bc

The Hot Anemone

book_age18+
1.6K
FOLLOW
14.2K
READ
love-triangle
possessive
sex
sensitive
drama
sweet
bxg
addiction
brutal
seductive
like
intro-logo
Blurb

Warning 21+

Mengandung beberapa adegan tidak diperuntukkan oleh usia si bawah 21+

Anne, Bryan, dan Kevin adalah orang yang bernasib sama. Ketika orang tua mereka kecelakaan bersamaan. Status sepupu jauh, membuat Bryan dan Kevin membawa Anne tinggal bersama mereka.

Bryan langsung jatuh cinta pada Anne. Mendekati wanita itu secara cepat, bahkan sudah langsung menidurinya. Walau akhirnya terus-terusan gagal. Ia meminta Kevin menggantikan posisinya, agar anne bisa terpuaskan. Kevin, pria dingin itu, awalnya menolak. Tapi, akhirnya, ia dan Anne melakukan percintaan. Dan siapa sangka, ternyata Anne seorang Nymphomaniac.

chap-preview
Free preview
Bertemu Mereka
Orang-orang berpakaian hitam satu persatu pergi meninggalkan pemakaman karena langit sudah mulai gelap. Malam akan tiba, tetapi Anne tidak peduli. Ia masih saja terdiam, tatapannya kosong, ia masih tidak percaya dengan apa yang sedang terjadi. Kedua nama orangtuanya tertulis di batu nisan. "Ann,ayo kita pulang,"bisik Bibi Carla, tetangga Anne. Anne menggeleng."Bibi pulang saja dulu. Aku masih ingin di sini, Bi." "Kau yakin, Anne? Ini sudah hampir malam, sayang." Wanita itu membujuk Anne dengan tutur kata yang lembut seperti biasa. Anne mengangguk."Iya, Bi. Bibi pulanglah, Alden pasti sudah menunggumu di rumah. Aku baik-baik saja di sini, hanya masih ingin berada di samping mereka." Bibi Carla tersenyum, diusapnya puncak kepala gadis yang kini sebatang kara."Baiklah. Jika kau butuh apa-apa jangan sungkan menghubungiku." "Terima kasih, Bi." Anne kembali menatap tempat peristirahatan kedua orangtuanya. Matanya terpejam, menghirup udara pelan-pelan."Mum, Dad, sekarang aku sendiri. Tapi, jangan khawatir...aku akan baik-baik saja." Usai berkata demikian, Anne menangis. "Kau mau di sini sampai kapan?" Suara dingin itu membuat Anne membatu beberapa saat. Ia membalikkan badan dan di sana ada dua orang pria tampan sedang menatapnya. "Kau siapa?"tanya Anne. Pria tampan itu berjalan mendekat dengan tatapan dingin."Kau tidak tahu siapa aku? Atau memilih pura-pura tidak tahu? Tidak ingat? Atau tidak mau tahu?" "Maaf...tapi, aku benar-benar tidak ingat,"ucap Anne tulus. Kevin, pria yang bicara barusan tampak menarik napas panjang."Kita ini sepupu, bagaimana kau tidak mengenaliku,Anne? Bahkan saat ini kita sedang sama-sama berduka. Kehilangan kedua orangtua kita." Anne menutup mulutnya tak percaya, jika yang dimaksud pria itu adalah sepupunya berarti dia adalah anak dari Jack dan Rose, Paman dan Bibi Anne yang berada dalam mobil yang sama dengan kedua orangtuanya. Anne memang jarang sekali bertemu dengan Paman dan Bibinya karena mereka tinggal di tempat yang sangat jauh. Terakhir kali ia bertemu adalah beberapa hari yang lalu saat mereka berkunjung ke rumah dan mengajak kedua orangtuanya pergi liburan. Tapi, ternyata itu adalah hari terakhir Anne melihat mereka semua. Pemakaman Bibi dan Paman Anne sudah dilakukan terlebih dahulu di kampung halaman mereka, sementara Anne meminta jenazah kedua orangtuanya dibawa pulang ke rumah. "Maafkan aku...lupa. Kita terakhir kali bertemu ketika musim dingin...mungkin itu sepuluh tahun yang lalu. Saat itu kita masih belum sedewasa ini." Anne menunduk malu. "Lalu, kau ingat nama kami kan?"tanya Bryan. "Kevin dan Bryan. Tapi, aku tidak tahu pemilik nama tersebut." Bryan tertawa jenaka."Ya, aku memang terlihat sangat tampan dibandingkan sepuluh tahun yang lalu." Pria itu menghampiri Anne dan memeluk pundaknya."Sudah gelap. Kita pulang ke rumahmu ya." Anne menoleh ke arah makam, tersenyum kecut, lalu menatap Bryan."Baiklah." Dua pria itu mengapit Anne berjalan beriringan keluar dari area pemakaman. Di dalam mobil, Anne terlihat murung. Bryan dan Kevin bertukar pandang, namun tidak berkata apa-apa. Mereka fokus pada kegiatan masing-masing. Mereka memasuki rumah tua tersebut. Orangtua Anne adalah seorang buruh pabrik tekstil. Penghasilan mereka hanya sebatas untuk hidup cukup. Oleh karena itu, Anne harus bekerja part time untuk membayar uang kuliahnya. Ia sudah menyelesaikan pendidikannya enam bulan yang lalu. Tapi, sampai saat ini ia belum memiliki pekerjaan. "Silakan duduk,"kata Anne pada Kevin dan Bryan. Dua pria itu menatap seisi ruangan, terdapat sebuah sofa panjang yang sudah tua, namun masih terlihat layak. Kevin duduk dengan wajah datarnya. Sementara Bryan menatap salah satu foto besar yang terpajang di dinding. "Kalian mau teh atau kopi?"tanya Anne. Bryan menoleh."Ah, aku...kopi saja." Anne menatap Kevin."Kalau kau?" "Apa saja, Ann." "Baiklah, akan kubuatkan sebentar."Anne pergi ke dapur. Bryan duduk di sebelah Kevin."Sikapmu masih saja seperti ini. Bagaimana kau mau membuatnya nyaman untuk tinggal bersama kita?" "Suka atau tidak, Anne harus tetap tinggal bersama kita,"balas Kevin. Bryan menggelengkan kepala, heran dengan sikap Kevin yang selalu suka memaksa."Terserah kau saja, Kevin." Anne membawa nampan berisi dua cangkir kopi dan menghidangkannya untuk Bryan dan Kevin."Silakan." Bryan tersenyum."Terima kasih, Anne. Oh ya, perkenalkan Aku Bryan. Dan...ini Kevin, kakakku." "Hai, maaf aku tidak bisa membedakan antara Kevin dan Bryan. Kalian terlihat sama." "Tidak apa-apa." Bryan menyesap kopinya. Sementara Kevin masih saja seperti itu, diam tanpa ekspresi. Anne menatap kedua pria di hadapannya bergantian."Apa yang membuat kalian berkunjung ke sini?" "Tentu saja untuk ikut berduka, Anne. Orangtua kita meninggal di hari yang sama. Hanya saja orangtua kami dimakamkan terlebih dahulu." "Maafkan aku, selama ini...tidak berkomunikasi dengan kalian. Maksudku...sebagai saudara, hubungan kita tidak terlalu dekat." "Bukan masalah, An. Sekarang, kita sudah berdekatan." Anne tersenyum lega pada Bryan. Namun, begitu tatapannya tertuju pada Kevin, hatinya menjadi tidak enak. Sepertinya pria itu tidak menyukai dirinya. Anne mulai tidak nyaman dengan tatapan Kevin. "Apa setelah ini kalian akan kembali?" Bryan berdehem."Iya. Kami akan segera kembali ke rumah bersamamu." "Maksudnya?" "Kau anak tunggal dan tidak memiliki siapa pun sekarang. Jadi, kami tidak bisa membiarkan hal itu terjadi. Kita sama-sama kehilangan, Ann, sebaiknya mulai sekarang kita tinggal bersama saja. Kau ikut bersama kami,"kata Bryan. Anne cukup terkejut mendengar ucapan Bryan barusan. Ia tidak pernah memikirkan bagaimana tinggal dengan dua pria asing. Mereka memang sepupunya, tapi baginya Bryan dan Kevin terlihat asing karena ia tidak pernah bertemu dengan mereka dalam waktu yang cukup lama."Tidak perlu, Bryan. Aku tinggal sendiri saja. Tetangga sekitarku sangat baik. Kalian tidak perlu khawatir." Kevin melirik tajam."Lalu? Apa yang akan kau lakukan setelah ini? Kudengar kau belum memiliki pekerjaan." Anne tertunduk, meremas tangannya sendiri."Mungkin...aku bisa kerja sebagai pelayan." "Kau tinggal bersamaku!" Kevin memutuskan dengan nada yang tidak ingin dibantah. Bryan menatap Anne."Kau dengar? Dia akan bersikap seperti itu kalau sudah kesal. Artinya, kau tidak akan bisa menolak lagi." "Tapi...." "Malam ini kita berangkat, kemasi barang-barangmu sekarang juga!"kata Kevin dengan dingin, tak lupa tatapan tajamnya. Pria itu berdiri lalu pergi keluar. "Anne, sebaiknya kau ikut saja. Kau tidak perlu takut, An. Aku akan menjamin kau baik-baik saja. Aku akan mencarikan pekerjaan untukmu di sana,"bisik Bryan. "Dia menyeramkan,"bisik Anne. Bryan tertawa."Jangan khawatir, kami tidak mungkin menyakitimu kan? Kami peduli. Oleh karena itu mengunjungimu." "Apa aku tidak akan merepotkan kalian selama di sana nanti?" "Tentu tidak." Bryan berdiri, menarik tangan Anna dan membawanya ke kamar."Aku akan membantu mengemasi barang-barangmu. Lakukan sekarang...sebelum pria pemaksa itu yang ikut bertindak." Anna menggeleng."Jangan sampai terjadi. Baik, akan segera kukemas." Bryan tersenyum puas. Ada baiknya juga sikap Kevin yang seperti itu. Ia tidak perlu mengeluarkan segala bujuk rayunya untuk Anne. Semua barang-barang penting Anne segera dimasukkan ke dalam mobil. Setelah itu Kevin dan Bryan benar-benar membawa Anne ke rumah mereka dengan menempuh perjalanan yang cukup panjang. "Tidur saja, An,"kata Bryan mengingatkan. Saat ini mereka berada di dalam pesawat. Anne tersentak."Aku tidak bisa tidur,Bryan. Apa...perjalanan kita masih panjang?" Bryan mengangguk."Iya. Lima jam lagi, Anne. Kenapa kau tidak bisa tidur? Masih memikirkan orangtuamu?" Ana mengangguk."Tentu saja. Kita masih dalam suasana duka, Bryan." Bryan menggenggam tangan Anne, wanita itu sedikit terkejut."Kita memang sedang berduka, tapi...tidak boleh berlarut-larut. Bukankah kita harus melanjutkan hidup?" Anne mengangguk."Iya." "Kau tidak sendiri lagi. Jangan khawatir. Sekarang tidurlah." Bryan menyandarkan kepala Anne di lengannya agar wanita itu tertidur. Jantung Anne berdegup kencang. Bryan adalah pria yang sangat manis. Sementara itu, terlihat Kevin yang duduk di sebelah Bryan tengah serius membaca buku tebal. Bahkan ekspresinya tak berubah saat mendengar adiknya seperti sedang mencoba mengambil hati Anne. Anne menarik napas panjang, lalu mencoba tidur sambil memeluk dan menyandarkan kepalanya di lengan Bryan. Pria itu tersenyum senang. ???

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Yes Daddy?

read
798.6K
bc

✅Sex with My Brothers 21+ (Indonesia)

read
928.2K
bc

Sexy game with the boss

read
1.1M
bc

I LOVE YOU HOT DADDY

read
1.1M
bc

See Me!!

read
87.9K
bc

Possesive Ghost (INDONESIA)

read
121.4K
bc

HYPER!

read
558.9K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook