Utara.  "Udah jam segini juga, Mas. Wajarlah aku ngantuk," jawab Aura dengan menatap angka lampu merah yang berkurang, "Kita bertiga tidur tapi nggak nyenyak aja karena pengamatannya 3 jam sekali jadi bergantian buat bangun saat malam hari." "Oalah. Kalian memang sudah sering ikut penelitian sama Bapak?" tanya Arka dengan menjalankan motor kembali saat lampu sudah berubah menjadi hijau. "Sudah dua tahunan kayaknya, Mas. Empat kali penelitian apa ya kalau seingetku," jawab Aura sembari mendekatkan kepalanya pada bahu Arka agar dia tidak perlu teriak-teriak.  "Berarti kamu pintar dong. Bapak bisa makai kalian selama itu. Kamu semester berapa sekarang?" tanya Arka. Dia memang sengaja membuka obrolan terus menerus agar Aura tidak mengantuk.  "Nggak tahu deh kalau masalah itu. Kita manut aja sama Pak Farhan waktu diajak penelitian. Lagian lumayan juga buat pengalaman. Semester enam, Mas," jawab Aura.  "Sudah kepikiran buat skripsi apa?" tanya Arka.  "Kemaren Pak Farhan nawarin kami penelitian hibah lagi dan bisa juga buat skripsi kita katanya. Tentang Cacing objeknya," jawab Aura dengan riang.  "Wah, sampai akhir pun Bapak masih milih kalian buat penelitiannya," ujar Arka dengan manggut-manggut, "Eh bentar, Berarti kamu kenal sama Ghina? Dia kakak tingkatmu satu jurusan juga. Barusan lulus tahun kemarin." "Ya Alhamdulillah banget, Mas. beruntung banget aku ketemu sama Pak Farhan," ucap Aura dengan riang,"Mbak Ghina? Adeknya Mas? Kenal aku. Makanya Pak Farhan tahu rumahku itu karena Mbak Ghina sering main di rumahku," "Pantas saja Bapak nyuruh bareng kamu. Berarti kamu juga sudah tahu rumah saya?" cuap Arka. "Ya tahu. Aku kan pernah penelitian di rumah Mas juga. Aku kenal juga sama Dafa. Aku cuma nggak kenal sama Mas aja. Soalnya kan Mas juga baru balik dari Australia belum ada setahun kan," ucap Aura.  "Ini kemana?" tanya Arka saat mereka sudah sampai pasar Purwomartani. "Lurus aja. Mas tahu GPA nggak? nah rumahku perumahan sebrangnya persis," jawab Aura dengan mengeratkan jaketnya.  "Oalah. Oke ntar tunjukin belok-belokannya aja. Kamu sering pulang sendiri malam-malam begini? Sepi gini," ujar Arka sembari menunjukkan jalan yang sepi karena hanya ada tiga motor dan dua mobil saja yang bareng dengan mereka dengan dagunya.  "Aku kalau pulang sendiri paling pol jam delapan malam, Mas," jawab Aura, "Depan itu belok kiri." "Lha kalau kamu tidak bareng saya gimana pulangnya tadi?" tanya Arka dengan menatap spion melihat Aura.  "Diantar sahabatku atau kalau nggak nginep di kosan keluarga Ayah di daerah kota," jawab Aura dengan kening berkerut. "Kenapa kamu milih pulang sekarang? padahal udah lebih dari jam delapan," ucap Arka, "ini belok mana?" "Lurus aja terus ada perempatan masjid ntar belok kiri. Habis itu masuk aja ke gang kedua dari jalan itu. udah jalan ke rumahku, Mas," jawab Aura dengan cepat menghindari topik tersebut.  Saat mereka sampai di Rumah Aura, mobil Pak Farhan sudah terparkir di depan rumah dan keluarga Arka sudah berada di dalam ruang tamu rumah Aura karena terlihat dari pintu rumah yang terbuka. Mereka langsung bergabung ke dalam dan tak lama setelah kedatangan mereka keluarga Pak Farhan berpamitan pulang karena sudah terlalu malam untuk bertamu dan Aura sudah terlihat lelah sekali sehingga butuh segera istirahat.  TBC
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD