Bab 6

1041 Words
Rion menggelengkan kepalanya sambil tersenyum miris. Mencium aroma masakan ia jadi teringat dengan sang mantan isteri. Walaupun mereka menjadi suami isteri hanya selama dua Minggu, namun selama itu banyak sekali kenangan bersama Nindi. Ia juga masih ingat bagaimana rasa masakan sang isteri kala itu. Rion tersenyum kecut, andai saat ini rumah tangganya baik-baik saja, mungkin ia tidak akan duduk merenung seperti ini di sini. Pasti akan ada sang isteri yang menenangkan hatinya. Andai mereka masih bersama, tentu sekarang sudah memiliki dua anak, atau mungkin tiga. Tiba-tiba ia mendengar Risty berteriak. Rion tersentak, ia segera berlari ke sebelah dan mengetuk pintunya dengan keras. "Mbak!"panggil Rion. Tidak ada jawaban. Lalu terdengar suara wanita itu meringis kesakitan, disertai dengan isak tangis. "Mbak Risty! Mbak kenapa? Rion mengetuk pintu dengan keras. Risty berjalan dengan susah payah membuka pintu, wajahnya terlihat sedang menahan rasa sakit. Rion melihat ke arah tangan wanita itu. "Mbak?" "Kena minyak panas." Terlihat keluar asap dari tangan Risty Rion membawa Risty ke dapur, menyalakan wastafel lalu meletakkan tangan Risty di bawah air mengalir tersebut."Biarkan begini sampai lama, Mbak. Biar panasnya hilang dulu." Risty mengangguk, tangannya mulai terasa sakit sampai ke dalam dagingnya. Rion membersihkan minyak yang tumpah di lantai agar tidak membahayakan siapa pun yang melintas. Risty memandang lelaki itu dengan tidak enak hati. "Maaf, Rion, jadi ngerepotin." "Enggak apa-apa, Mbak. Namanya juga tetangga, harus saling membantu. Mbak gitu aja dulu, biar panasnya hilang." Rion bicara sambil terus mengepel. "Terima kasih." "Sudah, Mbak." Rion menyelesaikan pekerjaannya. "Jangan diinjek dulu, masih basah. Jadi, gimana,udah enakan? Kita bawa ke klinik atau dokter?" Risty menggeleng pelan."Enggak apa-apa, aku masih ada salepnya kok. Udah pernah begini juga." "Beneran, Mbak?"tanya Rion memastikan. "Iya." "Ya udah, kalau gitu...saya pulang dulu, kalau butuh apa-apa panggil aja,Mbak. Permisi." Risty hanya bisa mengangguk dengan b**o tanpa bisa berkata apa-apa lagi. Rion masuk ke dalam rumah dan kembali ke meja kerja. Dilihatnya dinding ruang kerja yang penuh dengan tempelan kertas warna-warni. Sekarang ia ingin menambahnya. Dibukanya laci dan mengambil kertas bewarna biru.   Sayang, aku punya tetangga baru. Kau tahu, aroma masakannya begitu enak. Mengingatkanku padamu...pada kita yang dulu pernah memasak bersama. Sayang, maaf... Hari ini aku masih memanggil namamu. Maaf... Aku masih menyayangimu.   (Oleh : Adiatamasa)     ** Selamat pagi, cinta... Bagaimana kabarmu hari ini? Tentu kau bahagia bersamanya. Tapi, aku juga bahagia meski dengan separuh jiwa. Baiklah, perlahan aku bisa melupakanmu... Meski sulit.   Hai, cinta... Hari ini aku ingin memulai hari baruku. Semoga harimu menyenangkan,Cinta.   (Oleh: Adiatamasa) Rion tersenyum menatap tulisannya untuk terakhir kali sebelum ia pergi untuk lari pagi. Ia bangun cepat pagi ini karena ia tidak begadang semalam. Semua editan videonya selesai, beberapa sudah di upload secara bertahap. Mungkin besok atau lusa ia baru akan membuat content yang baru. Meskipun ia bekerja di rumah, itu cukup menyita waktu dan pikiran. Namun, hasil yang ia dapat cukup membuatnya hidup mapan. Dengan kaus putih dan celana pendek, Rion keluar rumah, tak lupa menenteng sepatu olahraganya. Rion tampak terkejut saat melihat Risty berada di sebelah pagar yang membatasi rumah mereka. Risty yang saat itu baru saja membuang sampah di  depan tampaknya ikut kaget juga. "Hai, Mbak?" "Hai," balas Risty. "Gimana tangannya, Mbak?" "Udah sembuh,"jawab Risty. "Mbak, ngapain di situ? Nungguin saya ya? Atau nyariin saya?"tanya Rion dengan nada menggoda. Maksudnya adalah supaya mereka semakin akrab sebagai tetangga. "Ngapain saya nungguin kamu!" Tiba-tiba Risty menjadi jutek. Rion tersenyum, ia duduk di kursi terasnya dan memakai sepatu."Jangan marah, Mbak, cuma nanya." "Siapa yang marah?" Nada suara Risty semakin tinggi. "Iya...iya, Mbak enggak marah. Maaf. Mbak kerja di mana?" Rion mulai berbasa-basi. "Di kampus..." Gerakan Rion terhenti."Di kampus?" "Iya, kampus...Politeknik itu loh,"jawab Risty lagi. "Oh, yang di depan sana. Iya...iya, saya tahu. Sebagai apa,Mbak?" "Dosen." Lagi-lagi Risty hanya bisa menjawab dengan singkat, berharap lelaki itu tidak lagi bertanya. "Oh, ternyata...Ibu Dosen toh..." Rion mengangguk-anggukkan kepalanya. "Kamu kerja apa?"tanya Risty penasaran. "Saya enggak kerja, Mbak, kan masih kecil. Masih adek-adek." Rion memainkan alisnya. Risty langsung merasa tersindir karena kemarin ia memperlakukan Rion seperti anak SMA. Wajah Risty merah menahan malu."Oh, maksudnya pengangguran?" "Ya...kira-kira begitulah." Rion tertawa kecil. Ia juga tidak bisa mengatakan   bahwa youtuber itu adalah sebuah pekerjaan. Mungkin lebih tepatnya itu adalah  sebuah hobi yang berpenghasilan. Bisa dikatakan sebagai hobi yang dibayar. Bagi sebagian besar orang, itu bukanlah sebuah profesi. Rion pun berdiri karena sudah selesai memakai sepatunya. Risty memerhatikan Rion dengan serius. Ia fokus pada barang-barang yang melekat di tubuh Rion, semua berasal dari brand ternama. Dan ia bisa pastikan bahwa semuanya adalah asli."Kamu mau kemana?" "Mau lari pagi, Mbak...biar badan enggak pegal-pegal kebanyakan duduk di rumah." Rion pun melakukan pemanasan di teras rumahnya sebelum lari pagi. "Oh, iya deh..." Risty mengangguk saja."Hati-hati!" "Mau ikut,Mbak?" Risty menggeleng cepat."Enggak. Saya sibuk, mau ngajar pagi ini." "Oh, gitu. Kan masih sempat kalau olahraga sebentar, Mbak. Biar sehat dan...wajahnya awet muda kayak saya." Risty melirik sebal."Kata siapa wajah kamu awet muda?"katanya dengan nada tinggi. Ia mulai emosi. "Ya...kan kemarin saya dipanggil 'adek' artinya, Mbak mikir aku masih anak muda banget, kan?"kata Rion dengan nada yang dibuat-buat untuk mengejek sekaligus menggoda Risty. "Udah pergi sana, lagi pula kamu memang masih adik-an saya, masih tiga puluh tahun,"ucap Risty tanpa sadar. Rion menatap Risty curiga."Wah, tahu darimana saya ini tiga puluh tahun, Mbak? Saya ini masih tujuh belas tahun loh. Masih adek-adek." "Kamu ngejek saya?" Risty melotot ke arah Rion. Rion bergerak mundur karena kaget dengan suara keras Risty."Mbak, sabar, Mbak...orang sabar nanti dadanya besar." "Apa sih kamu!" Risty melemparkan tempat sampah ke lantai dengan kesal. "Mbak, jangan marah, Mbak. Kalau suka marah-marah nanti bibirnya merah," kata Rion sambil berjalan pelan keluar pagar. Risty memegangi bibirnya dengan spontan. Lalu ia melihat Rion tertawa cekikikan."Sial!" "Dah, Mbak Risty...jangan lupa senyum hari ini, biar bibirnya gampang dikulum," teriak Rion sambil berlari. "Tetangga freak, baru aja semalam kupuji-puji karena udah nolongin aku, sekarang malah ngejek-ngejek. Awas kamu anak kecil." Risty mengambil tempat sampah kecil yang ia buang ke lantai tadi, lalu masuk ke dalam rumah untuk bersiap-siap memulai hari ini.   Sayang, ada hal yang harus kamu tahu. Sampai detik ini aku masih sendiri. Tapi, aku bahagia... Aku punya mereka, yang bernasib sama. Duda...dan juga masih sendiri. Sayang, kira-kira di antara kami bertiga... Siapa yang menikah lebih dulu? Reno, Randy, atau aku...Rion. Doakan aku segera, mendapatkan penggantimu. Meski entah...kau tergantikan atau tidak.   (Oleh : Adiatamasa)  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD