PART 1-Paket yang Tak Terduga

1476 Words
Malam minggu ini sepertinya akan Aura lewati untuk melanjutkan maraton nonton drama korea saja di kamarnya. Ia sudah menyiapkan laptop dan beberapa camilan di meja belajarnya. Ia lalu berjalan ke kamar mandi untuk mengeluarkan buang hajat kecilnya. "Dek! Turun dulu sini! Ada yang nyariin kamu nih," ucap Kirana dari lantai bawah. "Siapa, Bun? Aku baru di kamar mandi sebentar!” jawab Aura dengan keras, ‘Mas paket po ya? Tapi kok tumben nggak ngechat aku dulu,’ batinnya. "Cepetan turun dulu sini, Dek! Udah ditungguin itu kamu. Bunda mau sholat ashar dulu," ucap Kirana sambil berjalan menaiki tangga. Akhirnya setelah selesai dari kamar mandi Aura langsung turun ke bawah dengan sedikit merapikan ikat rambut dan dasternya. Ia heran siapa yang sedang menunggunya sekarang? Tidak ada diantara sahabat-sahabatnya yang berencana untuk main ke rumahnya atau mengajak nya keluar untuk malam minggu kali ini. Sebelum keluar ke teras rumah, ia mengambil Hoodie nya untuk menutupi dasternya yang tidak berlengan itu. Saat ia keluar, pada teras rumahnya terdapat seorang laki-laki dengan mengenakan jaket Oh-jek yang sedang sibuk dengan memainkan handphonenya dan membawa sesuatu di dalam box. "Ehm, Maaf nih, Mas. Ada apa ya nyari saya? saya nggak pesen Oh-jek juga," ucap Aura dengan berdeham. Lelaki itu langsung mengarahkan kepala nya untuk memandang Aura dan menyimpan hand phone nya pada kantong jaket. Lalu ia berdiri dari kursi teras Aura. Kemudian mendekati Aura. Aura memandang abang Oh-jek tersebut dengan bingung. "Mbak Anandita Haura Faradila bukan ya? Saya mau mengantarkan paket Oh-send buat Mbaknya. Ini paketnya yang dikirim lewat Oh-send," ucap driver Oh-jek yang membawakan paket Oh-send tersebut dan menyerahkan satu box berwarna coklat dengan pita yang diikat di atasnya ke arah Aura. "Wahduh! iya benar saya Aura yang tadi mas sebutin. By the way, Ini gede banget box nya, Mas. Tapi paketnya dari siapa ya ini, Mas?" ucap Aura sambil menerima paket tersebut. Boxnya memang besar namun isi nya ternyata tidak terlalu berat seperti yang dia bayangkan sebelumnya. "Oke. Terimakasih, Mbak. Boleh minta foto nya buat bukti pengirimannya kalau sudah sampai ke tangan Mbak Aura, Mbak?" tanya driver Oh-jek dengan cepat dan sudah mengarahkan handphonenya kepada Aura. "Eitss, Bentar dulu! Ini paket dari siapa dulu, Mas? Udah dibayar apa belum ongkos nya?" tanya Aura dengan mengarahkan kepalanya ke samping untuk menghindari jepretan kamre saat driver Oh-jek tersebut terlihat mengarahkan kamera handphonenya tepat dihadapannya. "Katanya yang ngirim kalau paketnya dibuka Mbaknya bakal tau kok dari siapanya. Saya diminta tutup mulut nih, Mbak. Mbaknya tenang aja itu juga udah dibayar kok. Saya foto ya, Mbak. Mbak nya atur posisi sebagus mungkin aja biar cakep. Hehehe," ucap driver Oh-jek tersebut disertai tawanya melihat rupa Aura yang kebingungan dan dahinya disertai kerutan. "Udah kan, Mas? Thank you ya paketnya. Bilangin ke pengirimnya udah saya terima dengan bingung. Bilangin ke dia besok-besok lagi jangan sok-sokan misterius gini ya," ucap Aura dengan cengirannya saat sudah selesai difoto abang Oh-jek tersebut dan dibalas tawa dari Abang Oh-jek. Setelah driver Oh-jek tersebut pergi, Aura langsung masuk ke rumah dan menutup pintu rumah. Kemudian ia langsung memfoto dan membuka paket tersebut. Isi dari paket tersebut adalah sebuah buket bunga dari bahan satin berwarna maroon, dusty pink, dan broken white yang berdiameter dua puluh senti meter disertai terdapat kartu ucapan yang tertera nama dari pengirim paket serta reversible octopus doll berwarna abu-abu. "Isinya apa itu, Dek? Wah cantik banget buket bunga nya, Dek!" ucap Kirana yang telah selesai sholat ashar dan dengan semangat saat melihat buket bunga tersebut, "Dari siapa ini, Dek?" "Ehmm, Ini dari temen Aura, Bun. Katanya kado ulang tahun yang kemaren belum sempat dikasihin ke Aura. hehe," ucap Aura sambil menggaruk tengkuknya. "Lah, Bukannya kemaren kamu udah dapet dari mereka pas dirayain bareng-bareng disini?" ucap Kirana dengan heran. Sepengetahuan Kirana teman-teman dekat Aura sudah memberikan hadiah kepada anak perempuannya tersebut tempo hari. "Bukan dari mereka, Bunda. Ini dari temen Aura yang lainnya, Kan Aura temennya ada banyak. Nggak cuma mereka doang. Hehehe," ucap Aura dengan cengirannya. "Ya udah deh. Kamu simpan dulu sana di kamar. Setelah ini bantuin Bunda masak ya. Katanya Mas Haqi balik hari ini," ucap Kirana sembari berjalan ke arah dapur. "Lah Mas Haqi pulang lagi, Bun? kan minggu kemaren udah pulang dia," ucap Aura dengan cemberut sembari berjalan ke arah dapur untuk mengambil segelas air putih. "Kamu tuh ya sama abang nya sendiri nggak pernah akur kalau ketemu. Abang katanya kangen masakan Bunda sama adek kecilnya ini," ucap Kirana sambil mengelus kepala anak perempuan nya dengan sayang. "Dia nggak kangen aku, Bun. Ahhhhh!! motorku yang malang!" ucap Aura dengan kesal. "Udah udah. Itu bunganya disimpan di kamar sana, Dek. Jangan lupa bilang makasih ke temen kamu," ucap Kirana dengan mendorong pundak anaknya tersebut. Ia hanya dapat menggeleng-gelengkan kepala nya. Kakak beradik itu selalu berebut motor jika Haqi pulang karena anak lelaki nya selalu pulang dengan angkutan umum. Setelah sang suami meninggal saat Aura berumur empat belas tahun dan Haqi berumur delapan belas tahun, Kirana hanya hidup berdua dengan anak perempuan nya karena sang sulung anak laki-laki nya kuliah dan aakhirnya juga mendapat kerja di Semarang. Rumah akan sangat ramai jika kedua anaknya berada dalam satu rumah. Terkadang ia rindu saat-saat mendiang suami nya masih di rumah dan kedua anaknya yang masih kecil serta masih tinggal dalam satu rumah dengan keonaran yang mereka buat. Setelah anak-anak beranjak dewasa, Ia mulai menerapkan didikan yang keras. Hal tersebut ia lakukan agar kedua anaknya dapat mandiri dan tidak kesusahan saat di masa depan kelak. Di matanya kedua anak nya masih seperti anak kecil yang butuh pendampingan darinya walaupun mereka sekarang sudah berumur dua puluh tahunan saat ini. Setelah Aura selesai mandi, ia langsung turun ke bawah untuk membantu Bundanya didapur memasak menu makan malam. Setelah masakan selesai mereka melaksanakan sholat Maghrib berjama'ah dan membaca Al-qur’an. Aura yang sudah selesai dengan membaca Al-qur’an nya langsung masuk ke kamar nya. Aura mengecek handphone nya yang tadi ia matikan saat di charger. Ia juga berniat untuk mengirim w******p kepada sang pengirim buket bunga tersebut untuk mengucapkan terimakasih atas kado yang telah diberikan nya. Ia langsung meraih handphonenya yang berada di meja kecil samping ranjang tidur. Saat Aura sedang mengetik pesan kepada orang yang dituju, Tiba-tiba layar handphone nya berubah dengan mode terdapat orang yang menelepon via video call. Ia sangat kaget saat terlihat foto profil dari orang yang meneleponnya tersebut. Orang yang menelponnya adalah orang yang akan ia kirimkan pesan. Ia langsung mencari earphonenya dan memperbaiki tatanan rambutnya yang sedikit berantakan agar lebih rapi. "As-salamu'alaikum, Mas," ucap Aura dengan sedikit terbata. 'Wa'alaikumsalam, Dek. Ganggu nggak nih kalau aku telepon? hehehe' ucap Fasa. "Nggak kok, Mas. Makasih ya Mas buket bunganya. Padahal ulang tahunnya udah lewat satu minggu yang lalu lho," ucap Aura dengan tersenyum sumringah dan menggaruk hidungnya yang tidak gatal. 'Sama-sama, Dek. Gimana kamu suka nggak sama buket bunganya?' ucap Fasa. "Suka kok, Mas. Cantik banget buket bunganya. Tapi ini apa nggak papa, Mas?" ucap Aura excited dengan memegang buket bunga yang dikirimkan Fasa tersebut di depan dadanya. 'Alhamdulillah deh kalau kamu suka. Ya nggak papa. Emangnya kenapa?' ucap Fasa dengan alis kananya yang menaik. "Ehm. Apa nggak berlebihan gitu? Sampai harus di Oh-send ke rumah. Ini juga buket bunga nya pasti mahal," ucap Aura dengan lirih. 'Santai aja, Dek. Itu inisiatif aja sih. Kemaren Mas iseng aja bacain form pendaftaran kalian biar lebih deket juga gitu karena kita semua kan bakal bareng-bareng selama jadi panitia ini. Ya udah, Mas jadi tahu kapan kalian ulang tahunnya, alamat rumah kalian, dll. Ya hitung-hitung biar kita semua bisa lebih akrab lagi. hehehehe,' ucap Fasa dengan cengirannya. "Berarti besok yang lain juga bakal diginiin? Wah seru dong," ucap Aura dengan antusias. 'Iya. Besok kita rencanain bareng-bareng sama yang lain deh. Biar tambah rame ntar. Hahaha,' ucap Fasa dengan tawanya. "Habis ini siapa, Mas?" tanya Aura. 'Tanggal satu April si Akmal tuh. Besok kita rencanain buat ngerjain dia aja pas rapat minggu depan' ucap Fasa. "Siap deh, Mas. Sekali lagi Makasih ya, Mas. Malah ngerepotin jadinya. Bakal Aura simpan deh, Hehehe," ucap Aura dengan senyuman nya. "Woy! Ngamar mulu dah ni bocah. Mas pulang ini!" ucap Haqi dengan ketukannya di pintu kamar Aura. "Udah dulu ya, Mas. Ini abangnya Aura mulai rusuh. Hehehe," ucap Aura dengan cengirannya. 'Hahahaha! Oke deh, Dek. Maaf ya kalau udah bikin kamu bingung karena ada paket tiba-tiba datang tanpa tahu siapa yang ngirim,' jawab Fasa. "Aura tutup ya, Mas. Assalamu'alaikum!" ucap Aura dengan senyum nya. 'Wa'alaikumsalam Dek,' ucap Fasa. Setelah itu Aura langsung meletakkan handphonenya pada meja nakas. Kemudian ia berjalan ke arah pintu kamarnya yang masih di gedor-gedor oleh kakak laki-lakinya dengan rusuh tersebut. Benar saja Haqi yang tak lain adalah kakak laki-lakinya sudah menunggu di depan pintu. "Ya Ampun!! Rusuh banget sih jadi orang deh!!" ucap Aura sambil meraih tangan abang nya kemudian ia mencium tangan Haqi. "Ayok turun, Udah lapar banget nih aku!" ucap Haqi dengan merangkul pundak adek perempuan kesayangannya dan menuntun nya berjalan ke bawah.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD